TAK tahukah kau bahwa aku sangat mencintaimu? Ya, aku mencintamu. Sangat mencintaimu. Dan apa kau tahu yang selama ini aku inginkan? Ya, aku ingin memiliki hatimu selamanya. Aku ingin kau menjadi milikku selamanya. Kau dengar? Selamanya. Ya. Selamanya.
Aku harus berterima kasih pada hujan yang membuat kita bertemu, dulu, setahun lalu. Bayangan itu masih sangat jelas. Ya, jelas sekali. Kenangan saat kita pertama kali bertemu, masih selalu tergambar, masih selalu tergambar nyata di mataku.
Malam itu, aku, seorang mahasiswa baru, merasa sangat bersyukur digiring oleh hujan untuk berteduh di beranda toko bunga. Karena, berteduh juga kau, seorang wanita cantik dan manis. Ah, maaf sebelumnya. Mungkin ini sedikit berlebihan. Tapi jujur saja, kaulah wanita termanis dan tercantik yang pernah kutemui.
Aku memberanikan diri menyapamu. Kau tampak sedikit kedinginan. Kau balas menyapaku sambil tersenyum. Tak kuduga. Kau ternyata gadis ramah, ya? Ah, aku masih tak habis pikir, bagaimana bisa kita berdua lupa membawa mantel malam itu? Apa memang jodohmu adalah aku, atau jodohku adalah kau? Mungkin keduanya, ha ha ha.
Sambil bertanya-tanya aku menikmati pertemuan kita saat itu. Kita bercakap-cakap sambil menunggu hujan reda. Percakapan itu, entah apa yang kita percakapkan, bagiku membuat suasana jadi hangat. Udara dingin yang dibawa hujan seperti hilang entah ke mana.
Seandainya saja toko bunga itu tidak tutup, aku akan membelikanmu bunga paling cantik, yang sama cantiknya dengan parasmu. Tapi, jika toko itu buka, tentu kita tak bisa berteduh berdua di berandanya.
Aku bahagia sekali, dan yang paling membuatku bahagia: kau memberiku nomor telepon. Kau memberikannya tanpa ragu. Pertemuan itu merupakan pertemuan paling indah untukku. Pertemuan singkat yang tentu saja tak bisa kulupakan. Apakah kau juga begitu?
Sejak hari itu, aku percaya diri mengirimimu pesan singkat. Kau membalasnya seperti yang aku harap. Ah, betapa senangnya.
Kau ingat, bukan? Awalnya hanya percakapan kita basa-basi, sampai akhirnya kita mulai membicarakan diri kita masing-masing. Ya, kita mencoba mengetahui diri masing-masing. Mengenal lebih dalam, dan lebih dalam lagi. Terkadang kita juga membicarakan hal konyol. Bergosip seperti pasangan lain. Terkadang juga aku meneleponmu sampai beratus-ratus ribu pulsa kuhabiskan. Aku benar-benar gila karenamu.
Aku juga tak akan lupa pertama kali kita jalan bersama. Saat itu, sungguh, aku sudah menganggapnya sebagai kencan pertama. Apa kau juga begitu? Semoga saja.
Kita pergi berdua ke pantai yang paling terkenal di kota itu. Tentu saja pantai itu adalah tempat yang indah untukku. Dan menjadi tambah indah karena hadirmu. Ya, karenamu, duniaku menjadi semakin indah. Indah sekali.
Aku ingat sekali, saat berjalan menyusuri pantai, debur ombak bersuara seperti bersorak riang untuk kebersamaan kita. Iya, aku merasa begitu. Apa kau juga sama?
Aku juga tak lupa dengan kepiting-kepiting kecil yang tiba-tiba keluar dari lubangnya saat kita berjalan. Mereka seperti menyambut dengan senang hati kebersamaan kita. Oh iya, aku harap kau juga merasa begitu. Pasti akan terasa sangat membahagiakan
Hidupku berubah karenamuu. Iya, karenamu. Aku tersenyum sepanjang waktu setiap teringat kau. Hari-hari pun terasa sangat singkat saat bersamamu. Kaulah motivasi bagiku untuk menjadi diri lebih baik. Ya karena aku ingin menjadi hati untukmu dan aku harus menjadi hati yang terbaik bagimu. Dan aku juga ingin memiliki hatimu selamanya.
