1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Rimba

JaswantobyJaswanto
February 2, 2018
inCerpen

Lukisan Kabul Ketut Suasana

27
SHARES

 

Cerpen: Jaswanto

AKU tak pernah ragu dengan kekayaan Indonesia. 17.000 pulau dan hampir 110 juta Hektar hutan tropis, dari Aceh hingga Papua. Semua memberi kehidupan bagi kita. Hutan yang dilindungi dengan aturan hukum, idealnya tidak akan tersentuh oleh tangan manusia. Hukum yang mengatur bermanfaat besar bagi hutan di Indonesia. Tapi kenyataannya, hukum tidak selamanya menjadi sebuah aturan paksa yang harus dipatuhi. Masih banyak oknum-oknum individualis yang kebal akan hukum.

Sudah 24 tahun aku dilahirkan, dan aku masih bertanya apa arti semua ini bagi mereka yang terlahir di dalamnya? Orang Rimba.

Jauh di pedalaman hutan tropis yang masih terjaga akan kealamiannya. Terdapat sebuah kelompok orang rimba. Dari alam mereka hidup, dari alam mereka belajar, dan dari alam pula mereka tahu mana yang dianggap benar dan mana yang dianggap salah. Mereka tak mengenal apa itu membaca dan apa itu menulis. Mereka tidak tahu apa itu perdagangan dan apa itu bercocok tanam. Mereka hanya tahu berburu dan berperang antar kelompok.

Hingga sampai cerita ini aku tulis.

***

Mereka sudah beberapa kali berpindah. Karena perluasan zonasi taman nasional dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Aku bertemu bocah bernama Rimba. Yang memperlihatkanku sepucuk surat yang tidak dapat dibacanya. Tak seorang pun di kelompok itu dapat membaca. Gulungan kertas itu berisi perjanjian pengambilan kayu di wilayah adat mereka. Dan mereka setuju dengan memberikan cap jempol di atas surat yang tidak dapat mereka baca. Dengan bayaran beberapa makanan pokok. Rimba membawa gulungan surat itu ke mana-mana. Seolah ingin menunjukkan kepadaku betapa ia ingin membaca dan menolak transaksi penipuan orang rimba ini.

Sungai-sungai membelah hutan tropis itu. Sesungguhnya hutan itu dikepung oleh perkebunan kelapa sawit. Perkebunan milik orang-orang yang hanya mempentingkan diri mereka sendiri.

Aku masih ingat dengan perkataan Rimba.

“Guru, kenapa orang-orang itu selalu menebang pohon kami? Sekali tebang, pohon besar roboh. Beda dengan kami. Kami menebang pohon sebesar itu saja membutuhkan berhari-hari baru roboh.” ucap Rimba sambil menunjuk sebuah pohon sedang di sebelah kami.

Aku hanya diam dan tak tahu harus menjawab apa waktu itu. Aku hanya tersenyum dan kemudian Rimba melanjutkan,

“Kalau nanti saya sudah pintar. Sudah bisa baca dan tulis. Maka saya akan melarang mereka untuk menebang pohon di wilayah kami.”

Hanya itu yang dapat aku lakukan. Ya, mengajar mereka agar dapat membaca dan menulis. Dengan sekuat tenaga aku mengajarkan anak-anak rimba itu membaca dan menulis. Kadang aku ingin tertawa, karena mereka begitu cerdas dari apa yang aku kira. Hanya beberapa minggu mereka sudah hafal abjad. Dan hanya beberapa bulan, mereka dapat menghitung, membaca dan menulis.

Waktu terus berlalu. Gerjaji mesin mengaung tanpa ampun. Melibas pohon-pohon yang pasrah. Orang rimba terus berpindah tempat karena pohon-pohon sudah ditebangi. Mereka pindah ke hutan yang pohonnya masih lebat. Mereka juga kesusahan dalam berburu. Kalau biasanya semasa pohon masih lebat, mereka dengan mudah mendapatkan babi hutan, rusa atau hewan buruan lainnya. Namun, kini mereka membutuhkan dua sampai tiga hari hanya untuk mendapatkan seekor babi hutan. Bahkan, tak jarang mereka juga pulang dengan tangan hampa.

Proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Dan anak-anak rimba itu juga cepat mengerti. Kemudian kepala kelompok orang rimba itu meninggal karena malaria. Miris, mereka menganggap kalau kematian pemimpin itu dikarenakan kutukan. Kutukan karena anak-anak mereka sudah bisa membaca dan menulis.

“Lebih baik Pak Guru pergi saja dari sini. Anak-anak kami tidak butuh membaca dan menulis. Ilmu yang Pak Guru ajarkan menyebabkan kematian pemimpin kami. Dan kami juga mendapatkan kutukan.”

Begitu kata mereka yang mengusirku dengan cara yang sangat sopan. Sekilas aku melihat Rimba. Anak itu memang yang paling pintar diantara anak-anak yang lain. Dan Rimba juga adalah calon pemimpin mereka yang baru.

