30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Triyantra Murti dan Refleksi Ramayana: Kolaborasi Total Teater Lingkungan Karya Made Sidia

Nyoman BudarsanabyNyoman Budarsana
March 5, 2025
inPanggung
Triyantra Murti dan Refleksi Ramayana: Kolaborasi Total Teater Lingkungan Karya Made Sidia

Triyantra Murti, Kolaborasi Total Teater Lingkungan Karya Made Sidia

SENIMAN Bali (juga Nusantara) tak habis-habis mereguk air dari mata air epos Ramayana, tapi rasa haus mereka sepertinya tak pernah pernah lunas. Di Bali, selain menjadi kakawin yang memukau, epos Ramayanan juga masuk pada beragai media seni, seperti wayang dengan segala variannya. Namun, segala bentuk seni itu sepertinya tak pernah terpuaskan, bagi seniman, atau bagi penikmatnya.

I Made Sidia, salah satu seniman Bali yang belakangan sangat giat melakukan berbagai eksplorasi bentuk seni pertunjukan—terutama yang berbasis pada wayang—juga seakan tak pernah puas mengeplorasi Ramayana. Ia gelisah, sepertinya. Selalu gelisah.

Lihatlah garapannya dalam ujian akhir untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Penciptaan Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Bali. Ia mengerahkan 400-an seniman dan melakukan kolaborasi terhadap berbagi bentuk seni, seperti wayang kulit, wayang orang dan wayang kaca, dalam proses garapannya ang boleh dibilang spektakuler itu.

Made Sidia memberi judul garapannya: “Triyantra Murti: Refleksi Filosofi Ramayana”. Garapannya itu disebut sebagai teater lingkungan yang dimainkan di sekitar Sanggar Paripurna, Banjar Dana, Desa Bona, Kabupaten Gianyar, Senin 3 Maret 2025.

Lokasi panggung tidak berfokus pada satu tempat, melainkan berpindah-indah dari satu stage ke stag yang lain. Meski terpisah, stage satu dengan lainnya tetap saling terhubung karena pertunjukan itu dirancang dinamis, terutama dari segi pembabakan cerita yang tidak terputus-putus.

Made Sidia menyajikan 7 babak cerita, yang setiap babak itu ditarikan pada 7 stage yang berbeda pula.

Kisah dalam setiap stage itu memang berbeda-beda, sesuai dengan pembabakan yang diangkat dalam cerita itu. Penonton pun dibuat sibuk, ikut berpindah-pindah untuk menyaksikan setiap adegan. Sebab, setiap adegan dalam stage berbeda itu merupakan satu-kesatuan garapan yang utuh.

Ketika ketinggalan satu adegan saja atau satu stage, maka terputuskan pembacaan kisah yang sudah tersusun rapi sejak awal. Maka tak heran, penotnon yang awalnya duduk manis, tiba-tiba berdiri, lalu duduk kembali beralas tanah atau batu.

 “Garapan Triyantra Murti ini menginterpretasikan nilai-nilai filosofis Ramayana dengan pendekatan yang sistematis dan terstruktur. Dalam Triyantra Murti ini meliputi tiga konteks, yaitu Wayang Orang, Wayang Kulit, dan Wayang Kaca,” kata Made Sidia.

Sementara Bentuk Lango, sebagai struktur karya adalah menyatukan elemen tradisional dalam ketiga Wayang tersebut secara yang harmonis, kemudian disajikan melalui tempat pertunjukan (stage) yang menyatu dengan lingkungan dan berbeda suasana.

Dari Stage ke Stage, Dari Babak ke Babak

Setelah dibuka oleh Rektor ISI Bali Prof. Dr, I Wayan Kun Adnyana sekaligus ketua penguji bersama dewan penguji, seluruh undangan mulai dari guru besar, tokoh seni, budayawan serta undangan dan masyarakat umum kemudian menuju areal parkir, sebagai stage pertama.

Dalam stage ini, menyajikan Kanda I, yaitu Bala Kanda menceritakan kisah kelahiran Rama beserta 3 (tiga) orang saudaranya yaitu Barata, Laksmana Satrughna. Kisah kanak-kanak berguru kepada guru Wasista. Lalu, mengikuti sayembara di Metila dan Rama memproleh istri Sita.

Bentuk dan ide garapannya menyatu dengan alam. Opening dengan suara genta dan sungu, siluwet di layar munculnya sinar suci, bulan dan bintang dilayar. Lalu, ada beberapa penari menyalakan api unggun atau obor, di halaman parkir seiring tiupan sunggu, genta dan disambut dengan bedug/kendang besar bersahutan.

Kelahiran putra Putra Raja Dasarata, yaitu: Rama, Barata, Laksmana, Satrughna, mulai dari Bayi yang berbentuk Wayang Kaca, bergerak-gerak yang muncul dari layar kecil atau Bander yang berwarna putih. Resi Walmiki pelan-pelan silam.

Dilanjutkan dengan jaman kanak-kanak, berguru dengan Bagawan Wasista Rama, Barata, Laksmana, Satrughna kecil diikuti 50 -70 penari anak-anak menari, masing-masing pasukan menggunakan kostum warna-warni yang dominan putih dan kuning, dengan membawa panah.

Sementara di layar Wayang Kaca burung, satwa dan serangga lainnya seolah-olah menjadi sasaran pembelajaran memanah para putra Raja. Di sana juga ada, adegan rakyat merefleksikan perjalanan Putra Raja bersama anak-anak telah sukses dengan pelajaran memanah/aji Danurdara.

Resi Wasista merasa bangga melihat tekunnya para putra raja belajar. Kisah Rama Dewasa diminta oleh Resi Wiswamitra untuk membantu para petapa yang tempatnya dirusak oleh para raksasa digambarkan dengan Wayang Kulit dan Wayang Kaca.

Cerita dilanjutkan dengan penggambaran Rama dan Laksamana mengikuti sayembara. Adegan Wayang Orang bertopeng dengan Wayang Kulit, dilayar mengisahkan sayembara Dewi Sita di kerajaan Metila, didahului dengan suara gong Beri lanjut dengan kemenangan Rama berhasil memboyong Sita ke Ayodya.

Pementasan berlanjut ke stage kedua, panggung terbuka depan wantilan. Perpindahan tempat pentas itu tampak elok, karena di sepanjang perjalanan itu disuguhan seni yang selalu terkait dengan garapan itu sendiri. Pertunjukan wayang menggunakan kelir pada setiap tembok pembatas jalan itu.

Satu orang dalang memainkan satu jenis wayang yang telah ditentukan. Seorang dalang itu, tak hanya bertugas menghidupkan benda dua diomensi itu, tetapi juga melantunkan tembang, ucap-ucapan termasuk membawa lampu untuk menciptakan bayangan wayang.

Kanda II Ayodya Kanda, memanfaatkan stage terbuka dan wantilan itu mengisahkan kemelut di Istana Ayodya, karena Dewi Kekayi menuntut janji kepada Dasarata agar menjadikan anaknya Barata menjadi pewaris tahta kerajaan.

Akibat dari hal itu, Dasarata merasa sangat terpukul dan mengalami kekecewaan yang sangat mendalam, karena Dasarata menginginkan Rama anak tertua yang harus menjadi pewaris tahta kerajaan, namun di sisi lain Dasarata harus menepati janji Dewi Kekayi.

Akhirnya dengan bijak dan ikhlas Rama, memutuskan siap keluar dari istana agar Barata bisa dinobatkan sebagai Raja Ayodya. Dasarata merasa bersalah atas keputusannya, akibat terlalu dipikirkannya, menyebabkan ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

Barata mengetahui hal ini sangat marah dan kecewa, ia tidak mau menjadi Raja untuk menjalankan pemerintahan di kerajaan Ayodya, karena yang paling cocok jadi raja adalah Rama.

Bentuk dan Ide garapannya, diawali permainan Wayang Kaca oleh Dayang-dayang, kemudian fokus kepada Kekayi yang sudah dipengaruhi oleh embannya agar nantinya Baratalah yang menjadi Raja. Prajurit mempersiapkan 65 diri untuk menghadap Raja Dasarata.

Prabu Dasarata dengan tiga permaisuri membicarakan tentang putra mahkota yang sudah menginjak dewasa. Tiba-tiba datang Rama bersama Laksmana mengajak Dewi Sita yang dikawal oleh Begawan Wiswamitra.

Raja Dasarata sangat terkejut dan merasa bangga setelah Rama menyampaikan keberhasilannya memboyong Sita dari Sayembara yang dilaksanakan di negeri Metila. Dari sinilah Dasarata ingin menobatkan Rama untuk menggantikan tahtanya sebagai raja di Ayodya.

Namun terjadilah kemelut Dewi Kekayi dengan suara lantang menuntut janji kepada Daasarata agar anaknya Barata menjadi pewaris tahta kerajaan. Mendengar tuntutan Dewi Kekayi Rama siap keluar dari istana agar Barata bisa dinobatkan sebagai Raja Ayodya.

Dasarata merasa bersalah atas keputusannya, maka akibat terlalu dipikirkannya menyebabkan jatuh sakit dan meninggal. Adegan rakyat yang mengulas tentang betapa kejamnya konflikk keluarga kerajaan yang mengakibatkan tersingkirnya Rama dan Sita ke hutan.

Kanda III, Aranyaka Kanda dipentaskan di stage batu sikat (pintu masuk sanggat). Dikisahkan Rama menikmati kehidupan di hutan dengan menemui para pertapa mohon restunya. Rama juga memberantas semua Raksasa yang mengganggu kehidupan para pertapa.

Tiba-tiba Barata datang menemui Rama memohon agar kembali ke Ayodya menjadi raja. Rama dengan tenang menolaknya dan memberikan petuah tentang Asta Brata merupakan ajaran kepemimpinan yang harus dipahami oleh Barata untuk memimpin negeri Ayodya.

Sebelum Barata kembali ke Ayodya 66 Rama memberikan Terompah (sandal) sebagai simbol Rama ikut memimpin negeri Ayodya. Surpanaka adik dari Rahwana menggangu Laksmana, dan disarakan untuk menemuai kakaknya Rama.

Karena merasa cintanya ditolak Supanaka geram ingin menyerang Sita dan Laksmana. Tidak terima kelakuan Surpanaka, maka hidungnya ditebas oleh Laksmana. Surpanaka kesakitan dan tidak terima perlakuan Laksmana, maka ia melaporkan kepada Rahwana, dan Rahwana murka.

Rahwana dengan patihnya Marica menyusun siasat agar Sita dan Rama terpisah. Merica berubah wujud menjadi seekor kijang emas, patih Merica berhasil memisah Sita dan Rama. Suara Rama minta tolong yang membuat Sita cemas, diutuslah Laksmana untuk membantunya.

Laksmana awalnya menolak dan akhirnya melindungi Sita dengan Ajian Asta Geni agar tidak melewati batas yang sudah ditentukkan. Kondisi ini diketahui Rahwana dengan tipu muslihatnya menyamar sebagai kakek tua, berhasil menarik Dewi Sita keluar dari Ajian Asta Geni.

Dewi Sita pun diboyong ke negeri Alengka, namun dalam perjalanan dihadang oleh Jatayu, dengan kesaktian Rahwana Jatayu dapat dilumpuhkan.

Dari Wayang ke Wayang

Satwa (binatang) dan tokoh-tokoh seperti rahwana, kijang massal, para raksasa, dan petapa itu diwujudkan dalam bentuk Wayang Kulit dan Wayang Kaca. Kombinasi Triyantra Murti diiringi musik MIDI dan musik gamelan Bebonangan, dan Gegenderan. Sementara adegan rakyat dengan anak-anak merefleksikan tentang penculikan Sita oleh Rahwana.

Perpindahan dari stage menuju areal tegalan, juga disajikan kreativitas seni yang menarik. Selain menampilkan belasan dalang mempertunjukan wayang menggunakan kelir tembok, juga diisi dengan wayang-wayangan listrik (lampu) oleh anak-anak. Mereka selalu menari setiap penonton yang melewatinya.