Sekali lagi kukatakan, hari-hariku terasa saat singkat saat bersamamu. Setahun sudah tak terasa. Cepat sekali. Kita sudah sangat dekat dan mesra. Sama seperti pasangan-pasangan dimabuk asmara lainnya. Kita seperti sudah dalam status berpacaran saja, ya? Aahh, aku menganggapnya begitu, apa kau juga sama? Haha. Aku penasaran.
Kalau begitu aku harus “menembakmu”. Iya, memintamu menjadi pacarku. Ah, bukan pacar. Langsung saja menjadi pendamping hidupku. Aku sudah merasa sangat bahagia. Aku juga merasa kita sangat pantas. Setahun sudah cukup bagiku. Ahhh, aku benar-benar tak sabar untuk mendengar kau menerima lamaranku.
Oh ya, kau harus tahu, suatu malam aku membeli bunga paling cantik di toko bunga yang pernah kita datangi untuk berteduh. Aku juga membeli sebuah cincin berlian lengkap dengan kotak kecil beludru warna merah. Seperti yang kerap kulihat di film-film drama romatis.
Kau pasti akan sangat kaget dan sedikit tidak percaya aku bisa romantis seperti itu. Tunggu dulu, tentu saja itu romatis bukan? Aku semakin tidak sabar menemuimu untuk mengucapkan kata-kata yang sudah kusiapkan dengan sangat sempurna.
Aku bergegas menuju rumahmu. Berjalan kaki. Tentu saja aku punya alasan kenapa aku berjalan kaki ketimbang naik sepeda motor. Supaya bunga-bunga cantik yang kubeli tidak rusak diterpa angin. Haha, aku pintar bukan? Tentu saja. Bunga-bunga untukmu harus masih terlihat segar, cantik, dan menawan.
Di sepanjang jalan menuju rumahmu aku selalu tersenyum. Aku tak henti-hentinya membayangkan masa depanku bersamamu. Berapa anak yang akan kita punya? Ke mana kita akan liburan setiap hari jadian kita? Ah, aku juga membayangkan setiap hari akan mengecup keningmu di setiap bangun tidurmu. Haha, aku benar-benar bahagia.
Nah, bagian ini kurasa harus kuceritakan dengan sedikit berbisik kepadamu. Kau harus tahu bahwa aku sangat mencintaimu dan kau harus tahu aku ingin memiliki hatimu dan juga sebaliknya. Dan yang paling harus kau tahu, aku melihatmu bersama lelaki lain di teras rumahmu malam itu. Ya, saat aku sampai di depan rumahmu.
Kau pasti bertanya kenapa kau tak menyadari kedatanganku? Apa kau benar-benar tidak sadar? Ah, mungkinkah karena kau sibuk bercumbu dengannya. Aku bisa menyaksikan betapa lenturnya lidahmu beradu dengan lidahnya. Pasti nikmat sekali bukan?
Aku tak habis pikir, kenapa kau tega melakukan itu? Kebahagiaanku sirna tiba-tiba. Angan-angan indahku entah lari ke mana. Sekarang, kau malah mencari pembenaran bahwa kita tidak berada dalam hubungan yang resmi. Dan kau berkata bahwa aku terlalu mengharapkan sesuatu yang hanya ada dalam bayang-bayang.
Ah, maaf sekali, Sayangku, aku sudah terlanjur membunuh lelakimu kemarin. Pembunuhan ini sudah kurencanakan sejak malam itu. Apa? Kau berkata aku tak punya hati? Benar, hatiku sudah hilang. Hatiku sudah hancur ditikam dustamu. Apa kau tahu? Aku selalu ingin memiliki hatimu selamanya.
Aku ingin hatimu menjadi milikku selamanya. Dan sekarang, di tengah hujan yang pernah mempertemukan kita dulu, sebelum aku benar-benar mengambil hatimu dengan tanganku sendiri, apa ada yang ingin kau katakan? Jika tidak, aku bisa langsung mulai. Aku mulai, Sayang. Aku ambil hatimu, dengan tanganku sendiri. (T)