3 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan

Buku Puisi “Seribu Pagi Secangkir Cinta”: Cara Wulan Mengabadikan Cinta

Ida Ayu Putri Adityarini by Ida Ayu Putri Adityarini
February 2, 2018
in Ulasan
61
SHARES

APA yang pertama kali dipikirkan orang tentang puisi?

Sebagian besar orang mungkin akan memberi jawaban “kata-kata indah” dan “cinta”. Hal itu tidak salah karena tidak dapat dipungkiri puisi masih menjadi sarana yang ampuh untuk menyampaikan perasaan, khususnya rasa cinta, sampai saat ini. Puisi mampu membahasakan cinta yang begitu universal. Cinta dalam bentuk apa pun dan untuk siapa pun bisa dibahasakan oleh puisi.

Wulan Dewi Saraswati adalah salah satu orang yang sadar bahwa puisi adalah sarana yang sangat baik untuk menyampaikan perasaan cintanya. Buku antologi Seribu Pagi Secangkir Cinta ini adalah bukti keberhasilannya menggunakan puisi sebagai sarana menyampaikan cinta sekaligus mengabadikannya. Mengapa saya katakan berhasil?

Ini adalah efek hubungan antara puisi, cinta, dan orang-orang yang menganggap puisi sebagai sarana untuk menyampaikan cinta. Sebagian besar orang menganggap puisi memiliki kaitan erat dengan cinta dan mungkin lebih banyak orang lagi yang sudah menggunakan puisi untuk menyampaikan perasaan cintanya.

Itu berarti sudah sangat banyak orang yang menulis puisi (tentang) cinta dan kawan-kawannya, seperti rindu, harapan, penungguan, patah hati, dan lain-lain. Tentu, sudah sangat banyak pula puisi-puisi bertemakan cinta yang lahir dari tangan orang biasa sampai penyair ternama. Cinta dan kawan-kawannya itu menjadi hal yang paling puitis. Cinta menjadi topik puisi segala musim. Orang yang sedang mengalami musim jatuh cinta sampai orang yang sedang mengalami musim patah hati bisa menulis puisi.

Namun, topik yang universal ini tidak serta-merta mudah ditulis sebagai sebuah puisi. Banyak orang yang terjebak dalam sempitnya pandangan terhadap cinta dengan menganggap cinta sebagai sebatas hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap sempitnya tema puisi yang ditulis. Kesulitan lain adalah pemilihan kata dalam puisi. Kesulitan ini membuat orang yang menulis puisi kurang tepat memilih kata sehingga puisi yang dibuat akhirnya lebih mirip rayuan-rayuan yang digunakan dalam acara lawak di tv.

Selain itu, upaya untuk tidak terlalu terpengaruh dengan puisi yang pernah atau sering dibaca juga merupakan kesulitan tersendiri yang harus dihadapi dalam menulis puisi, termasuk puisi bertemakan cinta.

Mungkin, menulis puisi bertemakan cinta sama sulitnya dengan memahami cinta itu sendiri.
Saya menganggap Wulan berhasil menyampaikan cinta melalui puisi sekaligus mengabadikannya karena Wulan berhasil menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut.

Hal ini terlihat dari dua hal, yaitu tema dan pemilihan kata. Tema dalam antologi ini cenderung seragam, yaitu tentang cinta. Namun, pengetahuan, perasaan, dan pengalaman Wulan membuat tema cinta yang ia tulis dalam antologi ini menjadi lebih beragam. Wulan mampu menyampaikan cinta kepada banyak hal dengan banyak cara. Hal ini juga diikuti dengan usaha yang baik dari Wulan dalam memilih kata-kata yang digunakan dalam puisi-puisinya.

Cinta adalah tema utama dalam antologi ini. Sebagai seorang perempuan dan masih muda, Wulan menempatkan dirinya langsung dalam puisi-puisinya. Hal ini terlihat dari banyaknya puisi yang menggunakan kata ganti “aku”. Ia juga membiarkan dirinya tampil apa adanya sebagai seorang perempuan dalam puisi-puisi yang ia buat. Sebagai seorang perempuan muda juga, Wulan mengungkapkan cintanya dengan berbagai cara dan rupa.