Kanda IV, Kishkinda Kanda memanfaatkan tegalan sebagai tempat pentas. Dalam stage ini, tak hanya memenfaatkan tumbuhan yang ada, juga menatas panggung di atas pohon. Pertempuran Sugriwa dan Subali terjadi atas pohon.

Pada bagian ini, menceritakan Rama sedih karena istrinya diculik, kemudian Rama mendapat petunjuk oleh para pertapa agar minta bantuan kepada Sugriwa dan para wenaranya untuk menemukan Sita.

Rama berhasil membantu Sugriwa merebut tahta dari keserakahan kakaknya Subali, dan sebagai timbal baliknya Sugriwa bersama pasukan wanara yang dikoordinir oleh Hanoman, membantu Rama mencari Sita.

Bentuk dan ide garapannya, beberapa penari monyet masuk dari berbagai arah menggunakan kostum warna-warni, dengan layar, beberapa monyet berkaca dan dengan tarian berkaca, Hanoman menari dengan kain di Goa Kiskenda dipanggung tegalan sebelah timur lapangan.

Adegan Sugriwa menantang Subali terjadi perang yang sangat sengit. Adegan beberapa monyet yang bergelantungan naik ke pohon dengan tali seolah-olah rantimg pohon. Pertikaian dua bersaudara Subali dan Sugriwa dibahas oleh rakyat dan anak-anak.

Kanda V, yaitu Sundara Kanda dalam sebuah bangunan dengan jendela terbuka. Stage ini berada di sebelah tegalan itu, sehingga penonton hanya bergerak sedikit saja. Sundara Kanda ini  mengisahkan tentang Hanoman Duta yang ditugaskan oleh Rama ke Alengka.

Hanoman berhasil bertemu Sita, dan menyampaikan pesan kepada Rama. Hanoman tidak langsung kembali setelah bertemu Sita, namun melakukan pengerusakan di Alengka dengan maksud agar kehadiran dirinya diketahui oleh Rahwana, karena melakukan pengrusakan.

Hanoman ditangkap dan diadili, kemudian diputuskan ekornya dibakar yang mengakibatkan terbakarnya negeri Alengka. Di luar perhitungan Rahwana, setelah ekor Hanoman terbakar lalu melompat kesana-kemari sembari mengibaskan ekornmya yang berisi api.

Alengka mengalami kebakaran hebat dan benteng-benteng pertahanan istana dihancurkan oleh Hanoman. Ruang itu terbakar dengan api yang cukup besar. Para dalang ke luar ruangan, dan memainkan wayang dari arah penonton, sehingga pertunjukan semakin menarik. 

Dalam adegan ini, berisi Wayang Kulit, Wayang Orang dan Wayang Kaca di layar yang dimainkan oleh beberapa dalang dengan menggunakan LCD pojektor. Iringan musik life Bebonangan dan MIDI.

Hanoman kemudian mengarahkan penonton untuk menuju stage selanjutnya, yakni di Alengka. Penonton diajak merasakan jembatan Situbanda yang dibuat oleh pasukan kera. Stage ini sangat besar yang memanfaatan areal sawah kosong. Stage dibuat bertingkat dengan lighting yang sangat megah dan mewah.

Kanda VI, yakni Yudha Kanda yang dpentaskan pada stage sawah ini menceritakan kisah sebelum perang dimulai didahului dengan membuat jembatan menuju Alengka, karena dibatasi oleh laut yang sangat luas. Pembuatan jembatan adalah Nal dan Nil anak dari Wiswa Karma.

Selesai jembatan, Rama dan pasukanya menginjakkan kakinya di Alengka. Peperangan dimulai, menggunakan adegan interaksi antara di layar dan di panggung. Berselang-seling, dan terjadi multi adegan dan setting, dan tehnik permainan cahaya.

Dipadu pula dengan animasi, sound efek penggunaa ogoh-ogoh yang dua dimensi saat perang ditambah dengan beberapa topeng digerakan oleh pemain kecak dan anak-anak dewasa. Musik perang dengan Gong Gede ditambah sound effec juga kolaborasi dengan gambelan Bleganjur.

