5 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Perjalanan
Pesona alam Bukit Arak-Arak, Bondowoso (Dokumentasi: Mochamad Rifa’i)

Pesona alam Bukit Arak-Arak, Bondowoso (Dokumentasi: Mochamad Rifa’i)

Cerita Kecil dari Liburan di Bondowoso: Dari Bukit Arak-arak Hingga Situs Glingseran

Mochamad Rifa’i by Mochamad Rifa’i
April 3, 2019
in Perjalanan
43
SHARES

Baru kusadari. Ternyata saya punya tempat untuk bercerita. Mencurahkan isi hatiku. Berbagi pengalaman, berbagi kesederhanaan. Semua saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Salah satunya tulisan amatiranku ini. Entah kapan saya mulai tertarik dengan dunia menulis. Dan terkadang saya bingung. Saya suka menulis tapi tidak tahu dimana genre menulisku. Kemudian setelah saya membaca salah satu buku yang ku pinjam dari teman tetangga kost, saya mempunyai gairah untuk menulis.

Buku itu berjudul “TE-WE (Travel Writer)” karya Gol A Gong. Buku yang sederhana, namun mampu membawa pembaca mengikuti alur cerita. Seakan pembaca perlahan digiring bagaimana mudahnya untuk menulis. Tidak usah bingung-bingung, ketika kamu berpergian itupun bisa kamu ceritakan dalam bentuk tulisan. Luar biasa. Sangat mudah bukan? Itu yang bisa saya petik dari buku itu.

Itulah salah satu alasan kenapa saya tertarik menceritakan perjalananku di liburan Nyepi yaitu Kamis, 8 Maret 2019.

Ini adalah kali ketiga saya merasakan suasana Nyepi selama tinggal di Bali. Bagiku itu adalah pengalaman yang luar biasa, karena dapat merasakan dan menikmati suasana Nyepi. Namun Nyepi kali ini saya memilih untuk meninggalkan Bali sejenak. Bukan karena saya terasa kesepian, yang jelas karena ada suatu alasan.

Dua hari sebelum menjelang Nyepi, saya dan beberapa temanku memutuskan untuk melakukan perjalanan ke sebuah kota yang ada di Jawa Timur. Tepatnya di kota Bodowoso. Selasa, sekitar pukul 17.00 WITA, saya, Jaswanto, dan Zainul Fikri, Alaudin, Achmad Chalim, dan Faruq Hasan berangkat menuju pelabuhan Gilimanuk. Mereka semua berpasang-pasangan kecuali saya dan Faruq menyetir motor sendiri.

Beberapa jam kemudian kami memutuskan untuk makan malam di warteg dekat pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Nasi pecel dicampur sambel lalapan. Nikmat sekali. Setelah makan malam, kami berpisah dengan ketiga teman yaitu Achmad Chalim, Alaudin, dan Faruq. Mereka memang bertujuan untuk pulang ke Banyuwangi. Sedangkan saya, Zainul Fikri, dan Jaswanto melanjutkan perjalanan kami menuju Bondowoso.

            Malam itu pengalaman pertamaku menyusuri jalan di sepanjang Alas Baluran. Sangat panjang ternyata. Namun saya tidak tahu persis berapa panjangnya, sebab saya tak pernah mengukurnya. Hahaha.

            Sepanjang perjalanan itu kami saling bergantian nyetir. Apabila salah satu dari kami bertiga merasa lelah, maka kami mau tidak mau harus ganti posisi nyetir motornya. Memang itu sudah kesepakatan kami di awal.  

Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kota Bondowoso? Tape Bondowoso? Ya, benar sekali. Namun selain terkenal dengan kota tape, Bondowos juga memiliki segudang cerita tentunya. Penasaran? Baca tulisan ini sampai tuntas!

Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso adalah tujuan kami. Saya menghela nafas panjang. Karena Jaswanto mengatakan bahwa rumah Taufik sudah dekat lagi. Karena saya sudah tidak sabar untuk meluruskan badanku. Masak badan diluruskan? Apalah itu namanya, saya kira kamu tahu maksdunya. Pantatku panas. Saya juga sudah benar-benar tidak bisa menahan mataku. Seakan terdapat lem yang merekat.

Iya, itulah alasanku pergi ke Bondowoso. Yaitu bersilaturahmi ke rumah Taufik tetangga kostku.

Sepanjang perjalanan menuju kampung, banyak terdapat pemakaman. Itu hal biasa. Justru yang membuatku bertanya-tanya, mengapa banyak orang malam-malam di kuburan? Itu saya temui tidak hanya dalam satu tempat saja. Kalau tidak salah sekitar tiga pemakaman terdapat orang-orang berkumpul dan terdapat lampu sebagai penerangnya. Ada apakah itu?

