18 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Pementasan "Detik-Detik Proklamasi" dari Teater Bumi

Pementasan "Detik-Detik Proklamasi" dari Teater Bumi

Pementasan Teater “Detik-Detik Proklamasi” dan Fakta-fakta Sejarah yang Menggelitik Saya

Ari Antoni by Ari Antoni
October 31, 2019
in Ulasan
50
SHARES

Berangkat dari rumah menuju Taman Budaya  Provinsi Bali saya datang dengan semangat 45 bahwa apa yang akan tonton di Gedung Ksiranawa, Taman Budaya Denpasar, Bali, akan memuaskan dahaga saya di tengah suhu panas meliputi Kota Denpasar.

Pertunjukkan malam ini bertajuk ‘Detik-Detik Proklamasi’ yang dipentaskan Teater Bumi dengan sutradara Abu Bakar. Seperti judulnya apa yang diceritakan dalam pentas kali ini adalah seputaran hari-hari saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Digambarkan bagaimana pergulatan dan hiruk-pikuk menjelang bangsa Indonesia memerdekakan dirinya.

Pertunjukan malam itu (30 Oktober 2019) adalah rangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2019.

Koor anak-anak yang berjalan dari kursi penonton menuju sisi kiri panggung membuka jalannya pertunjukkan. Lalu kayon dihadirkan oleh seorang dalang, sebagai tanda pertunjukan dimulai. Segera keriuhan pentas dilempar ke atas panggung melalui derap serdadu-serdadu Jepang yang menggiring para romusha dengan kasar. Di tengah keriuhan itu datang empat orang yang menghalau serdadu untuk menyelamatkan para romusha. Rupanya keempat orang ini adalah orang penting, bidan berdirinya Indonesia sebagai bangsa dan negara. Mereka adalah Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Radjiman[i].

Keempat tokoh lalu dikisahkan berkunjung menghadap Marsekal Hisaichi di Dalat, Vietnam. Hisaichi adalah panglima angkatan perang Jepang untuk Asia Tenggara. Soekarno diadegkan menagih janji kemerdekaan Indonesia. Adegan berlangsung panas, Soekarno terus mengejar Si Marsekal untuk memenuhi janjinya. Sementara itu Sjahrir sebagai pengiringnya lebih panas lagi. Dengan emosional bahkan sampai melonjak-lonjak untuk saja ada Hatta yang menenangkannya.

Di bagian inilah saya mulai merasa ada yang salah dengan pertunjukkan ini. Ada fakta sejarah yang tidak benar. Untuk itu perkenankanlah saya mengulas apa yang menggangu benak saya. Saya tidak akan membahas artistik, tata lampu, tata rias ataupun kemampuan aktornya.

Ada beberapa fakta-fakta sejarah yang menggelitik saya dari pementasan Pak Abu malam ini. Yang paling menggelitik saya adalah kunjungan Soekarno dan rekan-rekannya ke Dalat, Vietnam pada 12 Agustus 1945. Pada pementasan ini tokoh-tokoh yang pergi ke sana adalah Soekarno, Sjahrir, Hatta dan Radjiman. Tujuan kunjungan ini untuk menagih janji kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang. Mereka menemui panglima angkatan perang Jepang untuk Asia Tenggara, Marsekal Hisaichi Terauchi. Fakta sejarah Sjahrir tidak ikut berangkat hari itu ke Dalat[ii]. Ini adalah sesuatu yang fatal menurut saya mengingat judul pementasan yang tidak main-main: ‘Detik-Detik Proklamasi’, yang tendesinya sarat muatan sejarah.

Kemudian masih di adegan Dalat, Soekarno menagih janji kemerdekaan pada Si Marsekal dengan gagah berani seperti adegan menagih hutang yang telah lama jatuh tempo. Padahal fakta sejarah Si Marsekal sebagai pihak pengundang membeberkan bahwa Jepang telah diujung tanduk dan telah siap memberikan kemerdekaan pada Indonesia[iii]. Kemerdekaan yang telah dijanjikan ini disarankan pada 24 Agustus 1945.

Masih tetap di adegan Dalat, Sjahrir yang seharusnya tidak di sana yang paling mengebu-gebu menagih janji kemerdekaan bahkan hampir mirip kelakuan jago yang jauh dari watak aslinya. Sjahrir adalah intelektual yang lebih sering bermain dibelakang layar dia tidak akan mengotori tangannya secara langsung.[iv]   

Mari tinggalkan Dalat kita menuju ke adegan di Indonesia. Setelah kekalahan Jepang ada adegan dimana bendera Jepang diturunkan dan bendera Belanda dinaikkan sebagai gantinya. Ini simbol kembali bercokolnya Belanda di bumi nusantara melaui agresi militer. Agresi militer dibagi menjadi dua periode Yang pertama tahun 1947 yang kedua pada 1948.

Sebagai  pengiring adegan ini dipakailah musik yang riang gembira yaitu lagu Nasi Goreng untuk mengiringi noni-noni Belanda berdansa-dansi. Judul lengkap lagu ini  Geef Mij Maar Nasi Goreng yang menggambarkan kerinduan seorang Belanda pada aneka penganan Indonesia antara lain nasi goreng, tahu petis, bakpao dan sate babi. Di lagu ini dia membandingkan ketika dia hijrah ke Belanda dia harus beradaptasi dengan makanan setempat. Lidahnya masih saja rindu pada tempat dia dilahirkan[v]. Lagu ini digubah Wieteke van Dort pada tahun 1977 sebagai wujud rindunya pada penganan Indonesia. Wieteke atau Tante Lien lahir di Surabaya pada tahun 1943 lalu hijrah ke Belanda pada 1957 karena masalah politik[vi]. Lagu ini dipakai untuk musik pengiring adegan agresi militer Belanda yang terjadi pada 1947.

