SALAH satu kuliner jajanan desa yang paling melekat di ingatan adalah laklak. Setuju kan?
Apalagi, bagi anak desa seperti saya, sejak kecil, sejak masih Sekolah Dasar, pada pagi hari, saya akan dibelikan laklak oleh bapak saya.
Tentu saja tidak setiap pagi. Karena bapak saya akan membelikan saya laklak jika ia punya rejeki lebih banyak.
Di Desa saya, di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, terdapat penjual kue atau jajanan tradisional legendaris. Penjual itu, Nyoman Yarsa, seorang ibu yang kini usianya sudah 70 tahun.
Proses pembuatan laklak dengan menggunakan jalikan kayu bakar
Ia sudah berjualan jajanan tradisional, terutama laklak, sejak ia berusia 20 tahun. Artinya, ia sudah sejak 50 tahun lalu berjualan laklak.
Tempatnya berjualan adalah warung rumahan. Lokasinya kurang lebih 500 meter di sebelah selatan Tugu Singa Desa Les.
Belum lama ini saya mampir ke warung itu. Rumah sekaligus warung tempat Bu Yarsa berjualan tampak sudah buka sebelum jam 5 pagi.
Nyoman Yarsa dikenal sebagai penjual jajanan tradisional seperti laklak, apem, jaje kukus keladi dan lain-lain. Tetapi, bagi saya dan warga Desa Les lainnya, jaja laklak-nyalah yang jadi primadona. Lapaknya biasanya sudah penuh sejak jam 5.00 pagi. Ini menyerupai sebuah tempat diskusi warga desa yang sembari ngopi dan ngeteh membahas urusan pertanian dan mungkin juga beberapa poster yang sudah terpampang di jalan raya untuk pilkada.
Jajan laklak Bu Yarsa masih seperti dulu. Dibuat di tungku jalikan dengan kayu bakar pilihan. Disajikan sederhana dan bersahaja dengan parutan kelapa dan gula juruh lontar.
Tidak hanya warga Desa Les yang rutin nge-laklak di warung itu, banyak juga pembeli dari desa tetangga. Jika sudah berbicara rasa, legenda salah satunya adalah urusan waktu. Tak hanya berjualan, tapi ada cinta yang terus dipelihara.
Laklak Bu Yarsa
Setidaknya hampir 50 tahun lebih berjualan laklak dan jajan lainnya, Bu Yarsa selalu setia dengan laklak buatannya. Bahkan sebelum laklak itu viral, sebelum youtube dan sosial media sedikit membumbui dengan kata-kata bombastis tentang laklak di sejumlah warung yang baru dibuka.
Bu Yarsa sudah melampaui semua itu. Tidak ada sosial media, dan tempatnya pun tidak tercatat di google map dan sangat sering cuma hitungan sejam saja laklak itu sudah habis.
Jika berkunjung ke Desa Les, jika beruntung di pagi hari dan kebetulan buka, bisa dicoba dan di rasakan. Seperti hidup, kebetulan-kebetulan itu penting untuk membelajarkan diri agar tidak jumawa. Kalau kebetulan warung itu buka, berarti disyukuri, kalau tutup datanglah kembali, kalau enak itu bonus.
Dan laklak terbaik adalah laklak yang dibuat dengan cinta dan teruji oleh waktu. Selamat mencoba. [T]