Yang pertama ia mengungkapkan cintanya secara langsung. Beberapa puisi seperti telanjang. Menggambarkan cinta sederhana. Apa adanya. Mereka memang puisi cinta yang tidak dapat dibantah lagi. Ada yang menandakan bahagia dan dimulainya suatu babak baru dalam suatu hubungan, seperti “Membaca Pagi”, “Santap Malam”, “Surat Cinta”, dan “Secangkir Cinta”. Dalam puisi-puisi tersebut cinta ditampilkan dengan sederhana dan apa adanya. Mungkin dalam hal ini Wulan sedang berada pada musim jatuh cinta. Hanya ada cinta, doa, harapan, dan puisi, seperti kutipan puisi berikut.

tidak ada yang lebih kuyakini selain pagi
pagi yang dihidangkan penuh puisi
serta ucapan selamat pagi dari kekasih hati
(Membaca Pagi, hlm.10)

Sayang, bagaimana kalau aku mati setelah menikmati
hidanganmu? tanyamu
kau akan mati bahagia, jawabku
begitulah caraku bunuh diri kelak, katamu
kurasa diracun cinta bukanlah dosa, kataku
(Santap Malam, hlm.12)

Ada pula yang menandakan kerinduan. Kerinduan yang Wulan sampaikan dalam puisi-puisinya adalah kerinduan yang begitu kompleks. Tidak hanya rindu antara kekasih, tetapi juga rindu pada ayah, rindu pada sahabat, rindu pada suatu tempat, rindu pada suatu masa, dan rindu pada kenangan. Puisi dengan subtema kerinduan ini merupakan puisi dengan jumlah yang paling banyak di antologi ini. Mungkin Wulan menganggap rindu adalah hal yang paling seksi dalam cinta.

Hal ini bisa dibaca pada puisi “November Bapak”, “Surat Lena”, “Untuk Jo”, “Denpasar Aku Merindukanmu”, “Zwolle”, “Menggapai Seribu Rindu”, “La Rochelle”, “Dari Karangasem”, “Kabar dari Zwolle”, dan lain-lain. Judul-judul puisi tersebut memperlihatkan bahwa rindu selalu membuntuti langkah seseorang. Tidak peduli tempat dan waktu. Kenangan pada sesuatu bisa menjadi semacam dokumentasi dalam pikiran yang dapat dilihat sewaktu-waktu ketika rindu datang. Dalam puisi-puisi dengan subtema kerinduan ini, Wulan seolah-olah menyatakan bahwa kerinduan tidak akan bisa terlepas dari kenangan, kecemasan, dan penungguan. Berikut adalah beberapa penggalan puisi-puisi tersebut.

ingatan kembali ke masa semula
saat kita berjanji bertemu
di pinggiran Zwolle
menanam bunga dan menyusuri sungai
(Zwolle, hlm 36)

Walau senja selalu liar menyambut mimpi remaja
aku tetap memeluk kerinduan untukmu, Denpasar
(Denpasar, Aku Merindukanmu, hlm 68)

Bapak, lemparkanlah cintamu pada kami yang merindu
Katakan kau melihat kami bahagia. Katakan, katakanlah.
Entah dalam sunyi, katakanlah. Kami menanti.
(November Bapak, hlm 8)

Yang kedua, Wulan menyampaikan cinta melalui kisah-kisah yang sudah dikenal sekaligus menceritakan kembali kisah-kisah (cinta) yang terkenal itu. Wulan menampilkan kembali cerita rakyat dan sejarah, seperti pada puisi “Kelahiran Layonsari”, “Asmara di Semarapura”, “Di Pundak Jaya Pangus”, “Kepada Jaya Pangus”, dan “Wisanggeni”. Dalam hal ini, cinta dinyatakan tidak sebatas hubungan. Cinta juga adalah kekuatan dan direkonstruksi sebagai penanda suatu kehidupan yang baru.

sebab tak ada setia yang terucap
terlebih cinta hanya pura-pura
di sela pertapaanmu
…………………………..
siapakah pemilik setiamu?
perempuan Cina tanpa permata di bibirnya?
(Kepada Jaya Pangus, hlm 52—53)

Darahmu yang sejati
adalah belati bagi lelaki
yang memuja birahi
maka kelahiranmu dalam sepi
serupa anggur segar murim gugur
biarkan angin utara mencium getarmu
untuk pemudi yang haus asmara
(Kelahiran Layonsari, hlm 2)

Tema tentang cinta dan kawan-kawannya tersebut disampaikan oleh Wulan dengan bahasa yang baik. Secara umum, Wulan memilih kata-kata dan menggunakannya dengan baik. Wulan banyak mengulang kata “cinta” dan “rindu” dalam satu puisinya, tetapi ia melalukannya dengan rapi sehingga tidak terkesan monoton. Wulan juga memperhatikan keindahan bunyi dalam puisi-puisinya meskipun banyak puisinya yang naratif, seperti penggalan puisi berikut.

sejauh kau melangkah, sejauh kau berlabuh
kau tetap menjadi Lovina tanpa senja
jika tak tahu rupa bahagia
(Lovina)

