SEORANG mahasiswa datang, sepertinya habis kelas. Tanpa basa-basi ia langsung todong Rapunsel dengan soto, “Ada sotonya?” kata lelaki itu dengan nada berat seperti menahan lapar.
“Sotonya gak ada. Ketinggalan di FK (Fakultas Kedokteran,” balas Rapunsel. Kemudian yang lain menyaut sambil merokok. “Kalau asbak?”
“Di FK juga!” sahut Rapunsel sambil tertawa kecil, dan yang lain tertawa besar. “HAHA!”
Itu adalah secuil percakapan dari hasil—begitu tiba-tibanya Kantin FBS (Fakultas Bahasa dan Seni) itu kembali dibuka Kamis, 31 Oktober 2024, setelah beberapa hari sebelumna tertutup dan tertimbun debu dan sunyi. Percakapan yang renyah, tentu saja.
Kantin FBS buka lagi, ramai lagi | Foto: tatkala.co/Son
Seperti yang saya tulis sebelumnya di tatkala.co. Kantin FBS di kampus bawah Undiksha Singaraja sempat tutup sejak dua minggu, konon karena kontraknya habis dan tak bisa diperpanjang. Kantin itu pindah ke basement di Fakultas Kedokteran, dan mahasiswa FBS pun kelimpungan.
Tulisan tentang “hilang”-nya kantin itu menebar begitu cepat di media sosial dan jadi perbincangan hingga Kamis dinihari. Lalu, entah apa pertimbangan pihak kampus, pemilik kantin itu tiba-tiba dipanggil untuk buka kembali di tempat semula di kampus FBS.
Kamis siang kantin itu pun buka kembali di tempat semula, meski pengelola kantin tampak sangat terburu-buru untuk buka kembali. Ya, akibatnya, itu tadi, kantin sudah ramai tapi soto dan bakso masih ketinggalan di kantin di Fakultas Kedokteran.
Selain itu, Mek Yan, yang sudah akrab dengan mahasiswa tak ikut pindah ke FBS. Ia masih “ditugaskan” untuk menjaga kantin yang ternata tetap buka di Fakultas Kedokteran. Tapi mahasiswa masih bisa dilayani oleh Rapunsel. Nama Rapunsel itu sendiri adalah nama panggilan dari mahasiswa, entah siapa nama aslinya.
Meski barang-barang jualan kantin belum sepenuhnya pindah, Kamis pagi kantin yang buka kembali di FBS itu langsung diserbu mahasiswa. Ada juga beberapa dosen.
Ramainya mahasiwa dan dosen nongkrong, tentu, karena ramai juga yang memperbincangkan kembali perbincangan di sosial media tentang kantin yang sempat “hilang” itu. Kalau tidak diperbincangkan? Ini jawabannya : @#$%^$@$%&*#$%$#%&..
Proses penataan kembali kantin FBS | Foto: tatkala.co/Son
Para mahasiswa kembali nongkrong, dosen-dosen juga. Ini pertanda, kantin itu sudah melekat di antara mereka sebagai, lagi-lagi harus dikatakan, PUSAT PERTEMUAN!—jadi, masih beranikah kantin itu tidak diperhatikan? Atau dibiarkan tidak dibuka?
Pagi menjelang siang itu ramai. Rapunsel seperti memiliki gairah baru kembali ke dapurnya yang lama. Di celah jendela, terlihat begitu semangatnya Rapunsel melayani mahasiswa, juga meladeni mereka berbincang. Walaupun tipis-tipis agak menggoda-goda Rapunsel dengan kata-kata kerindu-rinduan, “Asik! Balik lagi, nih!” kata salah satu mahasiwa sebelum memesan.
“Hahah..iya..” balas Rapunsel, tentu—masih dengan tersenyum. Rapunsel tidak pelit tersenyum. Semua orang berbahagia. Semua orang terlayani dengan baik. Dengan ramah. Para mahasiwa sudah dekat—bercanda dengan Rapunsel.
“Ada bakso?” lanjut mahasiswa tadi.
“Duh…, sama juga tertinggal di FK!”
“Haha.” Nyaris sebagian tertinggal, dan akhirnya ia memesan yang lain. “Nasi aja!”
Di tengah Rapunsel melayani, Kadek Antik Taruning (31), pemilik kantin, masih terlihat sibuk mengepel teras menyingkirkan noda. Tai cicak hilang dipelnya jadi kinclong dengan sabun yang wangi. Debu-debu disapunya—telah bersih lebih dulu dari noda. Tanpa fufufafa, ruangan itu kembali bersih seketika. Satset.
“Saya berterima kasih ke teman-teman yang bantu meneyebarkan lewat media sosial. Barangkali karena itu kami kembali ke sini, walaupun bukanya dengan buru-buru hehe!” kata Kadek Antik Taruning, pemilik kantin.
