25 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan

Manafsir Lagu Rindu dari Hujan – Catatan Buku Puisi IGA Maya Kurnia

I Putu Agus Phebi Rosadi by I Putu Agus Phebi Rosadi
March 31, 2019
in Ulasan
43
SHARES

Sebuah teks (puisi) adalah sebuah piknik seperti apa yang dikatakan Zvetan Todorov. Saya setuju. Demikian pula sebaliknya sebuah piknik, bisa jadi sebuah teks.  Sebuah teks, memang kerap adalah hasil sebuah perjalanan. Kita pergi ke suatu tempat, lalu menulisnya.

Inilah yang kemudian saya katakan bahwa pekerjaan menulis puisi adalah pekerjaan yang mengharuskan penulisnya untuk mengalami paling tidak secara visual. Menyerap apa yang kita lihat. Mengunjungi atau melihat tempat yang memang benar ingin ditulis. Tempat, barangkali saja bukan tempat yang senyatanya adalah realita. Tempat hemat saya, juga bisa berupa peristiwa yang mana kita bisa menemempatkan tubuh di sana. Kenangan, misalnya adalah sebuah tempat dimana kita bisa hadir di dalamnya.

Kenangan memang masih saja kerap menjadi sebuah elemen puisi paling laris. Berangkat dari hal itu.  Jika setuju, Puisi adalah sebuah hasil tangkapan yang mengungkapkan sebuah ketakjuban. Puisi adalah proses simbolik dan mimetik dalam tubuh kita. Segala sesuatu mungkin kita tiru dari apa yang kita rasakan dan kita akhirnya membiarkan naluriah dalam tubuh kita menyimbolkannya dalam sebuah bahasa.

Puisi-puisi Maya Kurnia bagia saya hampir semuanya adalah sebuah ketakjuban pada sebuah kenangan. Kata-kata yang kerap menjadi simbol sebuah kenangan amat berserakan dan saya merasa yakin untuk tak perlu menghitungnya demi sebuah pembelaan bahwa kata-kata menjadi simbol itu memang benar banyak adanya. Bagaimana Maya takjub kepada hujan yang membawakannya suatu ingatan akan kerinduan dapat kita lihat dari kutipan puisi yang berjudul

Menunggu Hujan Membawakan Lagu Rindu.

……………….

……………..

Menunggu Hujan di depan gedung kejaksaan,

seperti menunggumu beratus ratus hari lalu.

Kalimat beratus hari lalu sangat mencolok bahwa peristiwa yang muncul amatlah jauh di belakang. Sesuatu yang jauh di belakan itulah simbol bahasa dari sebuah kenangan. Ternyata medan kenangan yang dibawa hujan sanggup membawa Maya Kurnia pada sebuah tingkat estetika puisi yang menyentuhnya sangat dalam.

Demikian juga dalam puisi Biarkan rindu ini

………….

…………………

Aroma getah ranting patah

Mengingatkanku tentang ratusan hari

Maya masih tak melepaskan ingatan dari kepalanya. Ia seperti mengatakan Ingatlah sebuah kenangan, maka kita akan takjub seperti sebuah perasaan ketika jatuh cinta. Sebenarnya, tanpa ditulispun, ingatan akan hal semacam itu adalah elemen puisi. Tapi sebagai puisi yang utuh, tentu saja ia harus ditulis.

Di lain puisi, dalam puisi  Memandang hujan

Kamu mengukir diri di dinding jiwa

Menyusun notasi lagu hujan di Juli

Menyetubuhiku pada setiap derasnya

Sekalipun hamil anggur cintaku

Aku tak peduli

Memandangi hujan saat ini

Seperti seranjang denganmu saat itu

Maya Kurnia membuat saya sadar bahwa puisi hemat saya adalah deretan kata-kata yang harus tampil serentak. Mengutip Nirwan Dewanto dalam Gerimis Logam, Mayat Oleander Mungkin kita bisa saja membayangkan setiap bait sebagai sebuah paragraf yang sebagian besar unsurnya hilang.

Dalam puisi di atas muncul pasangan kata Hamil Anggur Cintaku. Kita hanya menebak apakah kata anggur mewakili kemanisan hubungan, atau kemabukan. Juga dalam kalimat Notasi Lagu Bulan Juli. Kita hanya menebak unsur yang hadir sebagai elemen puisi itu. Bagaimanakah notasi lagu hujan bulan juli. Jika dalam prosa mungkin hal itu akan dijelaskan, apakah lagu hujan bulan juli dalam konteks penulis itu adalah hujan yang lebat dan menyebabkan dingin, atau hujan ritmis yang membuat suasana lebih sendu.  