Pada saat Sita dibakar, diuji kesuciannya oleh Rama dan masyarakat Ayodya. Satu persatu mulai dari patih Prahasta, Kumbakarna, para prajurit, prajuit Raksasa berguguran dan terkecuali pangeran Indrajit (Meganada). Rahwana sangat sedih dan marah, kemudian maju beperang.

Rama dibantu oleh Wibisana yang memberikan masukan agar bisa mengimbangi kedahsyatan Rahwana yang berujung pada kematian Rahwana. Setelah Rama menang maka berhasil bertemu Sita, namun sebelum ketemu Rama membuktikan kesucian Sita melalui upacara Labuh Geni (Sita Obong).

Sita berhasil membuktikan dirinya Suci, Rama mengajak Sita untuk kembali ke Ayodya untuk dinobatkan menjadi Raja Ayodya.

Dalam adegan ini, bentuk dan ide garapannya digarap apik. Wayang Kulit di layar, Rama, Sugriwa dan pasukan monyet membuat jembatan menuju Alengka karena dibatasi oleh laut yang sangat luas. Perpaduan setting layar, kain Bander, dan property.

Sementara, peperangan menggunakan adegan di layar dan di panggung. Berselang-seling, dan terjadi multimedia, adegan dan setting, teknik permainan cahaya LCD, dan animasi dengan sound efek penggunaan ogoh-ogoh yang dua dimensi dan tiga dimensi.

Ditambah pula dengan beberapa topeng yang digerakan oleh pemain kecak dan anak-anak dewasa. Musik untuk perang menggunakan Gong Gede ditambah sound effec juga kolaborasi dengan gambelan bleganjur.

Kanda VII, juga memanfaatkan stage besar ini. Utara Kanda merupakan yang terakhir ini, menceritakan tentang kisah terjadi perguncingan rakyat Ayodya bahwa Sita masih sangat diragukan kesuciannya karena cukup lama ada di Alengka.

Keresahan ini didengar oleh Rama, sehingga memerintahkan Laksmana membawa Sita keluar dari kerajaan dan agar Laksmana melepas Sita di dekat Sungai Gangga di pertapaan Walmiki sebagai tempat kehidupan Sita yang bebas dari pergunjingan.

Sita memasuki pasraman Walmiki sudah dalam keadaan hamil muda hasil hubungannya dengan Rama. Seiring dengan waktu lahirlah anak kembar di pasraman walmiki, yang oleh walmiki diberi nama Kusa dan Lawa.

Ketika Rama melaksanakan upacara kurban, oleh Walmiki dikenalkan Kusa dan Lawa kepada Rama bahwa mereka adalah anaknya. Saat itu pula mengatakan bahwa Sita adalah Wanita yang Suci, akhirnya Sita membuktikan kedua kalinya kesucian dirinya dengan disaksikan oleh Ibu Pertiwi.

Sebagai bukti bumi terbelah sebagai tanda penjemputan Sita untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Rama dengan segera melangkahkan kakinya mengikuti perjalanan suci. Rama masuk ke air suci kembali ke alam Wisnu (Wisnu Loka) menyatu dengan para dewa.

Pada saat Rama memerintahkan Laksmana membawa Sita keluar dari kerajaan, kain besar dengan gelombang sebagai simbol sungai Gangga. Ketika Rama melaksanakan upacara dan mengatakan bahwa Sita adalah Wanita yang Suci.

Perpaduan dua kain besar seperti tanah terbelah itu mucul gelombang air dan tampak Rama. Lalu masuk ke Sungai Gangga muncul kreta emas dari sorga menjemputnya untuk kembali ke alam Wisnu dan Ramapun tiba di alam Wisnu disambut oleh para dewa yang lain dengan gembira “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”, pertunjukan usai.

Pergolakan Batin

Made Sidia mengatakan, garapan ini memanfaatkan Wayang Orang untuk menonjolkan ekspresi tubuh dan wajah aktor untuk menggambarkan pergolakan batin tokoh-tokoh utama. Wayang Kulit menciptakan dimensi spiritual melalui bayangannya dan Wayang Kaca menambahkan elemen modern dengan refleksi dan transparansi.

