13 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Catatan Nyepi: Sedih, Saya di Rumah Sakit, Saya Melanggar…

Nyoman Noviantini by Nyoman Noviantini
March 8, 2019
in Esai
82
SHARES

Deru suara meja dorong, ketukan lembut perawat dan gemerisik hujan, membangunkanku dari tidurku.

Dinginnya pagi dan suara lembut ibuku menyambutku di pagi ini, dengan rasa pegal di sekujur tubuhku, aku duduk termenung mencoba mengembalikan kesadaranku. Mengingat-ingat kembali mimpiku, dan di mana tempat aku terbangun.

Ya, saat ini aku bermalam di rumah sakit, tepatnya RSUD Kabupaten Buleleng, bersama dengan ibu dan saudaraku. Sudah 7 hari kami bermalam di tempat ini, kali keempat sejak sebulan terakhir bapak dinyatakan opname karena sakit yang diidapnya. Tempat ini seakan menjadi rumah kedua bagi keluarga kami, sejak 25 tahun lalu bapak mengidap penyakit Diabetes Melitus yang tak heran menyebabkan ia berulang kali diopname di rumah sakit.

Hari ini merupakan Hari Raya Nyepi bagi kami umat Hindu di Bali, berbeda dengan tahun sebelumnya, Nyepi kali ini kami laksanakan di rumah sakit. Bukan kali pertama, kami melaksanakan Nyepi di tempat ini, beberapa tahun silam tepatnya di tahun 2011 kami juga melaksanakan Nyepi disini, dan oleh karena suatu sebab yang sama.

Hujan turun seakan tak mengenal waktu, dari pagi hingga malam hari, hanya sempat beberapa kali reda, akan tetapi turun kembali. Beberapa sudut tempat terasa lembab, lantai yang dingin semakin dingin, plafon yang bocor, cacing tanah yang bermunculan, nyamuk keluyuran hingga bau tak sedap dari sampah yang terkena hujan. Sedikit terasa menyiksa, bagi kami yang tidur di lantai, yang hanya beralaskan tikar dan kasur lantai setebal 5 cm. Cukup untuk membuat tubuh kami terasa pegal ketika pagi datang.

Perayaan Nyepi di tempat ini tak begitu terasa, beberapa petugas dan perawat menjalankan kewajibannya sebagai mana biasa, kantin senantiasa buka selama 24 jam. AC, lampu dan beberapa peralatan lainnya tetap dioperasikan, dan suara bising tetap terdengar.

Catur Bratha Penyepian tak dapat kami laksanakan disini, oleh karena bapak yang tidak bisa tidur di siang hari tanpa AC (ketika hujan reda), dan penanganan perawat yang tidak bisa dilakukan tanpa penerangan lampu di malam hari. Internet masih bisa kami akses di sini, semata-mata untuk menghubungi kakak pertamaku yang tidak bisa bergabung dengan kami hari ini di sini, berat baginya untuk tetap bekerja di hari Nyepi dengan keadaan bapak yang sedang dirawat di rumah sakit, disela-sela waktunya ia menghubungiku untuk sekadar tahu bagaimana perkembangan kesehatan bapak.

Dan sebagian dari kalian mungkin juga bertanya, mengapa aku bisa menulis ini dan mengapa aku tak menjalankan Catur Bratha Penyepian yang dimana adalah tentang pengendalian diri sendiri.

Di pagi hari ketika aku terbangun dan usai membersihkan diri, aku sudah diminta untuk pergi ke bagian PMI yang jaraknya cukup jauh untuk mengambil sekantung darah untuk bapak, sehingga Amati Lelungan (tidak berpergian) dalam Catur Bratha Penyepian sudah aku langgar (meskipun sebenarnya tidak keluar dari areal RSUD Kabupaten Buleleng).

Amati Geni (tidak menyalakan api) sudah dilanggar dari awal karena lampu di ruang kami tidak pernah mati dari malam sebelumnya. Amati Lelanguan (tidak berfoya-foya) dilanggar pada saat aku mulai mengaktifkan handphone dan mengakses internet untuk mengabari kakak, usai itulah aku tak dapat mengendalikan diri sehingga dari siang hingga sore hari aku hanya mengutak-atik handphone dan menonton video di youtube, sungguh pengakuan yang mempermalukan diri sendiri. Dan

Amati Karya (tidak bekerja) terasa dilanggar karena beberapa kali aku melakukan pekerjaan kecil seperti membantu ibu membersihkan rembesan air hujan yang masuk ruangan akibat lubang-lubang kecil, dan membereskan tempat sampah yang tak jauh dari ruang kami karena mulai tercium bau yang tak sedap.

Aku dan keluarga juga tidak berpuasa, kondisi kesehatan kami yang tidak memungkinkannya. Ibuku sempat pergi ke dokter tempo hari karena suhu tubuhnya tinggi dan flu menyerang. Akupun mulai pilek dari 2 hari yang lalu akibat cuaca yang tak bersahabat, beberapa kali berpergian diguyur hujan dan tidur yang tidak cukup di malam hari.

Hal ini menyebabkan kami harus mengosumsi obat untuk memulihkan kondisi kesehatan, sehingga tanpa makan terlebih dahulu kami tidak bisa meminum obat kami masing-masing. Mungkin bisa dikatakan sebagai alasan pembelaan diri, tapi bagaimanapun itu, inilah keadaan kami disini.