Nah unsur semacam itu amat sulit kita tebak dan hadirkan secara pemaknaan yang pasti. Jika pun kita berupaya menghadirkan unsur itu, maka tidak tersedia cukup peluang untuk itu. Puisi itu seperti melompat cepat menuju akhirnya sendiri. Melalui puisi, bahasa meragukan dirinya sebagai alat komunikasi.

Puisi-puisi Maya Kurnia yang lain juga hadir hampir memiliki ciri, jenis, dan struktur yang sama, bangun yang sama. Maya kerap mengulangi komposisi puisi yang satu dengan puisi lainnya.

Saya kira, puisi-puisi Maya Kurnia adalah sebuah momen yang digubahnya menjadi puisi suasana. Ia kadang menyelipkan tempat-tempat —yang hemat saya, ia fungsikan sebagai properti pada tubuh puisi. Apa yang saya tafsir dalam puisi-puisinya barangkali sebuah fokus peristiwa yang menjadikan ruh puisi itu sendiri. Tipografi dalam puisinya juga hampir semuanya standard dan tak neko, dalam artian ada upaya melakukan eksperimen.

Ia juga tak melakukan varian lain seperti memainkan makna, atau usaha untuk membangun filsafat. Ia menjatuhkan gaya penulisan puisinya pada taraf penciptaan makna. Maya kerap pelan-pelan membangun sebuah kenangan seolah-olah surut dan larut pada sebuah keadaan. Ia seakan bicara, ah, sudahlah kenangan, kau mungkin boleh datang bertandang dan diam lebih lama. Dalam puisi berikut ini  maya dengan jelas melakukan hal itu.  

Cinta rahasia

………………

………….

Peluk aku erat

Di antara ruang waktumu

Kita akan bicara

Dengan bahasa hati

Tentang cinta rahasia

Melewati masa reinkarnasi

Sungguh, aku rindu :

Mengurai peluh denganmu

Maya membiarkan kenangan hidup dalam dirinya bahkan hingga tahap reinkarnasi. Kenapa Maya Kurnia takjub dengan kenangan atau waktu yang telah berlalu? Inilah yang disebut Stephen Hawking sebagai panah waktu yang berarah mundur.  Manusia adalah mahluk yang hidup dengan panah waktu psikologi yang berarah mundur, bukan ke depan. Sebab itulah manusia sanggup menapak ke masa lalu, sedang masa depan, adalah objek yang belum terpecahkan.

Menapak hal itu, Maya Kurnia,  ingin benar memelihara rasa takjubnya lebih lama. Ia benar-benar menikmati kenangan itu dan membiarkan dirinya surut larut. Munculnya kata reinkarnasi bagi saya adalah sebuah penanda waktu yang lama. Ia sebagai ikon yang mewakili makna waktu yang tak terbatas. Saya sendiri tak sanggup menafsir, apalagi memastikan, kapan kita akan mengalami reinkarnasi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk reinkarnasi. Tak pernah terkira.

Setelah Menikmati tamasya kenangan yang disuguhkan Maya Kurnia dalam puisi-puisinya, saya kira ia jarang sekali menjatuhkan pilihan pada kata kompleks yang membuat kita mencari dan menafsirkan makna. Ia lebih memilih kata-kata sederhana yang memang familiar ketimbang melakukan upaya adopsi atau melakukan neologisme, penciptaan diksi dan idiom.

Ketika kata tak kita temukan di kamus dan di pasaran, maka kita harus buat sendiri dengan tujuan tertentu. Bisa untuk mewakili apa yang kita ingin sampaikan atau memang sengaja mencari bentuk yang baru. Ole melakukan itu. Belalang Tanah, Tikus bunga, Ulat Beruang. Ini adalah kemampuan menghibrida. Mencangkok sebagian genetika penamaan.

Contoh lain yakni, Umbu juga melakukan neologisme, ia menciptakan kata Deskara, misalnya. Kita menebak nebak arti kata tersebut. yang ternyata adalah singkatan dari desa kala patra. Tapi memang begitulah tugas yang tidak sengaja dibebankan kepada penyair. Meskipun dalam hal ini tak semua yang diciptakan berhasil. Dan sebagai pembaca yang lepas dari penulis, menghadapi hal semacam itu amat sulit dan bisa saja keliru seperti apa yang dilakukan Zen Hae tempo lalu pada diskusi Salihara.

