26 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
I Gusti Bagus Arya Maheswara membawakan naskah berjudul “Teror”, di Aula SMAN 1 Tabanan. /Foto: mediapelangi.com

I Gusti Bagus Arya Maheswara membawakan naskah berjudul “Teror”, di Aula SMAN 1 Tabanan. /Foto: mediapelangi.com

Teror Kreatif Putu Wijaya di Tanah Kelahirannya – Catatan 3 Monolog dari Tabanan

Made Nurbawa by Made Nurbawa
February 2, 2018
in Ulasan
16
SHARES

 

ORANG Tabanan (sebaiknya) berbangga memiliki seorang maestro di dunia seni modern, drama atau teater dan film, yang lahir di Tabanan: I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Karena dengan begitu, Tabanan menjadi kabupaten yang punya maestro cukup lengkap dari berbagai bidang seni, misalnya Ketut Marya di bidang tari, Nyoman Nuarta di bidang patung, dan Made Wianta di bidang lukisan.

Bangga, karena di mana pun mereka tinggal, dan bagaimana pun terkenalnya Putu Wijaya dan maestro-maestro itu hingga ke seluruh dunia, mereka tetap disebut sebagai “orang Tabanan” yang bisa menularkan energi kreatifnya ke tanah kelahirannya di Tabanan.

Jika bukan mereka yang datang langsung menghembuskan napas kreatifnya ke kampung halaman di Tabanan, maka para seniman dan kreator Tabanan sendirilah yang menyerap napas kreatif para maestro itu di Tabanan. Para kreator di Tabanan tak harus mendatangkan mereka, tapi bagaimana cara menempatkan mereka sebagai Guru Drona, dan kreator Tabanan bisa belajar dengan media apa saja.

Mungkin itu yang dilakukan tiga orang dramawan muda Tabanan serta para kreator yang lain ketika menggelar pementasan monolog di Auditorium SMAN 1 Tabanan (SMASTA), Jumat 22 Desember 2017, mulai sore hingga malam hari.

Acara itu adalah salah bagian dari rangkaian Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya yang dimuali dari Singaraja. Festival itu sudah berlangsung di berbagai kabupaten dan kota di Bali, namun untuk yang di Tabanan tentu menjadi sangat istimewa karena Putu Wijaya yang 100 naskahnya dimainkan dalam festival itu memang lahir di Tabanan.

Monolog dan Lain-lain

Dalam acara itu dilangsungkan tiga pementasan monolog dari tiga dramawan muda Tabanan. Mereka masing-masing I Gusti Bagus Arya Maheswara membawakan naskah berjudul “Teror”, lalu I Gede Arum Gunawan membawakan naskah “Trik” dan  Ni Made Lisa Purwanti membawakan naskah “Kursi”. Ketiganya tampil sepenuh jiwa, sehingga penonton ikut larut menjadi dirinya sendiri.

Monolog adalah seni drama atau pementasan peran yang dilakukan oleh satu pemain atau sendirian. Walau  apa yang diucapkan oleh pemain tidak ditujukan kepada orang lain tetapi materi, topik dan metode komunikasi dalam seni drama ini bisa menjadi pengingat atau membawa pesan moral bagi orang lain. Ibaratnya seperti jaman now, ketika satu orang membuat status di media sosial, tetapi 12345 orang ikut terbawa perasaan (baper).

Memang, seperti dikenal banyak orang naskah-naskah monolog yang ditulis Putu Wijaya banyak mengangkat dinamika sosial, memuat kritik dan ditujukan sebagai “teror mental” bagi penontonnya.  Tidak terkecuali pada malam itu, penampilan monolog yang dibawakan oleh I Gusti Bagus Arya Maheswara, I Gede Arum Gunawan dan Ni Made Lisa Purwanti mampu memukau penonton dengan hebusan pesan moral yang teramat dalam.

Mas Ruscitadewi, dramawan dari Denpasar yang datang menonton mengatakan Arum Gunawan bermain hebat. Ia memainkan monolog Trik, permainannya nyaris sempurna, hanya di awal saja ia terpeleset, agak bingung mencari pembuka. Ia menggunakan trik ngarja (bermain arja – teater tradisional Bali). Main arjanya bagus, namun kesannya justru tidak nyambung dengan permainanan selanjutannya.

Ni Made Lisa Purwanti membawakan naskah “Kursi”.

