17 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan

Kekuatan Rasa dalam Masa – Dari Pameran Seni Rupa 5 Sahabat di Santrian Gallery

Santana Ja Dewa by Santana Ja Dewa
February 2, 2018
in Ulasan
17
SHARES

 

SELEPAS menuntaskan studi pendidikan seni di ISI Yogjakarta, mereka kembali ke asal. Namun persahabatan mereka tetap terjalin intens, walalupun jarak secara fisik memisahkan kelima sahabat yang sama-sama pelukis ini. Mereka adalah Agung Tato Suryanto (Surabaya), Agustan (Jakarta) , Angga Sukma Permana (Yogyakarta) , Made Kenak Dwi Adnyana ( Bali), dan M. Muhlis Lugis (Makasar).

Untuk melepas kerinduan, mereka sempat secara bersama menggelar pameran Dari Masa Ke Rasa#1 di Surabaya. Tahun ini, mereka kembali menggelar pameran bertajuk sama yang diselenggarakan di Santrian Gallery, Sanur, Denpasar.

Dari Masa ke Rasa#2. Tajuk pameran ini bisa dibilang terlalu umum untuk memberi kepada kita semacam petunjuk khusus untuk memahami apa yang hendak disajikan oleh para seniman muda ini. Dalam pengantar pameran disebutkan, judul ini berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan selama mereka melakukan proses berkesenian dengan menempa diri, mengasah ketrampilan, dan meningkatkan pengetahuan yang membuat karya-karya mereka memiliki ‘kekuatan rasa’.

Suasana pameran Dari Masa ke Rasa#2 di Santrian Gallery, Sanur, Denpasar

Walau terlampau umum dan mungkin biasa terjadi pada banyak kelompok seniman lain, akan tetapi dengan melihat beberapa aspek, kita akan mendapatkan beberapa petunjuk mengapa ‘masa’ dan juga ‘rasa’ ini perlu mereka ketengahkan.

“Pilihan menggunakan ‘rasa’ sebagai bagian dari judul pameran dalam pandangan saya berkaitan dengan situasi yang bukan hanya terjadi dalam proses kreatif mereka, namun juga merupakan bagian dari reaksi terhadap apa yang mereka hadapi dalam situasi sosial seni rupa di Indonesia,“ kata penulis pameran Rain Rosidi.

Ia menilai perkembangan seni kontemporer yang mulai marak di tahun 1990-an, ditandai dengan menguatnya seni konsep yang cenderung bermuatan sosial politik plus penampilan kembali seni tradisi dengan baju baru (tradisi yang dimodernkan). Dua macam kecenderungan yang sempat dicatat oleh Asmudjo dalam buku Outlet ini menjadi wacana kuat dalam praktik seni kontemporer di Indonesia.

Menguatnya wacana seni konseptual patut diduga ikut andil meminggirkan seni yang berbasis teknis belaka. Dalam kaitan dengan hal ini, para seniman dalam kelompok ini cenderung untuk mengembalikan semangat teknis dalam berkarya. Bagi mereka, teknis juga mengandung gagasan dalam dirinya.

Hal tersebut merupakan salah satu manifestasi dari ketegangan yang dialami di dalam pendidikan akademis.Salah satu ketegangan yang dirasakan oleh para seniman terdidik adalah ketegangan antara teknik dan konsep. Kedua hal itu seakan saling memakan, sehingga apabila seniman mengutamakan konsep, akan mengabaikan teknik, dan begitu pula sebaliknya.

Penulis pameran sangat spesial memaparkan pemaknaan kepada publik pecinta seni. Apalagi pameran ini melibatkan dua penulis. Selain Rain Rosidi, juga I Made Susanta Dwitanaya. Kalaborasi apik dua penulis menyudutkan makna di balik tajuk pameran. Karya yang dihadirkan dalam gallery berjumlah 23 karya yang terdiri dari karya lukisan dan karya grafis (cukilan) sampai 30 Desember 2017.

