BAGAIMANA jika Aparatur Sipil Negara (ASN) yang biasa bekerja dari balik meja di ruang kantor ber-AC melakukan balap traktor di tanah sawah berlumpur? Lucu juga.
Ya, lucu. Balap traktor itulah yang dilakukan ASN dari Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng di sebuah areal berlumpur di tengah kota Singaraja. Nama acaranya: Lomba Operator Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan), traktor roda dua. Dalam lomba itu sejumlah ASN mencoba berkeringat sebagaimana para petani berkeringat saat membajak sawah.
Mereka guyub di lumpur, di area lomba, di lahan sawah Hutan Kota Banyuasri, Jumat, 7 Maret 2025.
Tidak ada tangis di sana, hanya ada tawa dan bahagia dalam rangka HUT Kota Singaraja yang ke-421. Kegiatan ini digagas oleh Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, sebagai respon mereka bahwa mereka penuh siap mendampingi para petani nanti di lapangan.
Sekitar pukul 07.00 wita, lomba itu dimulai. Sinar matahari masih anget-angetnya turun dan jatuh di antara kulit-kulit para peserta. Sawah yang becek, mereka hadapi sebagai rintangan. Dengan rasa percaya diri sebab, tentu saja, sudah berlatih satu hari lalu.

Peserta balap traktor Dinas Pertanian Buleleng | Foto: Dinas Kominfosanti Buleleng
Para peserta berdiri di belakang traktor. Rupa-rupa wajah mereka, ada yang siap gas-gas saja, ada yang berkeringat dingin, ada juga yang baru kemarin pegang traktor dan sekarang harus beradu cepat. Tapi antusias mereka tak bisa diragukan lagi.
Made Aryadana, seorang penyuluh pertanian yang sekaligus menjadi peserta kali ini, mengaku ia baru sekali sempat latihan, tapi semangatnya sudah seperti orang yang bergelut dengan sawah setiap hari. Anteng, siap gasss…

Peserta balap traktor Dinas Pertanian Buleleng | Foto: Dinas Kominfosanti Buleleng
Ternyata mengendalikan traktor tak semudah kelihatannya. Mereka yang berlomba akhirnya menjadi semacam teatris di lapang lumpur. Di dalam arena balap, di sawah itu, Aryadana langsung melaju. Ia berlari kecil. Pandangannya lurus ke depan. Begitu mendekati finish, keseimbangannya mulai goyah.
Hampir saja tubuhnya ambruk ke dalam lumpur secara penuh. Hanya sebagian tubuhnya terkapar hingga penuh lumpur. Aryadana tetap ngegas tanpa tedeng aling-aling. Sampai di garis finish ia menghentikan traktornya. Air lumpur menyembur ke atas lantaran mesin traktor sedikit terendam. Sontak ketika ia berbalik, punggungnya penuh air lumpur dan sorak sorai penonton semakin riuh.
“Medannya beda. Ini nggak rata. Saya kira gampang, ternyata berat banget. Saya hampir jatuh karena sarung saya nyangkut di pedal!” kata dia sambil tetap berusaha mengatur napas usai mengendalikan traktor yang tampak lebih ganas dari latihan kemarin.
Para penonton tertawa lepas tak ada beban melihat aksi heroik para ASN yang tampak kewalahan membawa traktor adu cepat itu aduh-aduhan.
Seorang petani, Wayan Sareng, yang melintas di arena balap tersenyum simpul melihat tingkah para ASN dan pegawai itu yang lucu-lucu. Dari kejauhan ia melihat dan memperhatikan dengan seksama.
“Begini rasanya pekerjaan kami sehari-hari. Biar mereka tahu, petani itu bukan sekadar pegang cangkul, tapi harus bisa bertarung di medan berat,” ujarnya sambil tersenyum lebar, melihat aksi balap yang membuatnya sedikit terhibur.
Seusai Made Aryadana berperan bak petani profesional yang mengendalikan traktor, kini giliran CS Dinas Pertanian, Putu Noviana Damayanti, yang maju ke garis start. Dengan senyum ragu-ragu, perempuan berdaster itu dengan mantap menggenggam kendali traktor.
“Modal nekat aja, gas terus!” katanya, mencoba menyemangati diri sendiri. Napas perempuan itu tesengal. Kaki dan tangannya penuh lumpur.
Begitu lomba dimulai, ia langsung melaju—sedikit oleng ke kanan, lalu ke kiri, lalu hampir nyungsep. Alamak. “Waduh, traktor ini berat banget! Tapi seru! Aku malah ketagihan,” ujarnya sambil tertawa tegang.
Meski grogi, Noviana tetap menyelesaikan balapan dengan penuh perjuangan, membuktikan bahwa perempuan juga bisa.
“Saya semakin sadar bahwa petani harus lebih dihargai. Kita menikmati nasi di meja, tapi tidak pernah benar-benar paham seberapa berat perjuangan mereka,” ujar Made Aryadana yang masih ngos-ngosan.

Kepala Dinas Pertanian Buleleng Gede Melandrat (pegang mik) memberi semangat pasa peserta lomba | Foto: Dinas Kominfosanti Buleleng
Aksi balap operator traktor ini pun dimaksudkan agar para pendamping pertanian juga memahami kerja-kerja petani. Tidak hanya sekedar datang, mendata lalu pergi, namun juga memiliki keterampilan yang sama dengan petani. Sehingga dalam melaksanakan tugas pendampingannya, para pendamping ini dapat semaksimal mungkin.
“Jangan cuma bisa ngomong dampingi petani, tapi traktor aja nggak bisa dikendalikan! Hari ini, kita tunjukkan bahwa ASN bisa bertani, bukan sekadar teori di belakang meja,” ujar Kepala Dinas Pertanian Buleleng Gede Melandrat dengan mantap.
Melandrat juga berharap, para ASN kini tak hanya sekadar mendampingi petani dari jauh, tetapi benar-benar memahami bahwa bertani adalah pekerjaan penuh perjuangan dan kehormatan. Satu hal yang pasti, setelah lomba ini, banyak ASN yang bakal menghargai semangkuk nasi dengan lebih mendalam.

Peserta balap traktor Dinas Pertanian Buleleng | Foto: Dinas Kominfosanti Buleleng
Media traktor dipilih daripada bajak tradisional lantaran saat ini pertanian sudah mengalami perubahan. Modernisasi yang diterapkan dalam pertanian juga memudahkan petani dalam pengolahan lahan.
“Dulu memang pengolahan lahan dilakukan dengan bajak atau tenggala kalau di Bali. Tapi modernisasi juga penting sehingga sektor pertanian bisa berkembang. Pun demikian, tenggala jangan dilupakan, karena masih ada petani yang menggunakan walau tidak banyak,” kata dia.
Di tengah kegembiraan lomba, terselip satu kesadaran besar yang menyeruak di benak mereka para peserta. Bahwa menjadi petani bukan hal mudah. Mungkinkah mereka akan membawa para petani kita maju dan bersaing? [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole