SEBUAH kumpulan puisi berjudul “Goresan untuk Semesta” terlahir dari karya siswa-siswi SMKN 1 Klungkung dengan penerbit PT Nyala Masadepan Indonesia, Surakarta, 2023, yang terkumpul sebanyak 50 puisi. Bisa dikatakan bahwa puisi-puisi karya siswa SMKN 1 ini mengambil tema besarnya tentang lingkungan hidup. Siswa-siswi menggali tema-tema yang menurutnya menyentuh dan mengusik relung kreativitasnya.
Keberanian mengungkapkan isi hatinya, keberanian menyampaikan tentang lingkungannya patutlah diacungi jempol. Pandangan-pangadangannya tentang lingkungan menarik untuk diungkapkan.
Sebagian besar puisinya masih mengungkapkan romantisme tentang lingkungan belum menukik tentang perubahan lingkungan, dampak dari perubahan lingkungan hidup, masih melihat sisi luar yang menurut siswa-siswi menimbulakan keindahan, ketenangan maupun keasrian lingkungan hidup. Padahal, perusakan alam hamper terjadi di mana-mana.
Siswa perlu diberikan pemahaman tentang alih fungsi lahan, eksploitasi lahan dan perusakan-perusakan lingkungan hingga bisa memberikan pandangan dan pengungkapan pemikirannya tentang lingkungan hidup.
Dari 50 puisi yang termuat ada dua puisi tentang laut yang menarik perhatian penulis, yang ditulis oleh siswa yang sama Ni Kadek Andini Pratiwi, halaman 57 dengan puisinya, Jeritan Pantai. Andini bisa merasakan betapa kekuatan laut yang telah memberikan penghidupan pada umat manusia. Manusia tidak pernah berterima kasih pada laut:
Laut tak pernah berhenti bercerita
Hembusan angin yang mendesir ia berbicara
Lewat ombak yang berbaur ia berkisah
Buih-buih yang putih terbawa ombak
Laut tak pernah meminta
Tapi ia banyak memberi
Ia tak pernah memaksa
Sebab ia memilih suka rela
Ia tak pernah berharap
Karena ia yang memelihara
Berjalan kaki terasa letih menabrak ombak
Sembari tersenyum pada matahari
Laut tak pernah berhenti bercerita
Pada bumi yang kami tempati
Laut tak pernah berhenti berkisah
Pada tanah di mana kami berpijak
Hamparan pasir sebagai tempat laut merebahkan ombak
Yang rela terkikis meski tiada habis
Majas personifikasi yang digunakan oleh Andini amat kuat dan mampu membangun keindahan diksi dalam puisi ini. Misalnya, pada larik Hamparan pasir sebagai tempat laut merebahkan ombak/ larik ini terasa amat indah dalam puisi ini lebih-lebih dikuatkan pada larik di bawahnya, Yang rela terkikis meski tiada habis/ pasangan bunyi [is] pada kata terkikis dan habis menjadi semakin terasa kegetiran dan jeritan hati penulisnya.
Ungkapan kegelisahan tentang laut juga diungkapkan Luh De Putri Purnami dalam puisi Tepian Laut, halaman 71. Puisinya termasuk puisi yang transparan yang menohok langsung pada kondisi laut menurut pandangan Purnami. Ada kekhawatiran terhapat keindahan laut akan hilang secara perlahan. Laut yang digambarkan menyimpan keindahan secara perlahan mulai menghilang:
…//
Sesekali aku berpikir
Bagaimana jadinya jika aku menjadi ombak
Yang selalu menghiasi bibir pantai setiap waktu
Bagaimana jadinya jika aku menjadi lautan
Yang memiliki jiwa tak terhingga luasanya
Atau yang tetap berdiri tegar
Meski badai dan ombak tak pernah usai menerjangnya
Ombak yang setiap langkahnya
Seperti alunan music yang membuat hati ini candu
Pasir pantainya yang putih nan bersih
Seakan menambah kesan betapa indahnya ciptaan Tuhan satu ini
Atau seperti kehidupan bawah lautnya
Yang menyimpan begitu banyak misteri
…//
Kubuka mataku, kulihat sekitarku
Keindahan alam yang dulu indah dan asri
Kini perlahan menghilang dirusak oleh ciptaan Tuha yang lainnya
Khayalanku melanglang buana ke masa depan
Bisakah anak dan cucuku melihat panorama seindah ini kelak?
Bisakah di hari tuaku melihat pemandangan ini lagi?
Bisakah? Aku selalu bertanya-tanya
Daya ungkap kedua penulis di atas melukiskan kekhawatiran tentang laut. Jika Andini menggunakan majas personifikasi hingga pembaca dibuatnya seperti terhipnotis dengan puisinya. Akan tetapi, Purnami menggambarkan kekhawatiran tentang laut secara langsung. Dua gaya ungkap seorang siswa tentang pergambaran laut. [T]
BACA tulisan lain dari penulisIBW WIDIASA KENITEN