Kantin FBS yang buka lagi, ramai lagi | Foto: tatkala.co/Son
Kadek Antik bercerita, sekitar jam 9 malam-an itu, kalau tidak salah, menguar isu akan dibukanya kantin itu lagi—pasca deras orang memposting artikel berjudul “Syahdan, Kantin di FBS Undiksha “Hilang”, Mahasiswa Seperti Kehilangan Kasih Sayang”, terbitan tatkala.co. DM masuk juga begitu deras ke laman Instagram milik Antik Taruning.
“Nanti saya bantu angkat-angkat barang, yah, Mbok. Begitulah kira-kira isi chat-nya. Saya terharu!” lanjut Antik Taruning.
Dolar, alias Rai semester 5 anak seni rupa itu, tanpa melalui DM, ia bersama teman-temannya—juga sesama anak seni, ikut menurunkan kulkas, kenceng, sendok, garpu, piring, hingga mangkok dari mobil pick up. Ember juga, yah, pokoknya dan lain-lain.
Soal ini, Presiden Prabowo atau Setingkat Dekan pun, mestilah angkat topi untuk teman-teman yang respek. HORMAT!
Bila perlu, kasih nilai A deh mereka yang ikut bantu-bantu. Juga yang ngegambar pamflet bagus sekali di kaca dengan, juga sama, kalimatnya menohok seperti lukisan sebelumnya:
“KANTIN PERGI! KAMPUS MATI! Dengan gambar semangkuk tengkorak cap ayam. Serem!
Saya Berhutang
Rabu, 30 Oktober sore. Telpon berdering sebelum senja tinggal sepotong. “Dekan FBS menelepon saya. Dia gak tahu kalo saya sudah pindah dua mimggu yang lalu. Dia tahu dari postingan-postingan teman-teman itu di Instagram,” kata Gede Suardana (40), suami dari Kadek Antik Taruning, bercerita tentang telepon berdering itu.
Tulisan di kantin | Foto: tatkala.co/Son
Seorang Dekan dari FBS menelponnya, ia dipinta untuk segera buka kantin lagi. Selain alasan karena tidak tahu kalau ia sudah tutup karena habis kontrak juga karena kasihan dengan mahasiswa. “Karena kasian mahasiwanya, katanya begitu. Jadi harus buka secepatnya,” lanjut ia bercerita.
Masih dengan sarang laba-laba di telinga dan rambut di bagian kanan sehabis beres-beres, tampaknya, lelaki dengan bendera merah putihnya di lengan baju polo itu juga ikut terburu-buru bersama sang istri membersihkan ruangan. Tapi dalam cerita terburu-burunya, terdapat perjuangan yang tidak buru-buru.
Tiga bulan sebelumnya dari bulan ini, Oktober, lelaki dengan rokok lagi sepotong itu telah mencari pinjaman ke dua bank yang berbeda, untuk bisa meminjam uang, memperpanjang kontrak kantin. Ternyata kontrak tak bisa diperpanjang.
Gede Suardana pun kelimpungan membayar bunga yang terus berkembang itu harus ngapain. Sebab itulah, katanya, ia terima saja ngontrak di FK—di sebuah basement, agar ada pemasukan yang lain selain jadi pegawai honor.
“Tapi syukurnya sekarang bisa (buka), walaupun kami sudah terlanjur ngontrak di basement FK,” katanya.
Rapunsel melayani pembeli | Foto: tatkala.co/Son
Sampai di sini, ia juga menyayangkan, sebenarnya, di basement FK itu, agaknya kurang layak untuk dijadikan sebuah kantin, selain air masuk ke basement kalau hujan, juga agak sepi. “Tapi ada saja kok mahasiswa kedokteran ke sana. Dan mahasiswa seni juga,” jelasnya sambil tertawa.
Rai alias Dolar, mahasiswa seni, barangkali termasuk salah satu mahasiswa yang paling senang kantin itu bisa kembali ke FBS.
Dolar dengan mengenakan kaos yang di bagian dada kirinya ada huruf kapital dengan kalimat melengkung “PEMUDA BINGUNG BALI UTARA” itu, tampaknya ia tak seperti tulisan di kaosnya. Ia tak bingung. Solidaritas untuk kantin itu kembali buka, ia justru ikut serta pindah-pindah barang tanpa bengong-bengongan.
Dengan perawakannya agak besar, dan tenaganya kuat. “Saya bantu angkat kulkas!” kata Dolar. “Juga yang lain,” katanya.
Dolar datang setelah jam kuliah selesai. Ia memesan makanan. Kami berkenalan, kemudian jadi teman baru. Setelah semua makanan kami habis, kopi habis, nasi habis, lalu ia terperanjat dari duduknya menyusul teman-temannya ke ruang kelas.
“Kantin ini harus tetap ada. Sudah seperti rumah sendiri soalnya. Saya pergi dulu, Bang,” kata Dolar sambil pegang permen kaki. Hati-hati di jalan, Dolar. Salam kenal. [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole