tamu akan pulang ke rumahnya
mengutuk pertemuan dengan perpisahan
karena yang datang akan pergi,
dan yang hidup akan mati.
Sebagaimana tiap susun kata yang mengawali catatan ini; ini adalah catatan perpisahan dari suatu pertemuan, yang barangkali akan menjadi momen langka meski sebenarnya bersifat umum. Karena setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya perpisahan: antara cinta, kepulangan keluarga, dan kepergian sahabat atau teman atau kawan atau dengan sebutan yang lain. Karena setiap penamaan kepada orang terdekat memiliki sebutan-sebutan tersendiri. Bergantung tiap orang akan memberi nama apa kepada tiap-tiap orang yang datang dan menjadi karib.
KKN UNDIKSHA DESA PUHU, KECAMATAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR 2019.
Catatan perpisahan ini mewakili rasa keluh akan perpisahan kami ‘para Mahasiswa KKN Undiksha di Desa Puhu’. Kenangan yang tertanam pada diri kami yang ada di Desa Puhu adalah bentuk duka-suka pada hari-hari yang sempat dilalui bersama, dalam berkegiatan ‘menjalankan program kerja’ maupun ketika memasak: makan bersama dan menikmati hari-hari dengan santai dan penuh tawa-tiwi antarsejawatnya.
Dari program KKN ‘Kuliah Kerja Nyata’ yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), saya selaku penulis catatan ini dan sekaligus sebagai anggota KKN di Desa Puhu mendapat banyak pengalaman, dari desa maupun dari para masyarakatnya yang sangat baik menyambut dan menerima kedatangan kami segenap mahasiswa yang akan melaksanakan KKN untuk menimba ilmu. Hal semacam itu terlihat, dari betapa akrabnya para Mahasiswa KKN dengan masyarakat: petua maupun pemuda.
Bukan hanya dari mahasiswa saja yang sering datang menemui atau bermain ke rumah-rumah masyarakat, tetapi dari para masyarakatnya juga sering membalas kedatangan para mahasiswa yang bermain ke rumahnya dengan cara mendatangi posko/Balai Banjar Puhu yang oleh kami dianggap sebagai rumah sementara. Posko atau rumah sementara ini oleh kami tidak sekadar dijadikan tempat tidur, memasak, tempat bercanda, atau apalah yang mencakup kata SEBATAS kebutuhan-kebutuhan yang kami perlukan.
Tapi posko tersebut oleh kami dikemas dengan sebisa mungkin, menjadi tempat-tempat alternatif dan berguna bagi masyarakat desa; salah satunya menjadikan sebagai tempat Taman Belajar, yang menyasar pada siswa-siswa yang ada di SD se-Desa Puhu. Para peserta ‘anak didik’ yang datang cukup antusias sampai-sampai kami seringkali kewalahan dengan waktu yang terpelintir sangat sedikit, sedangkan program kerja yang dijalankan setiap harinya juga membutuhkan waktu yang lumayan lama. Mereka anak-anak yang selalu terpanggil untuk belajar, sehingga mereka memanggil-manggil kami untuk siap mengajar.
Terkadang ketika hendak berbaring untuk istirahat dan ingin tidur sesudah melaksanakan program kerja yang sudah terjadwal, mereka datang beramai-ramai dan berteriak-teriak sebagaimana wajarnya anak kecil ketika memanggil ibu dan bapaknya.
Jika keadaannya sudah begitu, maka mata kami yang sebelumnya sudah merencanakan tidur pulas akan tertunda dengan panggilan mereka yang meraung dari depan teras. Kedatangan mereka tak dianggap sebagai pengganggu, tetapi sebagai malaikat kecil yang hendak ingin mengajari kami ‘Mahasiswa KKN’ agar tidak bermalas-malasan dan mengisi waktu kosong dengan tidur seperti kebo sesudah kenyang memakan rumput yang diberi tuannya.
Kami pun tanggung jawab dengan panggilan mereka yang meminta kami untuk membimbingnya belajar. Kami tentu tidak bisa menolak atau mengingkarinya dan menyuruh mereka pulang atau berpura-pura tidur; tidak mau mendengar panggilan mereka yang seperti anak ayam bercari induknya.
Sebagaimana adagium kuno yang mengatakan: yang memulai maka yang harus bertanggung jawab. Maka itu prinsip yang kami pegang dengan teguh dan disimpan rapi dalam tiap-tiap lubuk hati masing-masing anggota mahasiswa KKN di Desa Puhu. Dan kami pun dengan keteguhan prinsip itu memulai kegiatan Taman Belajar dengan senang, santai, dan bermakna, bahkan setiap hari—sampai sekarang. Hingga catatan ini lahir sebagai pelengkapnya bersama ucapan terima kasih atas yang sebentar lagi pergi.
SOSOK PENTING
Kami bukan kelompok yang dimaksud Chairil Anwar atau yang tersebut dalam penggalan sajaknya: binatang jalang//dari kumpulannya yang terbuang. Tapi kehadiran kami menimba ilmu di desa ini juga tak lepas dari sosok bapak ‘pembimbing’ Prof. Dr. I Nyoman Adi Jaya Putra, M.A dan sosok ibu ‘monev/pemonitoring’ Dr. Desak Putu Parmiti, M.S.
Jadi, kami seperti dalam posisi menjadi anak dari mereka berdua, selain karena kebetulan yang membimbing dan mengawasi adalah pria dan wanita, selayaknya bapak dan ibu. Juga karena sikap dari keduanya yang sangat lembut dalam membimbing dan mengawasi kami, sehingga pada waktu kami membuat kesalahan dalam program kerja yang disusun ataupun yang sudah terlaksana, mereka tak lepas memberi arahan dan solusi, mereka tetap ingin ‘merawat’ seperti halnya meluruskan sebatang kayu yang bengkok, demi sebuah kecapakan pada suatu hari nanti, ataupun menginjak pada waktu-waktu jauh masa depan.
Selain itu, tak hanya dari dua sosok: pembimbing dan monev/pemonitoring itu saja yang memiliki peran penting bagi kesuksesan KKN yang kami laksanakan, tapi juga tak luput dari peran Bapak Kepala Desa I Gede Brata Aginawa S.H berserta jajarannya yang telah sungguh-sungguh memberi pengayoman yang luar biasa, mengawal dengan penuh ketelatenan, dan menyajikan pendidikan-pendidikan nyata yang sulit terjangkau dengan teori-teori yang mengawang-awang di sekitaran kampus.
KEPADA SEGENAP ANGGOTA KKN UNDIKSHA DI DESA PUHU TAHUN 2019.
Sebelum mengarah pada salam-salam perpisahan, rasanya tidak lengkap jika tak mendahului dengan menyebut nama-nama anggota Mahasiswa KKN yang ada di Desa Puhu.
Bukan karena apa? Atau bagaimana? Tetapi ibarat sebuah peluru yang akan terlepas dari pistol seorang sniper, memang kurang lengkap jika tak menyebut satu persatu nama mereka yang tersasar atau mencantumkan dalam catatan ini, antara lain: I Made Mahendra Saputra, Komang Ukir Tirta Yasa, Made Tedi Kurniawan, Ida Bagus Gede Surya Pangestu, I Kadek Astika, B. B. Soegiono, Ni Made Ratih Marlina, Monica, Ni Kadek Lia Windayani Putri, I Gusti Ayu Putri Pradnyandari, I Gusti Ayu Made Putri Ratmanacika AD, Ni Luh Eni Kadeari, Ni Putu Januarda Supriyanti, Ida Ayu Reinditia, Ni Kadek Dwi Trisna Rahayu, Desak Putu Intan, Mega Ningrum, dan terakhir Komang Paramitha Putri Arya Naraswari.
Semua nama-nama tersebut memiliki jasad sebagai penghuni posko/Balai Banjar di Desa Puhu ‘Banjar Puhu’. Yang sebentar lagi akan jarang sekali bertemu, bahkan ada yang tidak akan bertemu, jika tanpa sebuah rencana—merencanakan pertemuan. Karena faktor jarak yang cukup terbilang jauh. Dan sangat tidak memungkinkan jika harus bertemu setiap hari seperti sediakala ketika masih berkumpul dalam satu atap posko KKN. Semua akan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing dan jika berharap bertemu dalam satu ruang kuliah sangat tidak mungkin, karena dari segi anggotanya yang mencakupi lintas jurusan.
Jadi untuk saling bertatap muka, hanya akan terjadi sekali-kali kecuali yang sedang terjebak Cinlok ‘Cinta Lokasi’, mungkin akan menyisakan waktu-waktu sibuknya untuk tetap saling bertemu. Meski tak seperti ketika masih tinggal satu posko. Namun dengan besar duga, mereka tetap menyisihkan masing-masing waktunya untuk saling bertemu satu sama lain. Sebab jika tidak demikian, kemungkinman cinta yang terjebak karena lokasi itu akan gugur mengikuti alur KKN dan waktu yang telah ditentukan lembaga selama 6 Minggu, yang dimulai dari tanggal 24 Juni – 10 Agustus 2019.
Sekali lagi terucapkan untuk mengakhiri Catatan Terakhir ini: mungkin memang begitu; sebagaimana pertemuan harus menjamu perpisahan—seperti yang akan kami alami sebentar lagi, tingga menghitung siang dan beberapa malam saja. Untuk itu semua, tak ada kata-kata yang istimewa untuk menyambut perpisahan itu, hanya bisa menyambut dengan ucapan terima kasih yang barangkali akan menjadi ucapan terakhir untuk saling merayakan atas sebuah hadiah pertemuan dan pengalaman yang ‘kan segera usang. Dan kami juga menganggap itu semua sebagai bagian dari pelajaran, yang mungkin tidak hadir di atas kursi dan bangku kelas kuliah.
CATATAN KHUSUS DARI PENULIS
Kepada kalian semua, catatan ini pun akan segera berakhir dan akan segera tertutup. Namun sebelum itu, izinkan untuk mengucapkan terima kasih atas kemarahannya, yang menjadi pelajaran untuk menjadi sabar, terima kasih atas kesabarannya yang menjadi pelajaran untuk ditiru, terima kasih atas kebaikannya, yang menjadi pelajaran untuk menjadi baik, dan terima kasih atas semua hal-hal yang pernah kalian lakukan, kalian lukis, dan kalian perbuat, untuk menjadi pelajaran; menyadarkan bahwa dunia ini penuh dengan warna-warni manusia, dengan karakter-karakter yang berbeda/beragam. [T]
salam terhormat, kepada pertemuan yang mengajari ikhlas dalam menyikapi perpisahan (Gianyar, Puhu, 7 Agustus 2019)