PAGI hari, sekitar jam 06.00 Wita, setelah menunaikan sholat subuh dan ibadah lainnya—sebelum berangkat melakukan aktivitas lain, seperti kerja dan sekolah—warga Dusun Kauman, Desa Pengastulan, pergi ke senderan di Pantai Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng-Bali. Senderan itu adalah bangunan untuk mencegah abrasi, dibangun dari tumpukan batu dan trotoar di sisi atas. Senderan itu panjangnya sekitar 250 meter.
Di punggung senderan, warga biasanya santai, sekadar duduk, sambil menikmati perbekalan, seperti kopi dan pisang goreng. Bahkan, ada yang membawa nasi bungkus.
Jangan heran, di desa ini, orang-orang bisa membeli nasi bungkus sebelum matahari terbit. Sebab, pedagang nasi sangat banyak dan buka mulai sebelum subuh sampai pagi sekitar jam 10.00 Wita.
Bik Halilah, misalnya, pedagang nasi kebuli dan nasi campur khas Pengastulan, yang buka sekitar jam 04.00 Wita. Agak pagi sedikit, sekitar jam 06.30 Wita, Bik Naila, menjual nasi kuning dan donat bertabur gula pasir. Dan Bik Fitriah, menjual nasi dengan menu yang sama dengan Bik Halilah. Pagi sekitar jam 07.00 – 10.00 Wita, Bik Wahidah menjual nasi plecing, jukut, rawon, dan sate manis.
Oleh karena itu, tak heran, saat pagi buta, orang-orang di desa ini sudah bisa menikmati sarapan nasi.

Senderan di Pantai Desa Pengastulan, Seririt, Buleleng | Foto: Hirzan
Pada saat hari raya, baik hari raya umat Islam maupun hari raya umat Hindu, warga biasanya menyerbu Pantai Desa Pengastulan untuk melakukan rekreasi setelah hari raya. Bukan hanya warga dari Desa Pengastulan, pada saat hari raya banyak warga dari luar Desa Pengastulan, seperti warga dari desa-desa di Kecamatan Seririt lainnya, juga dari Kecamatan Busungbiu, juga datang untuk menikmati alam pantai, duduk-duduk di atas senderan.
Tentang Pembangunan Senderan
Senderan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 2003/2004, saat Perbekel Desa Pengastulan dijabat oleh Subrata. Proyek pembangunan pencegah bencana ini berjalan cukup cepat. Selain karena ditopang fasilitas berupa alat berat yang memadai, juga berkat kekompakan warga yang bergotong royong membantu menyelesaikan proyek.
Saat itu, warga membantu menyiapkan kebutuhan yang diperlukan oleh petugas proyek. Seperti mengurug pasir untuk menimbun lubang, mengumpulkan kerikil untuk bahan pijakan, dan lain-lain. Bisa dikatakan, warga sebagai buruh, dan tukangnya adalah petugas proyek.
Antara warga dan petugas proyek, bekerja saling melengkapi dan saling menguntungkan. Petugas proyek merasa senang karena bisa mengerjakan proyek dengan cepat. Dan warga merasa senang karena senderan segera berdiri kokoh dan akan melindunginya dari terjangan ombak.
Cukup lama senderan ini berhasil mencegah amukan ombak yang mencoba menghantam rumah warga, sekitar 20 tahun. Meski demikian, di usianya yang tidak lagi muda, dinding senderan sudah banyak keropos. Batu kerikil di atasnya banyak yang rontok. Bahkan, di beberapa titik, ada yang hancur dan mengancam rumah warga.

Senderan di Pantai Desa Pengastulan, Seririt, Buleleng | Foto: Hirzan
Kondisi senderan yang kian memprihatinkan, membuat warga khawatir. Dan, benar saja. Kekhawatiran itu menemukan momentumnya. Pada awal tahun 2023, air laut tak henti-hentinya dengan keras menggempur senderan. Hal ini mengakibatkan beberapa titik senderan mengalami cidera parah, terutama di sisi belakang MTs Negeri 2 Buleleng.
Untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi, warga dibantu aparat desa, TNI dan Polri, bergotong royong membangun tanggul swadaya. Tanggul dari karung berisi pasir ini dipasang 1,5 meter di sisi rawan abrasi. Meski tidak seberapa, tanggul ini diharapkan dapat sedikit meredakan kekhawatiran warga.
Tanggul swadaya itu tak akan bertahan lama. Ombak sewaktu-waktu menerjang dengan tenaga yang lebih ekstra. Bahkan, berpotensi tsunami. Perkiraan ini bukan tanpa prediksi yang akurat. Sebab, desa ini telah dikukuhkan memiliki Komunitas Siaga Bencana Tsunami (Tsunami Ready Community). Pengukuhan dilakukan Komisi Oseanografi Antarpemerintah (IOC), organisasi di bawah naungan UNESCO.
Atas dasar kondisi senderan yang kian memprihatinkan dan potensi tsunami, pada tahun 2024, setelah perbekel baru dilantik, senderan lama dibongkar total dan dibangun kembali dengan model baru.
Model senderan lama, bagian atasnya melengkung. Fungsinya menggulung dan mengembalikan ombak. Sedangkan model yang baru, bagian atasnya meninggi tanpa lengkungan. Namun, mulai dari kaki senderan sampai atas terbuat dari batu gunung. Fungsi batu gunung ini dapat menetralisir laju ombak.
Selain itu, senderan baru menggunakan paving sebagai pijakan di atas batu gunung tersebut. Di atas pijakan yang berukuran sekitar satu meter itulah, setiap pagi, biasanya, warga berdatangan dengan beragam aktivitas.
Senderan Sebagai Sarana Olahraga
Selain duduk santai sambil menikmati perbekalan, ada juga orang yang berjalan santai, dari ujung selatan sampai timur senderan. Biasanya, orang yang sudah menginjak usia senja. Tentu, harapan besar mereka adalah bisa mencegah penyakit-penyakit yang rentan menyerang orang di usia tua. Seperti jantung, gula darah, tulang, tekanan darah dan lain sebagainya.

Senderan di Pantai Desa Pengastulan, Seririt, Buleleng | Foto: Hirzan
Sudah banyak penelitian yang membahas tentang pengaruh jalan kaki bagi kesehatan lansia. Salah satunya, artikel yang ditulis Siti Rohimah dan Novia Puspita Dewi, Jalan Kaki Dapat Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Lansia (2022).
Tidak hanya lansia, orang-orang yang berumur di bawah 40 tahun juga ramai berolahraga di senderan, lengkap dengan mengenakan sepatu dan sepeda. Tentu, dengan maksud agar memiliki badan yang sehat dan bugar. Di usia segitu, selain ingin sehat, memiliki body yang bagus juga masih menjadi impian.
Sambil berolahraga, duduk dan menyantap perbekalan, mereka menikmati udara segar di pagi hari, air laut yang tenang, gemericik suara ombak kecil yang berlabuh di pantai, matahari yang mulai mengintip di balik awan yang bertengger di antara pegunungan, ikan-ikan berloncatan seperti kabur dari kejaran nelayan yang melempar jaring mengenakan sampan dan kail dari pemancing di bibir pantai.
Senderan di Dusun Kauman, Desa Pengastulan, sekali lagi, tidak hanya mencegah bencana abrasi yang datang saat musim hujan dan angin, namun juga menjadi tempat yang nyaman bagi warga untuk merawat kondisi kesehatan badan dan pikiran, terutama saat pagi hari. [T]
Penulis: Ahmad Hirzan Anwari
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: