20 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Puisi
Lukisan Nyoman Erawan

Lukisan Nyoman Erawan

Rai Sri Artini# Cara Mengenangmu, Pohon Puisi, Sungai di Belakang Rumah

Rai Sri Artini by Rai Sri Artini
February 2, 2018
in Puisi
22
SHARES

SABDA PALON

/1/
Udara malam berdesir
Membelai perut buncitmu
Sepotong cahaya lahir
Seusai ketuban pecah dari rahim mulut
Selarik kidung jawa membelai anganmu
Bhre Kerthabumi termangu diantara huruf-huruf yang lahir
Dari kulum liurmu

/2/
Musim dingin. Paling dingin
Tiang-tiang istana menggigil
Air mata membeku hanya cemas bersijatuh
Menjadi warna darah yang berceceran di alun-alun ibukota
Menjadi saksi pertikaian
Kau berjanji berjaga di gerbang kehidupan dan kematian

/3/
Mengapa kau berduka ?
Aku rela menyaru dalam tubuh manusia
Memulai perjalanan dari sudut sunyi sekali pun
Memastikan mercusuar nusantara terjaga

/4/
Buah Pala. Kau tahu rasanya ?
Kecaplah dalam lidahmu
Kau akan merasa tetap hidup
Diantara asin peluh kuli-kuli di pelabuhan
Atau diantara lolong tangis Dewi Amaravati
Saat giginya tanggal

/5/
Nujummu selalu jadi kompas
Jarum jam dalam jiwamu berpacu dengan
Waktu reinkarnasi
Sebab kau sangatlah peduli
Pada jejaring laba-laba di sudut langit istana
Laksana arus pikirmu yang tajam

/6/
Napak tilas. Bumi Swarnadwipa kau pilih
Diantara tempat di peta
Kau abadi memilih lahir dari rahim nusantara
Bersulih ke riuh dunia untuk satu cita-cita

Tegaljaya, Maret 2017

CARA MENGENANGMU

Seperti itulah aku senantiasa mengenangmu
Kuntum-kuntum kenangan kami mekarkan
Memilah dan memilih buku-buku diantara debu-debu kotak usang
Kukecup peluhmu untuk mengumpulkan tekad atau
Menarik canda tawamu ke lingkaran energiku agar
Menyala semangat yang taksa
Kucatat cuaca dan peringai hari keenam bulan Juli
Mengaksarakan jiwamu dalam sayapku
Mematangkan barisan doa
Dan mencelupkan roti tawar ke dalam susu yang manis
Kuniatkan menguapi dingin dengan memahami kepergianmu
Sebab jika tak demikian,
Stigma ini akan selalu tertatah di hitam yang liang
Seperti itulah aku senantiasa mengenangmu
Menghidangkan kematian dalam nampan waktu
Membersihkan lumut-lumut di atas batu pijak yang licin
Dan mengarak jiwamu di setiap kata dalam puisi
Sebab Tuhan selalu lahir dari jiwamu paling ceruk

Kerobokan, Juni 2017

POHON PUISI

Di hatiku tak boleh apa pun dan siapa pun mencatat luka
Tidak juga kau
Kau boleh mampir di tamannya
Menulis puisi dan tawa dari serbuk kehidupan
Mestilah kau menumbuhkan segala yang patut
Bukan menciptakan jarak dan melabeli
Terang atau gelap
Pantas atau tidak
Dua tiga pelor mungkin mampir
Namun tak akan berdiam lama
Sebab pohon-pohon puisi mengusirnya sebelum kau melapar
Dalam rasa asing
Di hatiku kata-kata tak boleh mati
Meski puting beliung menari
Mestilah kutiup ruh dalam kata yang mati suri
Agar ia tetap nyala pohon-pohon puisi
Bangkit dari kefanaan yang hujan

Tegaljaya, Juni 2017

TELAGA AGENG LINGSAR

Titipkanlah kalimat permohonan dalam koin-koin ini
Terbanglah lalu berendamlah di dasar telaga
Dingin air telaga akan memeram segala permohonan
Sebelum terbang ke langit ketujuh

Seorang perempuan menangis di tepi telaga
Memohon anaknya kembali
Ia titipkan nama anaknya dalam koin dan
Karam dalam perayaan kematian
Bersenyawa dengan air mata dan bayangan yang
Ia ciptakan sendiri

Di telaga ini air mata menjelma lumut-lumut di dasarnya
Emosi bersulih menjadi bebatuan
Menciptakan jarak antara bumi dan langit

Perempuan itu kuyup dalam tangis
Sebab lima tahun kemudian langit terbelah
Tongkat yang menjelma ikan
Membagikan ruh anak-anak dalam tubuhnya
Ia menjerit dalam rasa hampa

