15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Kilas
Gamelan kontemporer yang dibawakan oleh rOrAs Ensemble Kota Denpasar dalam ajang Festival Seni Bali Jani 2019 di Wantilan Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (31/10) sore.

Gamelan kontemporer yang dibawakan oleh rOrAs Ensemble Kota Denpasar dalam ajang Festival Seni Bali Jani 2019 di Wantilan Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (31/10) sore.

Yudane Ajak Penonton Berpikir Sains dalam Gamelan Kontemporer rOrAs Ensemble

tatkala by tatkala
October 31, 2019
in Kilas
76
SHARES

Seni kontemporer tidak dimaknai dengan bagaimana cara memadukan seni tradisioal seperti gamelan kemudian ditambah beberapa alat musik modern seperti gitar, keyboard, ataupun jimbe. Bagi komposer gamelan, Wayan Gde Yudane, kontemporer dimaknai dengan mengeksplor alat musik yang ada (gamelan) dengan menciptakan karya baru yang advance atau lebih maju, di atas yang sudah lazim diciptakan. Karenanya, dia mencoba mengetengahkan gamelan kontemporer yang dibawakan oleh rOrAs Ensemble Kota Denpasar dalam ajang Festival Seni Bali Jani 2019 di Wantilan Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (31/10) sore.

“Selama ini kontemporer kan kesannya gradag grudug gitu, tidak jelas. Kontemporer itu adalah suatu capaian yang advance, yang maju di atas yang sudah lazim. Jangan diterjemahkan kontemporer itu sebagai kekinian, yang terkesan mendiskreditkan gamelan ‘kampungan’ yang kalau tidak ditambah gitar, keyboard, jimbe, jadi tidak modern. Itu menurut saya cara berpikir yang kacau,” ujarnya saat ditemui usai pentas kemarin.

Menurutnya, seorang komposer harus memikirkan bagaimana gamelan itu tidak begitu-begitu saja, tanpa harus mengubah dan mendiskreditkan gamelan ‘kampungan’. “Kalau itu (mendiskreditkan gamelan) bagi saya cara berpikir yang tidak berpikir sesungguhnya. Kalau yang namanya berpikir itu, ternyata gamelan ini bisa diapa-apakan. Hanya dengan gamelan ini, tergantung how smart you are? Seberapa pintar menyiasati itu,” katanya.

Mengisi ajang Festival Seni Bali Jani 2019, kelompok rOrAs Ensemble menyajikan dua gamelan asli dari Tenganan, Karangasem berjudul Nyangjangan Saih Puja Semara dan Sekar Gadung Saih Sadi. Lanjut menyajikan tiga gamelan baru. Pertama berjudul ‘Psychoacoustic’ yang merupakan studi ilmiah tentang persepsi dan audiologi suara, yakni bagaimana manusia memahami berbagai suara. Lebih khusus, itu adalah cabang ilmu yang mempelajari respon psikologis dan fisiologis yang terkait dengan suara. Selanjutnya dapat dikategorikan sebagai cabang psikofisika.

Karya ini mengeksplorasi teknik pergeseran fase bertahap dalam konteks musik yang dikomposisikan untuk instrumen gamelan. Sejumlah perubahan yang dirasakan dalam frasa dan timbre yang dihasilkan dari proses pentahapan ini bersifat psikoakustik sehingga pendengar menjadi sadar akan satu pola dalam musik yang dapat membuka telinganya ke yang lain, dan yang lain, semua terdengar secara bersamaan dan dalam keseluruhan tekstur suara yang sedang berlangsung.

Kedua, gamelan baru berjudul ‘Parametric’ yang didasarkan pada pemikiran algoritmik yang memungkinkan ekspresi parameter dan seperangkat aturan logis yang bersama-sama, mendefinisikan, menyandikan, dan memperjelas hubungan antara maksud dan respons. Sehingga mampu menghasilkan jumlah tak terbatas dari kemungkinan pola tersebut dan memberikan deskripsi struktural yang benar.