“Wayang Kaca ini untuk memperkuat tema dualitas, nilai-nilai moral dan spiritual, seperti pertempuran antara kebaikan dan kejahatan yang dari eksternal, maupun konflik internal dalam diri individu. Hal ini untuk menciptakan pengalaman dalam menggugah penonton, memperkuat filosofi mendalam melalui penggunaan elemen tradisional dan lingkungan,” ucapnya.

Pengelola Sanggar Paripurna Bona itu menyatakan, penggunaan Triyantra Murti menciptakan dimensi transendental, menyampaikan ekspresi batin tokoh, dan menambah kedalaman dualitas karakter. Sinergi elemen tradisional dan lingkungan membuka peluang baru dalam seni pertunjukan teater lingkungan yang mengajak penonton dalam karya ini.

“Karya teater lingkungan yang menginterpretasikan nilai-nilai filosofi Ramayana direfleksikan dalam tujuh tahapan hidup manusia guna mencapai kesempurnaan hidup,” sebutnya.

Karya didukung 300 pemain, dan diiringi gamelan Semarandana, Gong Gede, Gender Wayang, serta MIDI, dan 100 lebih pendukung lainya total ada 400 orang. Tata penyajiannya berpindah-pindah dengan tujuh tempat yang berbeda sebagai perwujudan tingkat kesadaran manusia.

Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana mengungkapkan, ujian Tertutup Penciptaan Seni yang dilakukan Kandidat Doktor Seni Prodi Program Doktor ISI Bali I Made Sidia, menjadi momentum pemuliaan ISI Bali di tengah masyarakat.

Momentum ini merupakan titik balik untuk kembali memaknai Perguruan Tinggi dengan tradisi apaguron (berguru pada maestro). “Seting Desa Bona, dengan habitus keluarga seni, seperti keluarga Maestro Made Sidja, menemu titik relevansinya,” kata Prof. Kun.

Perbekel Desa Bona, I Gusti Ngurah Susila menyambut baik serta merasa bangga bila Bona akan kembali menelorkan doktor lagi. Pihaknya menyebut di Bona sejak tahun 1917 sudah ada kesenian cak, seiring perjalananan Cak Bona sempat mengalami kemunduran.

“Kali ini Cak Bona yang memiliki kekhaskan tersendiri kembali dibangkitkan, dan di saat ujian doktor kali ini pula Cak Bona disertakan dalam pementasan Ramayana karya Made Sidia, kami sangat senang,” kata Ngurah Susila. [T]

Reporter/Penulis: Nyoman Budarsana
Editor: Adnyana Ole

Tulang, Tubuh, dan Puisi dalam Ruang-Waktu | Dari Pameran Seni Instalasi Sampi Duwe di Desa Tambakan
“Nuwur Geni Kahuripan Ang-Ah”, Karawitan Ekologis Nyoman Kariasa: Ritus “Mejaga-jaga” di Pinda-Gianyar
Tags: ISI BaliISI DenpasarMade SidiaRamayanawayang
Previous Post

3 Mahasiswa STAHN Mpu Kuturan: Kuliah, Bisnis Kopi “Mai Nongki”, dan Hadapi Tantangannya

Next Post

6 Hal yang Dilakukan Sutjidra pada 100 Hari jadi Bupati Buleleng: Nomor 6 Pasang Lampu Hias

Nyoman Budarsana

Nyoman Budarsana

Editor/wartawan tatkala.co

Next Post
6 Hal yang Dilakukan Sutjidra pada 100 Hari jadi Bupati Buleleng: Nomor 6 Pasang Lampu Hias

6 Hal yang Dilakukan Sutjidra pada 100 Hari jadi Bupati Buleleng: Nomor 6 Pasang Lampu Hias

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more

“Punia Digital”: Dari Kotak Kayu ke Kode QR

by Dede Putra Wiguna
May 30, 2025
0
“Punia Digital”: Dari Kotak Kayu ke Kode QR

SETELAH melaksanakan persembahyangan di sebuah pura, mata saya tertuju pada sebuah papan akrilik berukuran 15x15cm, berdiri tenang di samping kotak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co