Rabu, sekitar pukul 02.00 WIB, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Kedatangan kami disambut hangat oleh keluarga Taufik. Kami dipersilahkan untuk masuk. Bersalaman sekaligus berkenalan dengan keluarga baru. Ada mbak Titin kakak perempuan, dan ada Cak Yasit suami mbak Titin, jadi sebagai kakak iparnya Taufik.

Kami berbincang-bincang sejenak sembari menunggu Taufik pulang. Kemudian saya bertanya kepada mbak Titin, “kemana Taufik pergi, Mbak?”

Mbak Titin menjawab, “Oh… anu, ada tetangga habis meninggal dan Taufik sepertinya sedang di kuburan sekarang, Dik”

“Baru dikuburkan sekarang Mbak?” Zainul Fikri menimbrung.

 “Ndak… kemarin, cuma orang sini kalau ada orang meninggal kuburannya harus dijagain sampai lima belas hari,” mbak Titin menjelaskan.

Okkay fix, saya sekarang paham. Jadi saya dapat menyimpulkan bahwa sepanjang perjalanan memasuki kampung ini terdapat banyak orang di pemakaman, ternyata mereka sedang menjaga kuburan tersebut. Itu pertanda bahwa ada orang yang baru meninggal.

Kepercayaan warga setempat bahwa jika orang yang baru meninggal lalu dikuburkan, kemudian jika kuburannya tidak dijagain hingga lima belas hari akan terjadi sesuatu pada kuburan tersebut. Sebuah makhluk halus bernama godong akan mencari dan menggali kuburan jenazah yang baru dikuburkan sebelum lewat limabelas hari. Katanya makhluk tersebut sejenis hewan setengah manusia. Ah, agak sedikit susah dijelaskan.

Namun warga sekitar menyakini bahwa mahkluk tersebut benar adanya, dan sukanya mencari jenazah yang baru dikuburkan sebelum lewat limabelas hari. Oleh sebab itu, orang-orang bersedia menjaga menjaga kuburan malam-malam sampai lima belas hari. Bahkan beberapa orang tersebut ada yang dibayar oleh keluarga yang bersangkutan, tapi tidak tahu berapa. Yang jelas penjaga kuburan limabelas hari ini tidak gratis. Mungkin barangkali juga ada yang ikhlas membantu tanpa harus dibayar.

Tak lama kemudian Taufik datang bersama seorang teman. Kehebohan pun terjadi. Padahal kalau tidak salah hari itu sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Kami berbincang-bincang ngalor ngidul. Tapi saya sudah tak sanggup lagi melawan kantukku. Ku putuskan untuk berbaring dan kemudian tidur.

Saya tidur sangat nyenyak, begitupun teman-teman yang lain. Ternyata setelah ku lirik jam di gawaiku jam menunjukkan sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Sontak saya terbangun.

Saya merasakan suasana desa yang benar-benar masih alami. Suara kicau  burung dipagi hari, sumur yang masih tradisional, kran air yang masih agak langka kebanyakan hanya di masjid saya menemukan banyak kran air. Sisanya hanya warga tertentu yang memiliki kran air sendiri. Selain itu masih banyak orang-orang yang mencuci baju di sungai, mandi di sungai, bahkan orang sekitar masih jarang yang memiliki kamar mandi di dalam. Mereka masih banyak menggunakan jamban. Benar-benar masih suasana desa. Ini mengingatkanku pada jaman sebelum saya sekolah TK dulu.


Bukit Arak-Arak, memiliki udara yang sejuk dengan pemandangan yang sangat indah. (Dokumentasi: Mochamad Rifa’i)

Dan yang paling saya suka dari desa ini adalah udaranya. Sejuk. Karena desa ini terbilang daerah pegunungan. Ya, seperti ala-ala Bedugul gitu. Hehehe. Tapi benar, kok, udaranya sangat sejuk. Bahkan matahari jarang menampakkan diri.

Tak hanya itu saja. Ternyata di desa Glingseran ini terdapat sesuatu yang luar biasa. Sebuah peninggalan sejarah, yaitu sarkofagus terpampang nyata di desa ini. Bahkan tempat ini dijaga oleh juru pelihara Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.

Untuk menuju ke sana harus jalan kaki melewati sebuah ladang-ladang sekitar lebih kurang 200 meter. Karena memang peninggalan sejarah ini terdapat di tengah ladang masyarakat.

Benar. Sebuah situs sarkofagus dari peninggalan jaman megalitikhum terdapat di Desa Glingseran. Kami memasuki ladang jagung. Batu-batu tersebut terdapat di tengah ladang jagung. Karena pas kami berkunjung di sana, warga sekitar lagi musim menanam jagung.

Batu petama terlihat setengah permukaan saja. Masih belum memperlihatkan ciri-ciri peninggalan sejarah. Hanya terlihat seperti bongkahan batu besar hitam yang sudah lapuk dimakan usia.


Sarkofagus yang pertama yang terdapat tidak jauh dari jalan akses menuju ke Situs Bersejarah Glingseran (Dokumentasi: Taufikur Rahman)

Baru setelah beberapa meter dari batu pertama terdapat batu yang besar. Panjangnya sekitar 3 meteran. Batu yang kedua ini sepertinya terbelah. Karena terlihat kedua sisi batu ditengahnya terdapat jarak yang sedikit terpisah. Namun dalam batu itu dalamnya terdapat seperti bidang ruang. Sarkofagus ini fungsinya sebagai keranda yang terbuat dari batu besar berbentuk lesung atau palung yang terdapat tutup di atasnya.

Saya membayangkan, orang jaman dulu ternyata sudah memiliki pemikiran dan teknologi yang hebat. Bayangkan saja, peralatan apa yang mereka gunakan untuk memahat batu sebesar itu? Hebat bukan? Jelas, luar biasa.

Menginjak batu yang ketiga. Hampir sama bentuknya. Seperti batu yang ke dua. Namun batu yang ketiga ini ukurannya yang agak sedikit kecil dibandingkan batu yang kedua. Dari ketiga batu tersebut yang memiliki ukuran paling kecil adalah batu yang pertama.


Zainul Fikri mengabadikan momen di Sarkofagus yang kedua (Dokumentasi: Taufikur Rahman)

Jadi, dari batu-batu inilah saya bisa menemukan hal baru. Bahwa Indonesia kaya akan sejarah. Tapi sayang, ketika kami ke sana tidak terdapat sebuah papan informasi yang menandakan tulisan singkat batu ini. Namun kata salah satu teman kami asal Desa Glingseran, dulunya pernah terdapat papan informmasi yang berisikan deskripsi dari masung-masing batu. Namun kini sudah tidak ada jejaknya. Rusak ataukah bagaimana, ia mengatakan juga kurang tahu.

  Kabupaten Bondowoso menjadikan Desa Glingseran sebagi objek tujuan wisata sejarah purbakala. Meskipun mengandalkan situs sejarah sarkofagus sebagai daya tarik wisata, pada kenyataanya pemerintah setempat masih kurang memerhatikan akses jalan menuju ke tempat tersebut.

Situs ini sangat cocok sebagai sarana edukasi. Selain itu bagi anak Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) sangat cocok sebagai objek tujuan jelajah. Karena melewati ladang-ladang yang berundak. Penasaran dan tertantang ingin tahu seperti apa situs sejarahnya? Datang langsung ke Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso. [T]

Tags: alamBondowosojawaJawa TimurPariwisata
Mochamad Rifa’i

Mochamad Rifa’i

Lahir di Tuban, 12 Juli 1996. Belajar menjadi manusia kuat, dan kokoh tak tertandingi yang bermodalkan nekad dan niat. Bismilah, atas ijin Tuhan semua akan baik-baik saja.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Foto ilustrasi: Mursal Buyung
Opini

Semester 7, Masa Tua Mahasiswa, Masa-masa Menakutkan…

  SEMESTER 7 itu adalah masa-masa tua bagi mahasiswa dan menakutkan. Benarkah? Semester 7 adalah semester tua. Jika semester 7 ...

February 2, 2018
Ilustrasi: Polenk Rediasa
Ulasan

Buku Cupak Tanah: Teater Kampung di Panggung Modern

Judul Buku: Cupak Tanah – Enam Naskah Drama Pengarang : Putu Satria Kusuma Penerbit : Mahima Institute Indonesia Tahun Terbit ...

February 2, 2018
I Gusti Putu Rakadhanu (kiri) dengan moderator Made Sugianto dalam workshop Lagu Pop Bali di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Parade Lagu Daerah Bali selalu menjadi salah satu primadona di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) setiap tahunnya. Untuk memantapkan parade ...

March 13, 2020
Valiant Budi
Esai

“Apa yang Kaucari di Ubud, Vabyo?” – Berbincang dengan Valiant Budi, Penulis “Forgotten Colors”

  VALIANT Budi mulai menulis novel pada tahun 2007 berjudul Joker, Ada Lelucon di Setiap Duka. Selanjutnya, ia terus berkarya; ...

February 2, 2018
Pedagang lalapan di balik pagar  yang buka tapi tertutup
Khas

Semua Akan Ilegal Pada Waktunya | Cerita Dagang Lalapan Unik di Malam PSBB

Di masa krisis ini ketegangan seolah hal biasa. Ini karena dua keadaan yang kita hadapi setiap hari. Yakni, menghadapi jam ...

January 28, 2021

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In