BERITA baik itu datang dari Indonesian Heritage Agency (IHA) yang mengumumkan bahwa sebentar lagi Museum Nasional Indonesia (MNI) akan segera dibuka kembali untuk publik setelah musibah kebakaran yang terjadi pada 16 September 2023 lalu dan menjalani serangkaian revitalisasi dan pengembangan yang ekstensif. MNI akan dibuka pada Selasa, 15 Oktober 2024 mendatang.
Pembukaan ini dianggap menandai awal baru bagi museum di Indonesia. Selain itu, kembali dibukanya Museum Nasional Indonesia juga turut mewarnai langkah bangsa ini dalam upaya mereimajinasi warisan budaya. Melalui kolaborasi berbagai pihak, pengelola MNI berusaha mewujudkan pemulihan yang lebih dari sekadar fisik. Wajah baru MNI adalah hasil transformasi menyeluruh, mulai dari kuratorial, koleksi, estetika, pengelolaan, hingga insfrastruktur. Ini semua demi menciptakan ruang yang mendidik sekaligus menyenangkan.
Dengan upaya revitalisasi yang telah berjalan selama setahun belakangan—dan akan terus berjalan hingga tiga tahun mendatang—, Museum Nasional Indonesia diharapkan dapat menjadi bagian dari ekosistem kebudayaan dengan menjadi museum percontohan yang dapat dijadikan standar pengelolaan dan pemanfaatan koleksi museum bertaraf internasional.
Reimajinasi MNI berfokus pada struktur fisik serta peningkatan sumber daya dan layanan dalam menyambut era baru pengelolaan museum dan pelestarian cagar budaya yang lebih relevan dengan kebutuhan masa kini.
Tata pameran MNI direncanakan akan berubah secara signifikan di mana narasi setiap gedungnya akan disesuaikan dengan minat dan kebutuhan publik, menjadikannya dapat bergerak dengan dinamis agar tetap relevan untuk menjadi pusat edukasi dan rekreasi untuk publik, khususnya generasi muda.
Transformasi ini akan mencakup penelusuran jejak warisan budaya, dari wawasan prasejarah hingga perjuangan heroik Nusantara menuju kemerdekaan serta ruang inspirasi untuk masa depan warisan budaya yang berkelanjutan. Narasi ini akan dibagi menjadi narasi utama setiap gedung MNI—Gedung A dengan tema “Masa Lalu Penuh Makna”, Gedung B “Marwah Indonesia”, dan Gedung C “Bekal Masa Depan Berkelanjutan”.
“Hal tersebut mempertegas fungsi museum sebagai ruang publik yang juga berperan sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi yang menyenangkan,” ungkap Plt. Kepala Indonesian Heritage Agency, Ahmad Mahendra, Jumat (11/10/2024).
Sedangkan, menurut PJU Museum Nasional Indonesia Ni Luh Putu Chandra Dewi, dalam tiga tahun ke depan, Museum Nasional Indonesia akan mengalami transformasi bertahap. Dewi mengatakan, dalam masa transformasi tersebut akan ada digitalisasi manajemen koleksi, memperkenalkan cara baru dalam menyajikan dan merayakan keunggulan pemikiran dan kreativitas.
“Transformasi ini mencakup penerapan teknologi digital dalam pameran untuk menciptakan pengalaman yang lebih interaktif, seperti penggunaan augmented reality (AR) dan virtual tours,” ujar Chandra Dewi. Sebagai bagian dari inisiatif revitalisasi yang berkelanjutan, Museum Nasional Indonesia menyoroti pentingnya kolaborasi multi-stakeholder yang telah menjadi kunci sukses dalam proses pembaruan museum.
Museum Masih Dibutuhkan, Tapi…
Sekarang, apakah publik masih membutuhkan museum, khususnya orang-orang yang tinggal di daerah? Menurut Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sampai kapan pun museum akan tetap dibutuhkan publik. Tetapi dengan syarat, museum di setiap daerah harus berbenah, perlu diubah dan di-reimajinasi agar lebih relevan dengan kebutuhan saat ini.
Hal-hal mengenai desain, reprogramming, redesigning, dan reinvigorating harus segera ditinjau ulang. Museum perlu didesain agar lebih akrab dengan semua kalangan, khsususnya anak-anak, dan bisa mengomunikasikan kotennya dengan baik. Museum perlu memprogram kembali kuratorial dan koleksi untuk meningkatkan interaksi dengan masyarakat.
Tak sampai di situ, museum perlu mendesain tata ruang dan layanan yang relevan dengan kebutuhan saat ini, terutama bagi generasi muda. Museum juga perlu memperkuat tata kelola kelembagaan. “Sebab museum bukan hanya tempat untuk berkunjung dan mendapatkan pengetahuan, tetapi juga tempat bagi masyarakat menemukan kembali jati dirinya,” ujar Hilmar.
Namun, apakah pembangunan museum dengan serius dapat menarik investasi atau mendatangan keuntungan ekonomi? Penting bagi pemerintah di sini membuat pembedaan antara keuntungan (profit) dan manfaat (benefit). Investasi yang mungkin lambat menghasilkan keuntungan finansial bisa jadi sangat cepat membawa manfaat sosial.
Museum menyimpan segala hal yang berkaitan dengan gerak sejarah, ingatan kolektif, dan—kalau boleh agak berlebihan—jati diri sebuah bangsa (peradaban). Oleh karena itu, negara atau pemerintah di daerah harus mulai memikirkan rumusan untuk mengonversi social return dan cultural return secara finansial—di beberapa negara perhitungan tersebut sudah menjadi bagian dalam pembuatan kebijakan pembangunan secara umum dan khususnya di bidang pembangunan infrastruktur kebudayaan.
Saat ini, banyak orang mengetahuinya, banyak infrastruktur kebudayaan—termasuk museum-museum—kita masih jauh dari memadai, apalagi untuk menghasilkan nilai sosial dan budaya yang bisa berkontribusi pada perekonomian secara umum.
“Kita masih punya pekerjaan rumah memperbaiki infrastruktur yang ada, meningkatkan fasilitas dan peralatannya, mulai dari tata lampu dan suara, sampai pada kamar mandi, ruang ganti, dan perkantoran. Kalau museum masuk dalam rencana, itu berarti perlu peningkatan teknologi untuk pengelolaan koleksi dan sebagainya. Investasi yang tidak kecil,” kata Hilmar.
Namun, lanjut Hilmar, yang tidak kalah penting adalah perbaikan sistem manajemen dengan SDM yang mumpuni. Museum perlu sistem manajemen yang lebih tangkas dan bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman serta tenaga profesional yang mumpuni untuk fungsi kuratorial, artistik, sistem informasi, penelitian, dan administrasi.
“Kita juga perlu perwakilan masyarakat untuk memperkuat sistem pengelolaan yang efektif dan sesuai dengan aspirasi dan harapan masyarakat, khususnya pada pelaku budaya,” ujar Hilmar.
Akhirnya, perencanaan yang menyeluruh dan berwawasan jauh ke depan tentu sangat esensial, tetapi tidak kalah pentingnya adalah komitmen dari semua pihak yang terlibat dan kesadaran bahwa semua ini adalah usaha bersama, sebuah gotong royong di bidang kebudayaan.[T]