Serupa dalam pandangan I Made Susanta Dwitanaya. Kehadiran lima pelukis itu kini di Bali dalam pameran Dari Masa ke Rasa #2 adalah sebuah penegasan bahwa, walaupun kebersamaan mereka kini terpisahkan oleh jarak dan aktivitas masing masing mreka masih bisa tetap bersama sama dalam menjaga komitmen yang telah mereka tetapkan bersama sejak di Yogyakarta dulu hingga kini. Kebersamaan yang mungkin saja dilandasi oleh cara pandang mereka yang memandang esensi dari dunia kesenian di mana rasa adalah hal yang vital didalam berkarya seni rupa.

Menurut Susanta, tentu saja pameran itu tidak berhenti menjadi pameran “ajang reunion” dari lima orang sahabat seangkatan, melainkan ada sebuah gagasan dan kesadaran untuk tetap bergerak bersama dalam momentum-momentum pameran untuk mempresentasikan karya-karya mereka yang mencoba melihat fenomena berdasarkan eksplorasi mereka pada kekaryaan masing masing.

Pertemuan kelima perupa 2012 silam di Yogjakarta terjadi ketika mereka sama-sama menempuh studi pascasarjana di ISI Yogyakarta. Ada dalam angkatan yang sama, membuat persahabatan mereka berlima terjalin erat, mereka sering larut dalam diskusi yang berujung pada adanya satu komitmen untuk mengadakan event pameran bersama. Walupun secara tegas mereka tidak pernah mendeklarasikan sebuah kelompok namun gairah kreatif untuk hadir bersama dalam sebuah event pameran terus mereka gulirkan.

Selepas studi di tahun 2015, mereka terpisahkan satu sama lain, sebagian besar kembali ke tempat asal mereka dan sebagian lagi merantau ke tempat yang berbeda. Namun keterpisahan jarak ini tak serta merta memutus begitu saja komunikasi dan ikatan persahabatan antar mereka, komitmen awal untuk hadir dalam event pameran bersama ternyata tetap terpupuk di antara proses kreatif mereka masing-masing. (T)

Tags: denpasarISI YogyakartaPameranSeni Rupa
Santana Ja Dewa

Santana Ja Dewa

Pecinta kampung halaman. Tinggal di Sampalan, Nusa Penida

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Esai

Pendidikan & Keutuhan Bangsa

“Hormatilah dalam pada itu segala adat istiadat yang kuat dan sehat, yang terdapat di daerah-daerah yang tidak mengganggu atau menghambat ...

May 3, 2019
Ilustrasi: Dek Omo
Opini

Dunia Maya Kotor, Tugas Penyair Membersihkannya

SETIAP zaman punya ciri khasnya masing-masing. Zaman kita saat ini adalah zaman ‘dunia maya’. Dan, setiap zaman selalu melahirkan sejumlah ...

February 2, 2018
Lukisan: Ketut Kabul Suasana
Cerpen

Buah Lango

Cerpen: Arya Lawa Manuaba Dukun itu berkata, hanya buah lango yang bisa mengobati sakitku yang sudah kronis. Sakitnya bukan kepalang. ...

March 10, 2019
Meriahnya sendratari ogoh-ogoh di Desa Adat Tuban, Bali (Dita/detikcom) (Foto hanya ilustrasi)
Opini

Pancasila dan Kebudayaan Bali –Sebuah Refleksi Sosio-Historis dan Filosofis

“Menyadari keterbatasan Pancasila, tidak berarti menyangkali kempuhan dan keunggulannya. Juga tidak harus diartikan sebagai sikap yang “non Pancasilais”, lebih-lebih “Anti-Pancasila”. ...

June 1, 2019
Syahrini mandi di kamar mandi. (Foto: Google/IG)
Esai

Catatan Saya Tentang Mandi dan Budaya Konsumerisme

Betapa dalam urusan mandi pun orang-orang banyakngomen saya. Kata mereka saya jarang mandi, jadi saya adalah orang jorok dimata mereka. ...

December 18, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan di atas kardus. Karya ini diberi judul “Pariwisata Macet Jalan Raya Lancar”.
Esai

Pariwisata Macet, Jalan Raya Lancar

by Doni Sugiarto Wijaya
January 16, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1347) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In