30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Fenomena Bawa Mayat ke Setra dengan Mobil Terbuka di Nusa Penida

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
December 21, 2024
inEsai
Fenomena Bawa Mayat ke Setra dengan Mobil Terbuka di Nusa Penida

Mayat diantar ke setra dengan mengguankan mobil di Desa Adat Senibunis, Nusa Penida | Foto: Serawan

SETELAH diritualkan (dikafani), mayat biasanya langsung ditegen (diusung) menuju setra untuk dikuburkan. Sementara, anggota keluarga beserta krama lainnya berbondong-bondong (jalan kaki) mengikuti dari belakang—dengan langkah terburu-buru seperti hendak mengejar maling. Namun, pemandangan ini tidak terlihat waktu penguburan Men Dame (bibi saya) pada tanggal 2 Agustus 2024 lalu. Jenazahnya dibawa menggunakan mobil pick up terbuka menuju setra atau kuburan.

Fenomena ini terjadi Pulau Nuda Penida, tepatnya di Desa Adat Sebunibus, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Krama Desa Adat Sebunibus  tidak mengusung jenazah dengan cara ditegen, tetapi menempatkannya di atas mobil terbuka. Kemudian, pihak keluarga dan beberapa krama lainnya duduk sambil menjaga kondisi jasad agar tidak terpeleset ke bawah. Sisanya, berdiri berpegangan pada pagar pembatas mobil. Sementara, krama yang tidak dapat jatah di mobil mengikuti beramai-ramai dengan sepeda motor dari belakang, mirip orang berkonvoi.

Fenomena mengusung mayat dengan mobil terbuka ke setra inidiperkirakan ada sejak tahun 2019 di Desa Adat Sebunibus. Kira-kira apa yang memicu munculnya fenomena baru tersebut? Adakah korelasinya dengan perkembangan pariwisata yang melejit per tahun 2017-2018 di Nusa Penida? Atau jangan-jangan ini memang sikap visioner krama Desa Adat Sebunibus dalam merespon dinamika (perkembangan) zaman?

Sebagai awalan, coba kita telusuri dulu beberapa faktor elementer yang menjadi pemicunya. Yang pertama ialah faktor jarak. Perlu diketahui bahwa tidak semua krama Desa Adat Sebunibus memilih opsi membawa jenazah (ke kuburan) dengan mobil terbuka. Hanya krama yang tinggal di area “demelan” (ngubu). Krama yang tinggal agak jauh dari jumah desa atau pusat desa adat. Jarak untuk mencapai setra-nya kurang lebih 1 kilometer.

Kedua, faktor lintasan. Kebetulan, rute dari lokasi demelan ke setra Desa Adat Sebunibus melintasi jalan utama yang menghubungkan lokasi Desa Adat Sebunibus dengan wilayah lainnya seperti Desa Adat Sakti, Desa Adat Klumpu, Kampung Toya Pakeh dan lain sebagainya. Lintasan jalan utama itu tergolong cukup panjang (kurang lebih 1 kilometer). Hal ini tentu menjadi pertimbangan serius bagi krama Desa Adat Sebunibus (demelan) ketika mengusung mayat ke setra karena memengaruhi arus lalu lintas di jalan utama.

Kedua faktor dasar inilah yang memberikan tantangan tersendiri bagi krama Desa Adat Sebunibus  (demelan) hingga  memunculkan ide membawa mayat ke setra dengan mobil terbuka. Namun demikian, tidak semua krama demelan menerima ide tersebut. Hingga kini (selama 5 tahun berjalan), ada beberapa krama demelan belum dapat menerima keputusan tersebut. Mereka menolak jasad keluarganya dibawa menggunakan mobil terbuka.

Kelompok yang kontra berpandangan bahwa membawa mayat dengan mobil terbuka dianggap kurang etis. Kurang manusiawi. Pasalnya, sebelum dikubur mayat sudah mengalami prosesi ritual dan mendapatkan penghormatan dari pihak keluarga. Semestinya, jasad itu mendapatkan perlakuan terhormat. Karena itu, kelompok kontra tetap menginginkan jasad ditegen dengan model konvensional.

Mayat diusung ke setra dengan mobil | Foto: Serawan

Tampaknya, kontroversi ini sudah diprediksi oleh krama Desa Adat Sebunibus (demelan). Karena itu, membawa mayat dengan mobil terbuka bukan keputusan wajib melainkan sebuah opsi. Jadi, semua tergantung pada krama itu sendiri. Apakah dibawa dengan mobil terbuka atau ditegen? Pilihan ada di pihak keluarga yang berduka.

Sebagai permulaan, ide membawa mayat dengan mobil terbuka memang wajar mengalami kontroversi. Mungkin mirip dengan kasus mundut sesuhunan menggunakan mobil terbuka saat melasti ke laut (dulu). Awalnya, mendapat penolakan dari beberapa krama Desa Adat Sebunibus. Seiring perjalanan waktu, power penolakan itu pun perlahan-lahan meredup. Ujung-ujungnya, krama Desa Adat Sebunibus menerima sesuhunan-nya memargi dengan menggunakan mobil terbuka.

Begitu juga dengan kasus membawa jasad ke setra dengan mobil terbuka. Pelan-pelan tampaknya akan diterima oleh krama Desa Adat Sebunibus. Di samping praktis, juga hemat tenaga dan efektif. Inilah faktor lain yang mendorong beberapa krama (demelan) memilih opsi tersebut.

Dalam konteks sekarang, opsi dengan mobil terbuka tentu lebih populer. Relevan dengan karakter dan kebutuhan masyarakat modern yang tidak suka ribet. Masyarakat sekarang pasti lebih menginginkan cara-cara yang praktis, cepat dan ekonomis. Begitu juga dengan krama Desa Adat Sebunibus demelan. Apakah hal ini menandakan bahwa krama Desa Adat Sebunibus demelan terlalu berjiwa praktis?

Penurunan ego adat, respon cepat, dan toleransi

Ide membawa mayat dengan mobil terbuka memang tidak bisa dilepaskan dari sikap praktis krama Desa Adat Sebunibus. Namun, kepraktisan itu hanya menjadi pintu masuknya aspek “penurunan ego adat”. Aspek ini begitu urgen dan memberikan efek besar bagi masyarakat umum.

Ego adat yang dimaksud ialah ego dalam memanfaatkan jalan raya (umum). Biasanya, aktivitas adat lebih sering memanfaatkan badan jalan secara berlebihan. Di beberapa tempat, seringkali kita jumpai krama desa adat menggunakan badan jalan umum secara total. Hampir semua jalan dipenuhi. Seolah-olah jalan umum menjadi milik krama adat. Padahal, jalan umum milik krama dan semua orang di luar krama adat.

Dampak dari ego adat itulah yang menyebabkan laju lalu lintas menjadi lambat. Jalanan menjadi macet. Mungkin, inilah yang mendorong krama Desa Adat Sebunibus (demelan) memunculkan ide penguburan dengan menggunakan mobil terbuka. Apalagi kemacetan (sekarang) sudah menjadi pemandangan sehari-hari di Nusa Penida.

Semenjak pariwisata bertumbuh di Nusa Penida (dimulai sekitar tahun 2017-2018), kasus macet menjadi pemandangan jalanan hampir setiap hari. Di samping karena keberadaan kendaraan yang terus mengalami peningkatan, ukuran jalan juga terlalu sempit.

Karena itu, krama Desa Adat Sebunibus tidak mau lagi menambah kemacetan di Nusa Penida dengan aktivitas adat. Sebaliknya, krama Desa Adat Sebunibus ikut berpartisipasi aktif mencari solusi untuk meminimalisasikan kasus kamacetan di Nusa Penida.

Coba bayangkan, jika menggunakan model penguburan konvensional. Mayat di-tegen, diiringi krama—maka monopoli jalan sulit dihindari. Efeknya, lalu lintas menjadi lebih lambat. Waktu kemacetan juga menjadi lebih lama.

Setiap orang pasti tidak menginginkan kemacetan. Terlebih lagi, di daerah tujuan wisata seperti Nusa Penida. Kemacetan akan merugikan pengguna jalan umum dan terutama pelaku pariwisata di Nusa Penida. Yang paling merasakan di lapangan ialah para driver (sopir yang membawa tamu), ketika perjalanan menjemput (di pelabuhan) dan mengantar tamu (ke objek wisata). Begitu juga saat mengantar tamu kembali ke pelabuhan.

Bagi para driver, kemacetan menjadi biang ketidaktepatan waktu yang serius. Pasalnya, kebanyakan para driver di Nusa Penida membawa tamu yang half atau one day trip. Para tamu mengelilingi objek wisata hanya setengah atau satu hari. Kemudian, hari itu juga mereka harus kembali ke Bali seberang. Untuk memenuhi jadwal tour tamu tersebut, para sopir seperti diburu waktu.