Menurut saya hal itu sangat tidak tepat, ahistoris. Masih banyak lagu-lagu Belanda yang bisa dipakai menggambarkan kerianggembiraan yang periode waktunya sinkron. Lagipula lagu yang menceritakan kerinduan seorang Belanda akan masakan Indonesia dipakai untuk menggambarkan kegembiraan orang Belanda yang bisa kembali bercokol di Indonesia.

Satu lagi adegan yang sangat menggangu saya adalah adegan pembuatan naskah proklamasi. Pada adegan ini peran Soekarno sangat sentral. Kesan yang saya tangkap Soekarnolah adalah penggagas acara ini. Padahal pada 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta masih menunggu keputusan dari Jepang untuk memberi kemerdekaan. Golongan mudalah yang sangat berperan hingga proklamasi terjadi pada 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta masih berharap proklamasi akan didapatkan dengan cara baik-baik. Jepang yang akan menyerahkan kedaulatan atas nusantara pada Bangsa Indonesia.

Untuk itu golongan muda tidak mau hal ini terjadi. Mereka tidak mau kemerdekaan adalah hadiah. Mereka ingin merebutnya! Tapi di babak ini Soekarno memimpin rombongan datang ke kediaman Laksmana Maeda untuk menyusun naskah proklamasi. Golongan muda hanya diwakili oleh Sayuti Melik yang digambarkan sebagai tukang ketik. Suatu hal yang melenceng dari fakta sejarah. Peran golongan muda pada 16 Agustus 1945 ini sangat penting dan bisa dibilang sentral, mereka mengamankan golongan tua dari pengaruh Jepang. Memberi informasi bahwa Jepang telah kalah perang yang ditutupi oleh pihak jepang. Informasi ini tidak sampai ke telingga Soekarno dan Hatta.

Dus, apa yang saya bahas kurang lebih bisa membuka diskusi. Sebuah pertunjukan baik itu teater, film, atau wayang yang mengangkat muatan sejarah haruslah ketat dalam risetnya jangan asal. Jangan sampai demi keindahan dan kemegahan untuk menghadirkan suasana mengesampingkan fakta-fakta sejarah. Seperti akronim terkenal dari Soekarno, JAS MERAH; Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Oh ya lupa satu lagi aktor yang memerankan Sjahrir harusnya lebih pendek dari Hatta. Sjahrir tingginya hanya 160 sentimetir lebih sedikit karena itulah dia dijuluki Bung Kecil! [T]




[i] Soekarno, presiden pertama Indonesia; Hatta, wakil presiden pertama Indonesia; Sjahrir, perdana mentri pertama Indonesia dan Radjiman adalah ketua Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

[ii] https://tirto.id/sejarah-sukarno-hatta-menjemput-janji-kemerdekaan-ke-dalat-ef51

Anwar, Rosihan.2011. Sutan Sjahri. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

[iii] idem

[iv] Anwar, Rosihan.2011. Sutan Sjahri. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

[v] https://id.wikipedia.org/wiki/Geef_Mij_Maar_Nasi_Goreng

[vi] https://id.wikipedia.org/wiki/Wieteke_van_Dort

Tags: Festival Seni Bali JanisejarahTeater
Ari Antoni

Ari Antoni

Kadang-kadang jadi fotografer. Tinggal di Denpasar

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Sumber foto-foto: Google
Esai

Artis yang Layak Tampil di Bulfest

BULELENG Festival 2019 tinggal 3 bulan lagi. Bisik-bisik tetangga, persiapan sudah mulai disiapkan. Mulai dari pementasan tradisional sampai artis yang ...

May 29, 2019
Di rumah Frans Nadjira dan istri bersama Umbu Landu Paranggi
Esai

Sebuah Pertemuan – [77 Tahun Sastrawan Frans Nadjira]

“Berkarya Saja. Itu Tugas Kosmik” - Frans Nadjira Foto dalam tulisan ini adalah gambar yang menyimpan cerita dan tidak akan ...

September 5, 2019
Foto: Mursal Buyung
Esai

Filosofi-filosofi(an) Bunga

Saya mencoba menitu tren masa kini, di mana segala sesuatu ada filosofinya. Nah sekarang, pernah kepikiran ndak, kenapa setiap ada ...

January 21, 2019
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha
Esai

Orang Dengan Gangguan Jiwa, Siapa Bilang Kebal Corona?

Ada anggapan salah atau mitos di masyarakat mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa, saya tidak mau atau menghindari kata-kata “orang ...

July 3, 2020
Ilustrasi: olahan dari beberapa sumber
Opini

Kita Perlu Pahlawan Ikan Salmon a.k.a Pahlawan Pembasmi Korupsi #Edisi Ngedumel di Senja Hari

  Setiap manusia mengidamkan seorang pahlawan untuk hapuskan derita dari tirani yang usang yang kini kadaluarsa (Dimanakah Dia , Zat ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gus Bass [Foto dokumentasi penulis]
Esai

Gus Bass, Bumbu Sate dan Tempe | Catatan Orang Tua tentang Menu untuk Anak

by Gus Surya Bharata
January 17, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1349) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In