25 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

‘Tangis Alam’ Agus Murdika

HartantobyHartanto
May 4, 2025
inUlas Rupa
‘Tangis Alam’ Agus Murdika

Agus Murdika, Golden Field, Mix Media on Canvas, 200 x 150

SALAH satu karya yang cukup mendapat perhatian beberapa teman perupa pada pameran senirupa dalam rangka Ulang Tahun ke 29 Galang Kangin adalah karya Agus Murdika yang berjudul “Golden Field”. Pameran yang mengambil tema “Metastomata : Metamorphosis Manifesto Galang Kangin” ini berlangsung di Neka Art Museum, Ubud – 18 April hingga 18 Mei 2025.

Lebih lanjut, mari kita simak karya Agus Murdika. Konsep “Golden Field (ladang mas)” karya Agus ini sungguh menggugah hati. Pesannya tentang pelestarian alam di tengah pembangunan, membawa refleksi yang mendalam. Kolase yang memadukan kertas prada dan karung goni sebagai simbol alam adalah pilihan yang kuat secara visual dan filosofis, menggabungkan kemewahan dengan elemen alami yang sederhana.

Agus tengah menampilkan narasi tentang proses kreatif atau inspirasi dari pengalaman nya di lapangan, sehingga karya ini tak hanya terlihat namun ada hal yang bisa dirasakan. Judul “Golden Field” sudah sangat kuat, dengan makna yang bisa diasosiasikan pada kecantikan alam yang tengah menghadapi ancaman. Simbolisme ini, tentu menciptakan dialog antara pembangunan dan pelestarian alam.

Karya ini adalah ekspresi dari keprihatinan seniman terhadap perlakuan manusia yang tidak bijak terhadap alam. Seni sebagai medium ekspresi memungkinkan seniman untuk menyampaikan pesan emosional dan moral kepada audiens. Ia tidak hanya berdiri sendiri, tetapi juga berakar pada konteks sosial dan lingkungan di mana pembangunan sering mengorbankan alam. Dengan pendekatan seni kontekstual , membantu memahami bagaimana karya ini berinteraksi dengan isu-isu yang relevan di masyarakat.

Agus Murdika, Hamparan Hijau, 2018

Dalam beberapa pemahaman, karya ini dapat dilihat sebagai kritik terhadap homogenisasi pembangunan yang mengabaikan nilai-nilai lokal dan ekologis. Sekaligus kritik terhadap pola pemikiran ‘developmentalis’. Kolase sebagai medium juga mencerminkan pluralitas dan keberagaman, yang menjadi ciri khas seni kontemporer. Jadi, menurut saya, karya ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mengandung pesan mendalam yang mengajak audiens untuk merenungkan dampak pembangunan terhadap alam. Terutama, dampak negatip.

Kalo misalnya hendak bersandar pada pendekatan pemikiran Edvard Munch, tentu karya Agus ini sangat terkait dengan penggayaan ekspresionisme, di mana emosi dan pengalaman pribadi menjadi inti dari karya seni. Munch percaya bahwa seni harus mampu menangkap perasaan manusia yang mendalam – sering kali melalui warna yang dramatis dan komposisi yang menggugah.

Jika kita hendak menerapkan pendekatan ini pada karya “Golden Field” oleh Agus Murdika, kita bisa melihat bagaimana penggunaan material seperti kertas prada dan karung goni menciptakan kontras atas realita yang terjadi di alam semesta. Seperti Munch yang menggunakan warna untuk mengekspresikan ketegangan psikologis, Agus menggunakan tekstur dan material untuk menyampaikan konflik antara modernitas lewat pembangunan dan pelestarian alam.

Agus Murdika, Lembah Menguning, 2018

Dalam konteks ekspresionisme, karya ini bisa dianggap sebagai manifestasi kegelisahan terhadap perubahan lingkungan. Munch sering menggambarkan ketakutan dan kecemasan dalam karyanya. Sementara itu, dalam “Golden Field,” ada ketegangan antara keindahan alam dan ancaman pembangunan yang bisa dirasakan oleh audiens. Pendekatan ini juga bisa memperkuat interpretasi bahwa karya Agus bukan hanya sekadar kritik sosial, tetapi juga ekspresi emosional dari pengalaman langsungnya di lapangan. Seperti Munch yang menuangkan perasaan pribadinya ke dalam lukisan, Agus menghadirkan refleksi yang lebih dalam tentang hubungan manusia dengan alam.

Mengutip dari buku “Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas : Esai-Esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa”, karya Abdul Hadi W.M (Yogyakarta : Matahari, 2004). Sejarah perkembangan seni abstrak diawali abad 19. Pada abad 20, seni ini berkembang pesat ke beberapa benua, termasuk benua Amerika. Pada awal kemunculannya, seni abstrak berhasil memunculkan aliran seni baru di Barat, yang mana sebelumnya selalu berkutat pada aliran rasionalisme, empirisme, materialisme serta realisme.