Aku pergi dari kelompok itu. Ya, benar-benar meninggalkan mereka. Dan meninggalkan cita-citaku untuk bisa membuat meraka membaca dan menulis.

Embun dan kabut tipis menyelimuti sudut-sudut hutan tropis itu setiap pagi. Dingin dan basah. Hari ini aku akan pergi.

“Guru jangan pergi!”

“Anak-anak. Pak Guru harus pergi.”

Bocah itu tidak rela berpisah denganku, sampai ikut berjalan kaki menyusuri hutan yang lebat, demi memperpanjang waktu bersamaku.

“Saya masih ingin belajar dengan Pak Guru,” ujarnya di tengah perjalanan.

“Kamu bisa belajar sendiri, walau tanpa Pak Guru,” jawabku.

“Tapi tidak seperti belajar dengan Pak Guru.”

“Apa bedanya?”

Rimba tak segera menjawab. Ia menunduk, menikmati sepasang kakinya yang berayun melangkah. Ibu jari kiri dan kanannya bergantian timbul tenggelam ritmis, membuatnya seperti berada di dunia lain, mengambang, terutama pada jalanan menurun, ketika langkahnya semakin deras.

Rimba serasa melayang-layang di sisiku. Ia merasa bentang hutan yang dilaluinya hari itu jauh lebih elok dibanding kapanpun. Begitu juga dengan ricik sungai yang membelah hutan itu, yang serupa sabda Tuhan tentang jalan kebijaksanaan.

Hingga tiba di jalan raya.

“Pulanglah, Rimba,” kataku. Dadaku nyeri melihat sepasang mata bocah itu.

“Tidak. Pak Guru pergi dulu, baru saya pulang.”

“Tidak bisa. Pak Guru harus melepasmu pergi, bukan sebaliknya.”

“Pak Guru salah. Saya yang harus melepas Pak Guru pergi.”

“Kenapa? Kau takut terlihat menangis di depan Pak Guru? Kau kira menangis itu keliru?”

Rimba menatapku, seolah minta persetujuan bahwa bulir-bulir bening dari matanya tak pernah salah, sekalipun ia laki-laki.

“Menangislah, Rimba.”

Aku merasa rahangku nyaris pecah menahan duka lara. Rimba membiarkan air matanya mengalir menghangati kedua pipinya.

Aku ingin menjelaskan semuannya, bahwa pada saatnya nanti, Rimba akan diberi tanggung jawab besar sebagai kepala kelompok.

Aku merasa sebagian jiwaku mengurai, menjadi semacam partikel mahakecil yang bertaburan gemerlapan ketika aku harus melangkah ke dalam mobil. Sementara Rimba, denga sedu sedannya berlari menuju bentangan hutan, jalan ke surganya di tengah hutan tropis. Aku tak sanggup lagi membayangkan beban bocah itu.

***

Beberapa tahun kemudian. Aku bersama kawan-kawan peduli pendidikan kembali masuk ke dalam hutan belantara menemui Rimba. Namun sayang, kami kesulitan mencarinya karena memang mereka hidup dengan cara nomaden.

Kami terus mencari. Dan akhirnya kami mendengar sayup-sayup orang sedang melakukan sebuah transaksi. Dengan hati-hati kami mendekat.

“Kepala, kami ingin melakukan perjanjian dengan Kepala mengenai pembukaan lahan sawit di area hutan ini.”

“Tunggu dulu, biar saya baca dulu surat perjanjiannya dulu.”

Orang setengah baya itu terlihat memberikan selembar kertas kepada Kepala Kelompok.

“Saya tidak menyetujui perjanjian ini. Karena dalam surat ini tertulis ‘akan menebang pohon untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit’. Saya menyetujui kalau kalian menebang pohon tidak sampai perbatasan wilayah yang telah kami buat.”

Kami semua begitu terkagum-kagum dengan kepala kelompok yang cerdas itu. Ia bisa membaca dan menyikapi masalah dengan sangat bijak. Tapi, aku sudah sangat yakin kalau kepala kelompok orang rimba itu ialah Rimba. (T)

Catatan: Cerpen ini terispirasi dari film, Sokola Rimba

Tags: Cerpen
Previous Post

Hantu PKI, Awas Propaganda, dan Pengalihan Isu

Next Post

Kenapa Lontar Mesti Diselamatkan dari Erupsi Gunung Agung?

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post

Kenapa Lontar Mesti Diselamatkan dari Erupsi Gunung Agung?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more

“Noctourism”: Berwisata Sambil Begadang

by Chusmeru
June 1, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

“Begadang jangan begadang, kalau tiada artinya, begadang boleh saja, kalau ada perlunya”. Itulah sebait lagu dangdut yang dibawakan Rhoma Irama...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co