Mas Ruscitadewi mengatakan, permainan monolog dari Arum Gunawan itu adalah salah satu permainan unggul yang pernah ia tonton di kalangan dramawan muda. Hanya permainannya kurang didukung oleh lampu dan tata artistic yang memadai.

Dwi Maheswara, yang memainkan naskah Teror, menurut Mas Ruscitadewi juga bagus mainnya. Dia bermain tanpa beban, mengalir dan mengalur dan enak sekali. Hanya pembagian karakternya masih kurang kaya, dan terkesan sepotong-sepotong. Tapi untuk ukuran anak SMA, permainan Dwi Maheswara sudah bagus sekali.

Lisa Purwanti yang memainkan naskah Kursi juga bermain lumayan tanpa beban. Dia tampak sangat nyaman dengan tubuhnya. Hanya saja permainannya masih monoton, irama dan karakter-karakter yang dimainkan kurang menonjol. Kalau ada yang melatih dan benar melatihnya, ia bisa jadi aktris monolog yang hebat.

Teror dan Napas Kreatif

Para dramawan muda Tabanan itu layak diberikan penghargaan setinggi-tingginya karena menjadi semacam terompet besar untuk menghembuskan napas kreatif Putu Wijaya ke tanah kelahirannya. Para dramawan inilah yang terkena teror kreatif dari Putu Wijaya dan menembakkan teror itu lagi ke para seniman muda lainnya.

Dengan begitu, diharapkan para tokoh-tokoh seniman tua, termasuk pejabat berkompeten di pemerintahan, ikut mendukung gerakan kreatif itu agar terus tumbuh maestro-maestro baru di daerah Lumbung Beras Bali itu.

Langkah Ketut Boping Suryadi, seniman kawakan yang juga Ketua DPRD Tabanan, adalah salah satu contoh dari dukungan besar untuk gerakan kreatif yang besar.  Boping adalah penggagas acara itu  bekerjasama dengan Taeter Jineng SMAN 1 Tabanan.

Selain Boping, hadir juga dalam acara itu Asisten II Setda Kabupaten Tabanan I Wayan Miarsana, Kepala SMAN 1 Tabanan I Made Jiwa, Perwakilan Polres Tabanan, Pembina Teater Jineng, guru-guru, orang tua siswa, siswa perwakilan sekolah di se-Tabanan termasuk perwakilan sejumlah sanggar antara lain Sanggar Warok, Sanggar Leklok,  Sanggar Natya Praja (Desa Bajera) dan Sanggar Brahma Diva Kencana (Kediri).

Nah, betapa besar dukungan itu. Semua orang bergerak, semua orang menjadi penggerak, semua orang digerakkan.

Di awal acara, I Ketut  Boping Suryadi menyampaikan bahwa dirinya ikut menggagas acara ini sebagai bentuk apresiasi terhadap Putu Wijaya, maestro sastra kelahiran Tabanan. “Ini bentuk apresiasi kita terhadap sang maestro, Putu Wijaya, yang berasal dari Tabanan,” ujarnya.

I Gede Arum Gunawan mengatakan, acara Festival 100 Monolog Putu Wijaya di Tabanan merupakan pementasan naskah monolog ke 75, 76 dan 77 di Provinsi Bali. Pementasan ini bertujuan agar kita semakin mencintai tanah air, apalagi Putu Wijaya adalah seniman terkenal yang lahir dan berasal dari Tabanan. “Kita harus menghargai seniman asal daerah kita sendiri,”ujar pembina teater Jineng ini.

I Gede Arum Gunawan membawakan naskah “Trik”

Lanjut Arum Gunawan, tiga naskah monolog Putu Wijaya banyak menggambarkan carut-marut dan gejolak sosial politik yang kerap terjadi di negeri ini, seperti masalah pendidikan, teror informasi, korupsi, trik dan intrik politik, perebutan kursi kekuasaan dan sebagainya.

Menurut dia, melalui penampilan seni monolog kita mencoba menjelaskan apa yang sedang terjadi kepada diri kita sendiri, namun semua itu bukan untuk kita tiru, sebaliknya dapat menjadi pelajaran berharga agar kita tidak ikut-ikutan melakukannya karena kita cinta kepada tanah air. “Melalui karya seni lah kita ungkapkan kecintaan kita pada tanah air Indonesia, pungkas Arum Gunawan.