Agus Murdika, Tebing Batu, 100 x 100, Acrylik dan Kolase Goni di Kanvas

Seperti kita ketahui seni abstrak ekspresionisme tidak hanya terbatas menjadi aliran pada senirupa saja. Abstrak ekspresionisme memiliki pengaruh yang luas di berbagai bidang seni selain seni rupa. Gerakan ini, yang berkembang di Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, menekankan ekspresi emosional dan kebebasan artistik, yang kemudian memengaruhi seni pertunjukan, musik, sastra, dan bahkan arsitektur.

Pada seni pertunjukan, konsep ekspresi spontan dan gestur dramatis dari abstrak ekspresionisme menginspirasi teater eksperimental dan tari kontemporer. Seniman seperti Jackson Pollock, yang terkenal dengan teknik “drip painting,” memengaruhi koreografi yang lebih bebas dan ekspresif dalam dunia tari. Sementara itu, abstrak ekspresionisme juga berkontribusi pada perkembangan jazz bebas dan avant-garde, di mana improvisasi menjadi elemen utama. Musisi seperti Ornette Coleman dan John Coltrane mengadopsi pendekatan yang mirip dengan pelukis ekspresionis abstrak—mengutamakan spontanitas dan ekspresi emosional.

Dalam sastra, gerakan ini memengaruhi penulisan puisi dan prosa yang lebih eksperimental, seperti karya Beat Generation yang menolak struktur konvensional dan lebih menekankan ekspresi pribadi serta spontanitas. Ekspresionisme dalam sastra muncul sebagai reaksi terhadap materialisme, kemakmuran borjuis yang berpuas diri, mekanisasi dan urbanisasi yang cepat, dan dominasi keluarga dalam masyarakat Eropa pra-Perang Dunia I. Itu adalah gerakan sastra yang dominan di Jerman selama dan segera setelah Perang Dunia I.

Agus Murdika, Lembah Hijau, 200 x 150, Acrylic dan Kolase Goni di Kanvas, 2023

Begitulah perkembangan seni abstrak ekspresionis yang mempengaruhi bidang seni lainnya, tidak hanya seni rupa. Selanjutnya, saya ingin menganalisa karya Agus Murdika yang bertajuk “Golden Field” ini dengan pendekatan susastra. Menurut interpretasi saya lukisan “Golden Field” karya Agus Murdika, memiliki kesamaan dengan beberapa karya sastra yang mengangkat tema alam, pembangunan, dan kritik sosial. Jika kita mencari padanan dalam sastra Indonesia, karya ini bisa disejajarkan dengan Sapardi Djoko Damono, terutama dalam dalam karyanya  yang berisi kritik sosial terhadap perubahan lingkungan dan pembangunan.

Menurut saya, salah satu karya Sapardi yang parallel dengan lukisan “Golden Field” adalah puisi berjudul “Dalam Setiap Diri Kita” . Karya Sapardi ini adalah sebuah puisi yang menyoroti ancaman pada diri manusia atas perubahan sosial yang mendestruksi lingkungan dan budaya. Melalui metafora serigala dan aneka pertanyaan, puisi ini menggambarkan pergeseran budaya. Simak petikan awal sajaknya ;   Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga//segerombolan serigala//Di ujung kampung, lewat pengeras suara,//….. Manusia seperti kehilangan esensi kehidupan tradisional, dan muncul tindakan destruktif dalam masyarakat yang mempengaruhi harmoni dengan alam.

Sapardi menandaskan di baris 10 hingga 14 ini //Gamelan jadi langka. Di keramaian kota//kita mencari burung-burung//yang diusir dari perbukitan//dan suka bertengger sepanjang kabel listrik//yang mendadak lenyap begitu saja//. Ini merupakan refleksi kritis penyairnya, akan perubahan dan ancaman di dalam masyarakat. Hal ini bisa kita simak kreatifitas Agus yang menggunakan kolase sebagai medium, bisa kita padankan dengan penggunakan simbol-simbol bahasa oleh Sapardi untuk menyampaikan pesan tentang  pentingnya kita memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan perubahan sosial.

Agus Murdika, Golden Field, Mix Media on Canvas, 200 x 150

Lebih lanjut, saya ingin memberikan komentar pada beberapa karyanya yang bagi saya amat menarik. Saya cukup tertarik pada karya Agus yang bertajuk “Dimensi Rasa”.  Karya ini, menurut saya merupakan sebuah eksplorasi visual yang memadukan berbagai elemen abstrak dengan tekstur dan warna yang dinamis. Karya yang berukuran 100 x 320 cm, dan terdiri dari 4 panel  ini menggunakan media campuran di kanvas. Dibuat pada tahun 2017.