Zen mengira kata akanan dalam bujuk pangkal akanan (Sajak Putih) adalah neologisme yang bisa tafsir artinya sebagai sesuatu yang akan terjadi. Akan-akanan. Tapi dengan segera gunawan muhamad mengoreksi dan mengatakan bahwa kata akanan memang ada dalam kamus lama yang berarti kali langit. Hal seperti itu memang kita sadari kerap terjadi bila kita memang benar melepaskan teks dari penulisnya.

Meksipun Maya Kurnia tak melakukan hal semacam itu, puisi-puisinya memamng masih enak dinikmati sebagai puisi. Barangkali, begitulah tujuan ia menulis puisi. Dan  tentu saja ada banyak tujuan dan pertanyaan sebelum menulis puisi. Misalnkan, bagaimana takaran puisi agar pas dan memiliki bentuk utuh dan mendekati sempurna? Bagaimana menulis puisi agar berbeda dengan puisi orang lain? Bagaimana menemukan bentuk baru dalam menulis puisi?

Dan pertanyaan yang paling sederhana dalam menulis puisi adalah bagaimana mengungkapkan perasaan lewat puisi. Dan saya kira puisi puisi Maya Kurnia adalah upaya untuk menjawab pertanyaan terakhir itu. Sebab itulah, mudah-mudahan saya tidak salah untuk mengatakan bahwa Maya Kurnia tidak labil dalam puisi-puisinya. Ia setia memilih bentuk puisi yang sama.

Begitulah kiranya saya mendekati puisi puisi Maya Kurnia dengan tafsir spekulatif. Maya menyerahkan pikirannya dalam kata-kata, sedang saya, sebagai pembaca datang dengan khazanah dalam kepala. Barangkali hanya dengan hal itulah saya bisa mendekatinya. Betapapun, hal yang saya dekati adalah puisi. Sesuatu yang tak serta merta memberikan jawaban atas siapapun yang memberikan pertanyaan setelah membacanya. [T]

Tags: BukuPuisi
I Putu Agus Phebi Rosadi

I Putu Agus Phebi Rosadi

Setelah menempuh pendidikan di Singaraja, ia kembali ke kampung halamannya di Jembrana untuk menjadi petani sembari nyambi jadi guru. Selain menulis puisi, ia juga menulis esai dan cerpen.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Devy Gita
Esai

Terkejut, Mengolah Kejutan dan Beradaptasi

Sudah 2021 ya? 2020 sudah lewat akhirnya? Selamat mengawali tahun yang baru untuk kita semua. Tahun sudah berganti lagi. Sudah ...

February 4, 2021
Esai

Tak Ada Jaminan Kesehatan Hari Ini – Catatan Novel Monster Kepala Seribu

"Jawaban yang mereka berikan kepada kami terus berubah-ubah; kadang mengulur-ulur, kadang membatasi; tapi pada dasarnya secara sistematis mereka menolak kami..."  ...

April 9, 2020
Nandur, menanam padi di Bali. Foto/Made Nurbawa
Opini

“Nandu” dan “Nandur” – Siapakah Pemilik Tanah yang Kita Tanami?

  MEMULAI menanam padi disebut nandur atau memula. Memula asal katanya “mula” atau “awal”. Kata nandur konon bermakna nandu atau ...

February 2, 2018
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Cerpen

Anak-anak Dongeng di Kepala Kompyang

Cerpen: Ni Kadek Desi Nurani Sari Dongeng-dongeng akhirnya pulang ke tutur kompyang. sesaat sebelum pagi menunjukkan diri. Lalu hari-hari memulai ...

February 2, 2018
Foto: koleksi penulis. Foto hanya ilustrasi (tak berhubungan langsung dengan isi tulisan)
Opini

Pernik PPL Mahasiswa: Cinlok Bisa jadi Spesial, Cinta Lama jadi Sial

KAMPUS, mahasiswa dan masa muda tidak akan pernah dapat dipisahkan dengan kisah percintaan. Di balik tugas-tugas kampus dan acara-acara mahasiswa ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Umberto Eco
Esai

Baca Lontar Bersama Umberto Eco

by Sugi Lanus
February 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1411) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In