Boping Suryadi tampil bersama Komunitas Anak Angin. /Foto: FB-Jero Arum

Daya Kreatif yang Terus Berkembang

Selain monolog, malam apresasi dalam acara it uterus merambat, semakin mengalir dalam “satu jiwa” manakala Boping tampil bersama Sanggar Anak Angin membawakan lima buah lagu yaitu Matahari Telah Pergi, Mengejar Bayangan Menangkap Angin, Anak Jaman, Debu Berkabut dan Menjadi Matahari, dimana warna syairnya  tidak jauh dengan “nafas” dalam naskah-naskah  monolog Putu Wijaya.

Hembusan jiwa seni semakin kencang menembus relung jiwa, ketika improvisasi para sastrawan maestro Bali seperti Bawa Samar Gantang yang tampil memukau dengan puisinya berjudul “Sepeda”.

Penyair Bawa Samargantang membawakan puisi Sepeda. /Foto: FB-Klemis

Dalam improvisasinya Bawa Samar Gantang tampil sambil menuntun sepeda ontel yang sudah 45 tahun setia menemaninya. Begitu juga Mas Ruscitadewi tampil penuh apresiasi terhadap pelaksanaan Festival 100 Monolog Putu Wijaya, khususnya bagi para penggagas,  apalagi digelar bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember.  Dengan penuh penghayatan Mas Ruscitadewi membawakan puisi berjudul “Ibu”.

Malam apresiasi racikan komunitas teater Jineng SMAN 1 Tabanan berlangsung cukup sukses. Semoga dengan seni bisa menghapus kekotoran-kekotoran dalam diri, baik kotor dalam pikiran, perkataan maupun prilaku.Terakhir sebelum ditutup acara diisi dengan penampilan band Uap Kata, band anak muda dari Bajera Selemadeg yang semakin hari terus bertumbuh. Selamat dan terus lah berkarya, bersama satu jiwa cinta tanah air (T).

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu WijayatabananTeater
Made Nurbawa

Made Nurbawa

Tinggal di Tabanan dan punya kecintaan yang besar terhadap tetek-bengek budaya pertanian. Tulisan-tulisannya bisa dilihat di madenurbawa.com

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Foto ilustrasi: Mursal Buyung
Esai

Galungan, Merayakan Kekalahan?

Galungan simbol kemenangan Dharma melawan Adharma. Perayaan Hari Raya Galungan adalah perayaan kemenangan kebenaran atas ketidakbenaran. Ini dilakukan setiap 6 ...

July 22, 2019
Youtube
Esai

Saat Fidget Spinner Menyerang, Orang Tua pun Rogoh Dompet Demi Mainan Tak Dipahami

SEBUAH mainan baru kini sedang naik daun. Namanya fidget spinner. Jika di-Bahasa Indonesia-kan nama mainan ini adalah “pemintal gelisah”. Seperti ...

February 2, 2018
Sumber foto: bbc.com/Terence Spencer/The LIFE Images Collection/Getty Images.
//Gelombang di sungai-sungai di Bali, penuh dengan lumpur dan abu dan puing setelah letusan Gunung Agung 1963.
Esai

Gelagat Gunung Agung Sebelum Meletus & Keadaan Besakih Setelah Letusan 1963

  Kesaksian Prof. Anwari Dilmy Prof. Anwari Dilmy adalah ahli botani ternama, lulusan Sekolah Pertanian Buitenzorg (sekarang Bogor), sebulan setelah ...

February 2, 2018
Esai

Tantangan “Ngayah”, Individualisme dan Era New Normal

Penulis: Putu Budi Juniantari Dewasa ini banyak krama desa yang tidak menjalankan kewajibannya untuk ngayah di pura. Alasannya adalah karena ...

December 22, 2020
Kurnia Effendi #Lukisan: IB Pandit Parastu
Esai

Proses Kreatif Kurnia Effendi 2# Curah Kisah

SEWAKTU-WAKTU, ketika sedang bersama saya, jangan heran jika saya curahi cerita. Biasanya, judul yang mengemban kandungan cerita itu tak cukup ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Menjangan Seluang [Foto: Michael Gunther]
Esai

Kenapa Orang Bali Tidak Memuja Arca-Lukisan Penulis Kitab?

by Sugi Lanus
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1413) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In