Aku selalu menyuguhkan minuman
bukan kopi, teh, atau susu
hanya secangkir cinta
kurasa cukup melepas rindu
di hari ulang tahunmu
(Secangkir Cinta, hlm 22)

dan kau selalu berkata,
karena kita adalah semesta
yang tak selalu pasti
maka keyakinan adalah kepastian
paling sederhana untuk kita miliki
(Sebuah Nama, hlm 76)

Dalam beberapa puisi, Wulan menggunakan kata atau istilah dari luar bahasa Indonesia, seperti bahasa Bali dan bahasa Prancis. Penggunaan kata dari luar bahasa Indonesia ini sebenarnya adalah hal yang bagus, terutama untuk lebih mendukung tema puisi yang dibuat. Akan tetapi, penggunaan kata-kata ini perlu diperhatikan. Tujuannya adalah mendapatkan makna yang tepat dan utuh serta agar bisa dibaca oleh pembaca yang lebih universal. Misalnya kata-kata yang dicetak tebal dalam puisi berikut.

mungkinkah kau damai
yang selalu menyekah upakara
kerinduanku?
hening
bening
(Buat Ning, hlm92)

………………………………………………………….
kita tak akan betah menebak wajah sejarah
karena kita adalah wajah-wajah kawitan
yang mengeja doa dengan terbata
………………………………………………………..
(Asmara di Semarapura, hlm 9)

Penggunaan kata menyekah ,upakara, dan kawitan dalam puisi tersebut perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan makna yang berbeda jika dicari maknanya dalam bahasa Indonesia atau tidak tercantum maknanya dalam bahasa Indonesia. Ketidaktepatan penggunaan kata dapat berujung pada tidak sampainya makna puisi yang diinginkan penulis. Selain itu, latar budaya yang dibawa oleh masing-masing kata asing juga perlu diperhatikan dan dipahami secara mendalam agar penggunaan kata-kata tersebut tepat untuk menyampaikan suatu makna dalam puisi.

Akhirnya, sebagai suatu karya mula dari penulis muda, antologi ini patut dibaca. Antologi ini patut dibaca untuk mengetahui gambaran perkembangan karya penulis muda. Antologi ini patut dibaca sebagai pemantik semangat bagi penulis muda lainnya. Yang paling sederhana, antologi ini patut dibaca sebagai suatu dokumentasi cinta bagi siapa saja. Antologi ini adalah bukti keberhasilan dan keberanian seorang perempuan muda mengabadikan dua sisi cinta dalam hidupnya saat kebanyakan orang ingin membuang sisi gelapnya. Berbahagialah, Wulan!

Kemenuh, Mei 2017

Tags: BukucintaPuisiresensi
Ida Ayu Putri Adityarini

Ida Ayu Putri Adityarini

Tinggal di Gianyar, pernah kuliah di Singaraja. Kini terus menulis puisi dan cerpen sembari merawat masa berpacaran

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Kilas

Festival 100 Monolog Putu Wijaya di Bali: Sejarah yang Belum Pernah Terjadi

FESTIVAL 100 Monolog Putu Wijaya  (F100PW) di seluruh kabupaten di Bali sudah siap digelar selama setahun ini. Pemain sudah siap, ...

February 2, 2018
Foto: Mursal Buyung
Opini

Kelak, Mungkin Kiamat Disebabkan Punahnya Akal Sehat Manusia

“Kenapa kita di sini?” SEBUAH pertanyaan klasik yang telah tergerus zaman dan tak dihiraukan lagi. Sebagian besar orang akan menertawakan ...

February 2, 2018
Foto: Dok Wayan Paing
Esai

Bersih di Sekolah dengan Lipstik : “Literasi Penanganan Sampah Plastik”

Banyak sekolah yang mencantumkan visi misi: meningkatkan prestasi, daya saing, berkarakter dan cinta terhadap lingkungan. Namun dalam implementasinya belumlah merata, ...

November 20, 2019
Meja kerja penulis di rumah
Esai

“Work from Home”, Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh: Komang Trisnadewi -- Batubulan, Gianyar Work from home, begitulah kata yang diserukan oleh pemerintah bagi para pekerja setelah merebaknya ...

March 28, 2020
Kelompok pemusik Baisho-kai di PKB 2019 (Foto Widnyana Sudibya)
Kilas

Musik Jepang di Telinga Penonton Bali

Kelompok-kelompok seniman dari Jepang, baik tari maupun musik, cukup rajin bermain dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) di Bali dan hampir ...

June 17, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jro Alap Wayan Sidiana memanjat pohon kelapa di Desa Les, Buleleng
Khas

Jro Alap, Kemuliaan Tukang Panjat Kelapa di Desa Les

by Nyoman Nadiana
March 2, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

12 Makna | 12 Bulan Covid-19

by Putu Arya Nugraha
March 3, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1419) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (196) Opini (479) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In