Apa yang aku rasakan hari ini, mungkin juga dirasakan oleh mereka yang juga berada di tempat yang sama denganku. Ketika menuju ke bagian PMI, aku melewati beberapa ruang yang keluarga penunggu pasien tidur di pinggiran luar ruangan. Rasa iba menghampiri benakku, di hari yang dingin mereka tidur di luar ruangan dan hanya dengan alas tikar tanpa kasur lantai. Rasa pegal di tubuh seakan hilang, rasa menyesal sudah mengeluh mulai bermunculan.

Masih banyak bahkan sebagian besar dari penunggu pasien di tempat ini tidur dan melakukan aktifitasnya di luar ruangan. Hal ini tentunya bukan merupakan pilihan bagi mereka dan juga kami, kondisi kesehatan salah satu keluarga yang menurun di saat yang salah menjadikan malam-malam yang kami lewati begitu menyiksa diri. Berat, namun harus dijalani…

Tak begitu banyak hal yang aku lakukan di hari ini, sebagian besarnya adalah tidur dan merenung ketika mulai bosan dengan handphone. Banyak hal yang aku pelajari selama disini, utamanya tentang kesabaran diri. Terhitung sejak Hari Raya Kuningan beberapa bulan lalu, kali pertama bapak diopname, sempat pulang beberapa kali namun kembali lagi kesini sebanyak 4 kali, yang bisa dihitung sudah sebulan kami disini. Bukan hal yang mudah untuk dijalani, tanpa kesabaran diri mungkin aku sudah lari.

Bagaimana tidak, dari 3 bersaudara aku adalah anak terakhir dan satu-satunya perempuan. Satu-satunya anak yang bisa diandalkan untuk merawat bapak yang belum bisa bangun dan berjalan hingga saat ini. Butuh pengendalian dan penyesuaian diri, dan juga tidak sebagai keluhan diri. Di beberapa hari pertama aku masih sering mengeluh, namun ketika kondisi bapak menurun dan sempat koma beberapa hari, menghadirkan ketakutan akan kehilangan. Menjadikan pelajaran dan intropeksi diri, bahwa apa yang dimiliki saat ini bisa pergi tanpa permisi…

Apa yang aku tulis disini bukanlah semata-mata sebagai keluhan dari isi hati, ataupun berbangga diri karena menjalani Nyepi yang berbeda. Tetapi lebih kepada berbagi cerita kepada kalian semua, sebagai cerminan bahwa aku dan semua orang yang ada disini, oleh karena keadaan tidak dapat melaksanakan Catur Bratha Penyepian sebagaimana yang bisa kalian lakukan di luar sana, yang dimana hal ini aku rasa sebagai dosa diri.

Dan juga tulisan ini sebagai kenangan di masa depan, bahwa aku pernah mengalami hal ini disini, sebagai ingatan yang tak pernah pudar, terlebih kepada support dari keluarga besar yang tak henti-hentinya selama kami berada disini, baik berupa moril maupun materiil.

Semoga, hal ini menjadi kali terakhir aku dan seluruh penunggu pasien yang ada disini merasakannya. Dan semoga kalian semua juga tidak pernah mengalami hal serupa, hari ini, esok, dan selamanya.
Singaraja, 7 Maret 2019

Tags: Hari Raya Nyepi
Nyoman Noviantini

Nyoman Noviantini

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti Singaraja. Pacaran sambil kuliah, suka jalan-jalan,

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Pengurus Bekraf Denpasar. Sumber foto: facebook
Peristiwa

Denpasar Punya Badan Kreatif, Buleleng dan Tabanan Boleh Iri

KOTA Denpasar kini memiliki Badan Kreatif (Bekraf), sebuah lembaga resmi yang dikukuhkan Walikota IB Rai Dharma Wijaya Mantra, di Pendopo ...

February 2, 2018
Ilustrasi: Kadek Heny Sayukti
Cerpen

Aku Ambil Hatimu dengan Tanganku Sendiri

TAK tahukah kau bahwa aku sangat mencintaimu? Ya, aku mencintamu. Sangat mencintaimu. Dan apa kau tahu yang selama ini aku ...

February 2, 2018
Agus Wiratama || Ilustrasi tatkala.co || Nana Partha
Esai

Pertanyaan tentang Ekspresi Orang Bali dan Jawaban yang Menyesatkan

Sebelum “Om Swastyastu” yang baru belajar saya pakai, apa sapaan bagi orang Bali kalau bertemu? Pertanyaan ini lama saya pikirkan. ...

June 21, 2020
Foto: koleksi penulis
Opini

Roket Balon Alien: Terbangkan Imajinasi Anak, Lepaskan Zona Nyaman Guru

Alien sudah pulang mengendarai roket balon. Membawa Wiji Thukul menjelajah galaksi. Tanpa lembaran puisi ”Kenangan Anak-Anak Seragam.” Sebab, Wiji Thukul ...

February 2, 2018
Wulan Dewi Saraswati | @sarasvati_tarotbali
Esai

Mengintip Masa Depan Lewat Tarot, Candu atau Permainan?

Masa depan adalah hal unik yang ingin diketahui. Terlebih lagi, ketika kegalauan muncul akibat ketidakpastian akan hari esok. Bekonsultasi dengan ...

April 29, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Suasana upacara ngusaba kadasa di Desa Kedisan, kintamani, Bangli
Khas

“Ngusaba Kadasa” ala Desa Kedisan | Dimulai Yang Muda, Diselesaikan Yang Muda

by IG Mardi Yasa
April 10, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gde Suardana
Opini

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

by Gde Suardana
April 10, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1455) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (342)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In