Tanpa babibu, Made Widianingsih mengangkat karung kampil yang berisi sampah plastik yang beratnya hampir 20 kilogram itu. Ia angkat untuk kemudian didorong naik ke atas mobil pick-up. Ia tak tampak lelah. Kuat sekali dia.
Made Widianingsih memang bukan sosok wanita yang biasa. Ia seorang kepala wilayah di Desa Gitgit, Sukasada, Buleleng, tepatnya di Banjar Dinas Gitgit. Wanita kelahiran 18 September 1975 ini telah menjadi Kelian Banjar atau yang biasa sering disebut Kepala Dusun (Kadus) sejak tahun 2015.
Selain menjadi seorang Kadus, ia juga memegang jabatan istimewa lainya di banjar dinas itu, Dirinya menjadi Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Giri Manik yang beranggotakan 25 orang , semuanya ibu-ibu. Sebuah kelompok yang berusaha memberdayakan diri melalui pengelolaan pertanian untuk membantu ekonomi keluarga.
Selain itu, Made Widianingsih juga adalah Direktur Bank Sampah Giri Manik, sebuah bank sampah yang sudah berdiri dari tahun 2016 yang sebelumnya bernama bank sampah Bumi Hijau Lestari.
Pick-up yang diisi sampah itu adalah pengangkut sampah milik Rumah Plastik, sebuah perusahaan pencacah plastik yang cukup besar di wilayah Banyuning. Sampah plastik yang terkumpul di Bank Sampah Giri Manik memang diangkut untuk dicacah di Rumah Plastik. Dan Made Widianingsih sendiri yang biasa turun tangan mengangkut sampah untuk dibawa ke atas pick-up. Tidak main-main ia memang biasa turun langsung menangani sampah di wilayahnya.
***
Saya menemui langsung Made Widianingsih di Gitgit. Saya sendiri sudah beberapa kali berjumpa sebelumnya dengan Ibu Kadus ini, tapi tidak pernah berkaitan dengan sampah, lebih banyak urusan kegiatan tentang desa.
Perjumpaan kali ini sedikit berbeda karena saya mendapat tugas mendampingi rekan dari Rumah Plastik untuk menjalin kerjasama pengelolaan sampah, sekaligus mendapat mandat dari Yayasan Maha Boga Marga (MBM) untuk berbagi tentang pengelolaan sampah. Yayasan yang berlokasi di Desa Kapal, Badung, itu sudah lama mendampingi Desa Gitgit dalam upaya pengelolaan sampah dan pemberdayaan masyarakat desa.
Perjalanan dari Desa Panji (rumah saya) menuju Desa Gitgit memakan waktu hampir 25 menit, meskipun masih dalam satu kecamatan, jarak kedua desa bisa dikata cukup jauh. Cuaca cukup cerah pagi itu, jalan sedikit ramai tapi lancar. Efek pandemi sepertinya masih berpengaruh, jalan utama menuju Kabupaten Buleleng itu masih belum banyak dilewati seperti biasanya.
Sesampainya di lokasi kegiatan, letaknya dekat dengan Sekolah Dasar No 2 Gitgit, Made Widianingsih langsung menyambut saya. tempatnya cukup luas.
“Rumah ini milik salah satu tokoh masyarakat yang bekerja di Denpasar sebagai seorang pengacara, sementara diijinkan untuk dijadikan Depo Bank Sampah Giri Manik sebelum nanti akan berpindah di lokasi milik saya,” kata Made Widianingsih.
Selain disambut Made widianingsih, kehadiran saya disambut senyum ibu-ibu lain, hampir 20 orang lebih yang hadir. Mereka adalah anggota KWT yang dipimpin oleh Made Widianingsih.
***
Made widianingsih yang merupakan ibu dari dua orang anak ini, tampak begitu serius ingin menyelesaikan masalah sampah di wilayahnya. “Sebagai warga desa saya melihat langsung ada banyak sekali sampah yang berserakan di desa, apalagi di tegalan keluarga kami banyak sekali ada sampah dan itu sangat berdampak tehadap hasil perkerbunan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan sejak terpilih menjadi Kelian Banjar, menangani masalah sampah jadi salah satu program kerja utamanya . “Meskipun menangani sampah sulit, tapi ini telah jadi salah satu program prioritas saya,” ungkap istri dari I Nyoman Arnila ini.
Dari tahun 2016, ia bersama beberapa warga di Banjar Dinas Gitgit membentuk bank sampah dengan nama Bumi Hijau Lestari. Jatuh bangun pun dialami Made Widianingsih, mulai dari susahnya menyadarkan warga untuk memilah sampah, juga jarak rumah warga yang cukup berjauhan, sampai susahnya menjual sampah plastik yang telah terkumpul.
“Banyak sekali kendala yang kami temui, warga masih apatis untuk mau memilah sampah organik dan non organik, belum lagi jarak antar rumah warga yang cukup jauh, tidak semua bisa terakomodir, karena kami mengambil kerumah-rumah warga jadi kami benar-benar kewalahan ngurusin sampah ini,” jelasnya.
Di sisi lain ia juga menyadari betul Desa Gitgit sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Buleleng, harus bisa bebas dari sampah plastik dan juga letak desa yang ada di hulu, sehingga jika warganga buang sampah sembarangan akan berdampak sekali dengan desa yang ada di hilir. “Desa kami ini kan letaknya di hulu jadi kalau warga kami buang sampah sembarangan bagaimana dampak di bawah,” katanya.
Upaya itu akhirnya menunjukkan kemajuan. Saat ini di wilayah Banjar Dinas Gitgit yang terdiri dari 346 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 1.134 jiwa, melalui bank sampah sendiri sampai tahun 2020, telah mampu mengumpulkan hingga 30 ton sampah plastik. Bahkan katanya salah satu nasabahnya sampai punya tabungan mencapai Rp. 1.400.000,00.
“Dulu masih belum maksimal saya bisa mengelola sampah ini, karena memang saya sendiri tidak punya banyak informasi tentang managemen bank sampah yang baik,” ungkapnya.
Untuk meningkatkan pengelolaan bank sampahnya Made Widianingsih memilih melibatkan kelompok KWT Giri Manik yang dipimpinnya itu. “Jadi nama Bank Sampah kami ubah dari Bumi Hijai Lestari jadi Bank Sampah Giri Manik, sesuai dengan nama KWTnya, agar lebih banyak yang terlibat dalam pengelolaannya,” harapnya.
Ia sempat menolak dipilih menjadi direktur bank sampah itu tapi karena desakan dan kepercayaan anggotanya akhirnya dia mengambil peran tersebut.
***
KWT Giri Manik sendiri sudah terbukti menjadi kelompok yang mampu berdaya, kelompok ini telah membuat pupuk organik dan juga booster buah, bahkan boster buahnya sudah di produksi cukup banyak dan dijual kebeberapa warga.
“ibu-ibu KWT Giri Manik ini semangatnya luar biasa, mereka senang sekali bisa terlibat mengelola bank sampah, ini kan juga bisa jadi salah satu sumber tambahan ekomoni,” ujarnya.
Terlihat antusias ibu-ibu KWT dalam mengikuti sosialisasi pengelolaan bank sampah dan mempelajari pemilahan sampah yang disampaikan oleh Tim dari Rumah Plastik.
Atas dedikasinya menjadi pemimpim wilayah yang fokus pada upaya pengelolaan sampah di wilayahnya, Made Widianingsih pernah diundang menjadi narasumber di berbagai tempat terutama pada peringatan Hari Bumi, bahkan banjarnya pun sering menjadi kunjungan beberapa lembaga untuk belajar pengelolaan sampah. [T]