Para sopir harus membawa tamu keliling dalam waktu setengah atau satu hari di Nusa Penida. Hari itu juga, mereka harus mengantar tamu kembali ke pelabuhan untuk menyeberang ke Bali seberang. Kondisi inilah yang memicu para sopir menjadi raja jalanan. Mereka dipaksa harus memenuhi rute dengan waktu yang sudah ditetapkan. Sementara, bayang-bayang kemacetan sulit mereka hindari.

Akhirnya, para sopir menyetir mobil dengan ekspektasinya sendiri. Mereka menjadi tergesa-gesa, ngebut di jalanan sempit hingga mengambil badan jalan arah lawan. Kondisi inilah yang sering memicu lakalantas di Nusa Penida.   

Di samping sebagai bentuk “penurunan ego adat”, penguburan dengan memanfaatkan mobil terbuka juga merupakan wujud respon adat yang cepat. Hanya berselang satu tahun pasca pariwisata melejit di Nusa Penida, krama Desa Adat Sebunibus sudah mampu merespon dinamikanya. Buktinya, muncul perubahan pola penguburan adat yang semula ditegen menjadi menggunakan mobil terbuka.

Kecepatan respon ini mungkin dipengaruhi oleh pola pikir dasar masyarakat Desa Adat Sebunibus yang terbuka, adaptif, dinamis dan modern. Mungkin, mindset ini dibangun dari jiwa-jiwa perantauan krama Desa Adat Sebunibus. Generasi kelahiran (mulai) tahun 70-an ke atas dari krama Desa Adat Sebunibus tergolong generasi perantauan. Jiwa rantauan ini setidaknya memengaruhi fleksibilitas mereka dalam berpikir, merespon dan mengambil keputusan.

Jika dilihat dari aspek historisnya, fleksibilitas itu mungkin sudah dilatih sejak Nusa Penida dipolitisasi menjadi pulau pembuangan zaman dulu (kerajaan). Efek samping misi pembuangan ini ialah menjadikan masyarakat Nusa Penida membangun standar diri ala Bali seberang. Artinya, fleksibilitas berpikir itu sudah ada sejak lama pada masyarakat Nusa Penida, termasuk dari krama Desa Adat Sebunibus.

Krama adat mengantar mayat ke setra juga dengan menggunakan sepeda motor | Foto: Serawan

Jadi, tidak mengherankan jika krama Desa Adat Sebunibus begitu cepat dalam merespon dinamika zaman. Apalagi (sekarang), dikuatkan lagi dengan dominasi pejabat strategis Desa Adat Sebunibus dari kalangan milenial. Rata-rata pejabat Desa Adat Sebunibus berumur kisaran 30 hingga 40-an tahun. Bendesanya saja masih berumur 40-an. Bisa jadi, pola pikir pejabat muda ini setidaknya memengaruhi kecepatan adaptasi adat dalam merespon modernisasi.

Selain penurunan ego adat dan sikap responsif krama, kita juga menjumpai sikap “toleransi adat” dalam kasus ini.  Membawa mayat dengan mobil terbuka adalah sikap betapa krama Desa Adat Sebunibus mengedepankan toleransi kolektif. Sikap yang penting untuk menjaga adat dapat hidup berdampingan dengan modernisasi.

Selama pariwisata bertahta di Nusa Penida, toleransi adat krama Desa Adat Sebunibus akan terus mengalami ujian. Artinya, ada peluang munculnya fenomena-fenomena baru ke depan entah seperti apa wujudnya. Hal ini wajar-wajar saja sepanjang tidak menggerus dan mengeksploitasi substansi nilai-nilai adat krama Desa Adat Sebunibus. [T]

  • BACAartikel-artikel menarik tentangNusa Penidadari penulisKETUT SERAWAN
Mengenang 13 Tahun “Tragedi Sebelas” [1]: Nusa Penida Kehilangan Seniman Ngaji Bersaudara Asal Sebunibus
Galungan di Nusa Penida, Ceritamu Dulu: Tren TKW dan Dagelan “Nyen Kal Ganti”
Tradisi “Niwakang” di Nusa Penida, Bonus Laut dan Perspektif Global
Tags: baliNusa Penidaritualupacara hindu
Previous Post

Renungan Natal: Membunuh Tuhan dengan Algoritma

Next Post

Modernitas Logika dalam Perspektif Pendidikan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Modernitas Logika dalam Perspektif Pendidikan

Modernitas Logika dalam Perspektif Pendidikan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co