Bagian atas karya ini menampilkan material logam tembaga, kuningan, dan almunium yang tampak kusut, memberikan efek tiga dimensi yang kuat. Sementara itu, bagian bawahnya dipenuhi dengan bentuk-bentuk abstrak dalam warna hijau, oranye, dan hitam, menciptakan kontras yang menarik antara struktur dan fluiditas. Secara konseptual, karya ini bisa diinterpretasikan sebagai refleksi terhadap emosi dan pengalaman manusia, di mana tekstur kasar dan warna-warna yang bertabrakan – mungkin melambangkan kompleksitas perasaan.

Dalam lukisan ini, ia tidak  menyoroti keindahan alam yang terlihat, seperti gunung, sawah, dan lanskap lainnya, tetapi mengangkat isu eksploitasi terhadap sumber daya yang tidak tampak oleh mata. Penggunaan material logam juga bisa merepresentasikan kegelisahan dan kegusaran Agus akan tindakan sewenang-wenang manusia terhadap kekayaan alam di bawah tanah (tambang). Karya ini menjadi bentuk kritik terhadap eksploitasi sumber daya alam yang tak bisa diperbaharui secara besar-besaran. Ini, dilakukan demi keuntungan segelintir orang, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Sementara itu, warna-warna yang lebih lembut di bagian bawah bisa menunjukkan kerinduan Agus akan harmoni keindahan alam.

Agus Murdika, Dimensi Rasa, 100 x 320, Mix Media di Kanvas, 2017

Secara keseluruhan, Agus Murdika memang acap mengangkat tema yang berkisar pada hubungan manusia dengan alam. Ini merupakan keprihatinannya pada perilaku manusia hingga menghadapi konsekuensi dari kerusakan alam yang terjadi – baik akibat bencana alam maupun ulah manusia. Melalui seni, ia menyampaikan pesan tentang pentingnya kepedulian dan empati terhadap lingkungan. Karya ini memiliki daya tarik visual yang kuat sekaligus menyampaikan pesan sosial yang mendalam. Dengan pendekatan artistiknya yang unik dan eksploratif.

Kepedulian Agus pada alam juga bisa kita simak dari karyanya yang bertajuk “Lembah Menguning”. Karya bertahun 2018 oleh Agus Murdika ini adalah sebuah lukisan abstrak yang kaya warna, dengan dominasi kuning serta aksen merah, biru, dan hijau. Komposisi ini menciptakan kesan lanskap yang dinamis, penuh gerakan dan dinamika. Jika memakai pendekatan semiotika, warna dan bentuk dalam lukisan ini dapat dilihat sebagai tanda yang memiliki makna. Kuning yang melimpah mungkin merepresentasikan alam yang meranggas, bisa juga menjadi metafora untuk eksploitasi atau perubahan ekologi yang terjadi di lembah tersebut.

Gaya ekspresif dalam karya ini menunjukkan bagaimana seniman menuangkan emosi dan pemikirannya tentang alam. Teknik yang digunakan menciptakan kesan spontanitas dan kebebasan, yang sering kali menjadi ciri khas seni ekspresionis. Jika dikaitkan dengan pernyataan Agus Murdika yang acap prihatin pada tindak eksploitasi alam, “Lembah Menguning” bisa diinterpretasikan sebagai refleksi atas perubahan lanskap akibat campur tangan manusia. Warna kuning yang dominan bisa menjadi simbol dari tanah yang mulai kehilangan kesuburannya akibat eksploitasi. Jika kita punya kepekaan lebih manakala menikmati karya-karya Agus, mungkin bisa kita rasakan ‘tangis alam’. [T]

  • Sejumlah referensi diambil dari sejumlah sumber

Penulis: Hartanto
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA
Orkestra Warna Wayan Naya
Dewa Soma Wijaya, Penjaga Budaya Lama
Kosa Poetika Senirupa Anak Agung Gede Eka Putra Dela
Trimatra Galung Wiratmaja
Selilit: Perlawanan Simbolik Ketut Putrayasa
Memorial Made Supena
METASTOMATA: Metamorphosis Manifesto Galang Kangin di Neka Art Museum, Ubud
Tags: Agus MurdikaKomunitas Galang KanginNeka Art MuseumPameran Seni RupaSeni Rupa
Previous Post

Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

Next Post

Toleransi Agama di Bali, Bisakah Terus Bertahan?

Hartanto

Hartanto

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

Next Post
Toleransi Agama di Bali, Bisakah Terus Bertahan?

Toleransi Agama di Bali, Bisakah Terus Bertahan?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more

Saatnya Pertanian Masuk Medsos

by I Wayan Yudana
May 24, 2025
0
Saatnya Pertanian Masuk Medsos

DI balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan yang jarang terangkat ke permukaan. Bali krisis kader petani muda. Di...

Read more

Mars dan Venus: Menjaga Harmoni Kodrati

by Dewa Rhadea
May 24, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DI langit malam, Mars dan Venus tampak berkilau. Dua planet yang berbeda, namun justru saling memperindah langit yang sama. Seolah...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co