Lalu ia berhenti menangis
Ketika sepotong cahaya lahir dari koin-koin
Dan saat itu juga ia berhenti
Menciptakan bayangan sendiri

Tegaljaya, Juni 2017

SUNGAI DI BELAKANG RUMAH

Cuaca mengeras di wajahmu
Membentuk lintasan dosa dan doa
Matahari selalu berdetak menjauh dari matamu
Rumpun alis rebah memisahkan berkas-berkas rindu yang sekarat
Lidahmu sayup-sayup menggemakan nyanyian ibu
Antara lelap dan jaga

Lalu
Kau pulang ke sungai di belakang rumah
Merumahkan kental sesal yang mengganggu tidur
Kau hanyutkan air mata, kata-kata berikut pertanyaan-pertanyaan

Sungai itu yang dulu jernih
Kini keruh oleh limbah
Sebab keras kepalamu telah berkeping-keping
Daun-daun canging berhamburan memungut lendir-lendir sesal
Molekul-molekul air menanti dengan sabar
muntahan lapili jiwamu
juga mantra-mantra ganjil dari mulut berbau kencur

Kau berjanji akan meminangnya menjadi puisi
Sebab ia telah melahirkanmu setiap hari
Ia pun berjanji akan membawamu
Ke luas lepas samudera tak berbatas

Tegaljaya, Juni 2017

SEPASANG KUNANG-KUNANG

Mengawali perjalanan ini
Kita tak mau berhitung kecuali kesanggupan
Untuk saling melengkapi

Kita berharap ada pagi yang lain
Tak pincang lagi dengan irama baru
Duduk di serambi senja
Menatap kemilau langit
Melahirkan nyanyian dari uap kopi
Menepikan kerikil-kerikil yang menahan
Telapak kaki

Kita dapat mengingat
Ayat-ayat dalam kitab
Yang menyala di ufuk waktu
Atau bagian tubuh yang mulai bertumbuh
Sehingga saat sabit cuaca menyayat
Kita tetap bisa tersenyum

Sebab kita tak ingin terlambat
Memekarkan kuntum jiwa
Sebelum cangkang senja renta dan retak
Kita tak ingin hanya menafsir lalu
Mengarang cerita sendiri
“ Terlalu boros energi,” Katamu

Lebih baik menjadi sepasang kunang-kunang
Berbagi cahaya
Sebab bukan hanya kita yang tumbuh
Melainkan semesta

Tuka, Juni 2017

Tags: Puisi
Rai Sri Artini

Rai Sri Artini

Tinggal di Dalung, Kuta Utara. Pernah menempuh pendidikan pascasarjana di Undiksha. Bisa ditemui di raisri_artini@yahoo.com

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Mursal Buyung
Esai

Mursal Buyung, Dosen Antik-Nyentrik: Tak Ada Spidol, Ia Mencoret Tembok Kelas

  DI kalangan mahasiswa dan dosen Undiksha Singaraja, khususnya Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), pastilah tidak asing dengan sosok eksentrik ...

February 2, 2018
Model Iluh Wanda (Foto:FB Iluh Wanda)
Opini

Mendidik Siswa, Guru Tak Mesti Mem-“bully”

Kasus pem-bully-an di dunia pendidikan (sekolah) tidak hanya pelakunya dari oknum pelajar. Namun, pem-bully-an juga sering dilakukan oleh oknum guru ...

September 4, 2019
Ilustrasi tatkala.co/ Nana Partha
Esai

Layangan dan Tawa yang Abadi

 Layangan adalah salah satu permaianan masa kecil yang tidak pernah lekang oleh waktu. Dari masa ke masa tetap saja ada ...

October 12, 2020
Ulasan

Cak Rusdi, Tentang Sehat, Sakit, dan Tetap Menulis

Judul               : Seperti Roda Berputar (Catatan di Rumah Sakit) Penulis             : Rusdi Mathari Penerbit           : Mojok Cetakan           : Cetakan ...

October 1, 2018
Ilustrasi diolah dari seumber gambar di Google
Esai

Fiksi yang Bukan Fiksi: Siswa Nyeleneh Paling Diingat Guru

HARI guru sudah lewat, namun ada satu cerita yang masih meninggalkaan bekas. Siang itu, aku sedang membeli rujak di warung ...

November 29, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Gowes di jalur Desa Siakin, Kintamani dan -Desa Les, Tejakula
Khas

Dulu & Kini | Desa Les dan Siakin – Jalan Hutan Terasa Dekat, Jalan Aspal Terasa Jauh

by Nyoman Nadiana
January 19, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ade Mikael Ardhana Ketaren
Esai

Covid-19, Paman Meninggal, Stres dan Meredakan Stres || Cerita Mahasiswa Rantau dari Undiksha

by Ade Mikael Ardhana Ketaren
January 19, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1351) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In