Sedangkan gamelan terakhir berjudul ‘Word in Iron’. Karya ini mempertimbangkan kompleksitas pola temporal, dengan mengambil jumlah maksimum dari pola akar, di atas semua level struktural yang mungkin. Tujuannya adalah untuk membangun ukuran kompleksitas tingkat tinggi yang sesuai dengan gagasan manusia tentang subjektif kompleksitas.

Bagi Yudane, perkembangan musik saat ini tidak hanya sebagai musik dan hiburan, melainkan merambah wilayah sains. “Sesungguhnya musik masa kini tidak melulu bermain di wilayah musik, apalagi cuma untuk menghibur, namun juga bermain di area sains. Kalau kita mengenalnya fisika, matematika, nah saya bermain di wilayah itu,” katanya.

Melalui gamelan kontemporer ini, Yudane mengajak penonton untuk berpikir. Meski berbeda karena dianggap musik baru, namun Yudane berharap ada satu hal yang bisa ditangkap oleh penonton yang dianggap menarik. “Ini (musik yang ditampilkan) tidak ada tujuan menghibur sebenarnya, tapi untuk mengajak berpikir. Dua gamelan pertama itu adalah gamelan asli dari Tenganan yang kita rasa sangat comfortable dan nyaman di telinga. Nah mulai gamelan ketiga hingga terakhir, mungkin terdengar berbeda karena itu musik baru. Tapi paling tidak, ada satu hal yang bisa masuk ke dalam dirinya, yang dianggap menarik. Itu cukup bagi saya,” sambungnya.

Proses kreatif untuk menggarap gamelan baru ini diakui Yudane tidak terlalu lama, sebab dia sudah didukung oleh para pemain gamelan yang telah memahami dan bisa membaca not. “Proses kreatifnya tidak terlalu lama, karena musician (pemain gamelan) di sini readingnya bagus. Jadi saya menulis, mereka membaca not, dan langsung bermain. Jadi tidak seperti cara tradisional yang latihan menggunakan panggul,” tandasnya. [*] [rilis]

Tags: Festival Seni Bali JanigamelanmusikWayan Gde Yudane
tatkala

tatkala

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Ilustrasi: Nana S Partha
Esai

Jangan Sampai Kita Menjadi Turis Pembangunan Desa

Tulisan ini bertujuan untuk menampilkan perbandingan (komparasi) data dan analisa sederhana terkait data yang ditampilkan. Komparasi bisa dilakukan dengan menampilkan ...

March 7, 2020
Kunjungan siswa sekolah dasar ke ART BALI [Foto: Art Bali]
Kilas

Masih Berlangsung, Pameran Seni Rupa Kontemporer ART • BALI 2019 – “Speculative Memories”

Setelah diresmikan oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf, 12 Oktober 2019 lalu, pameran seni rupa kontemporer ART • BALI ...

December 6, 2019
Graffiti di tepi jalan. (Foto ilustrasi: penulis)
Esai

Polusi Visual di Ruang Publik

Pengalaman visual masyarakat urban tidak melulu tersusun atas tumpukan gedung, pemukiman, dan arus kendaraan. Kota menyimpan detail visual yang melimpah. ...

April 2, 2019
Esai

Buleleng, Pesona Pluralisme Nusantara dan Dunia

“Assalamualaikum, nggih Ibu, Ida masih di Singaraja, benjang Ida pulang ke Pegayaman. Nggih, Ida sampung ngajeng, nggih Ibu. Assalamualaikum!” Indonesia ...

September 17, 2019
Sumahardika
Esai

Lima Tahun Kalangan, Setelahnya Adalah Apa?

Mari berandai-andai jika suatu saat sebuah kelompok teater sudah tak lagi memproduksi pertunjukan, masihkah bisa kita sebut sebagai kelompok teater? ...

February 13, 2021

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In