BOLEHLAH kita berbangga pantun berbahasa Indonesia mendunia.
Pernahkah Anda membayangkan orang Sudan atau Mesir berpantun dalam bahasa Indonesia?
Saya secara pribadi, sebelumnya saya tidak pernah membayangkan seorang perjaka Sudan dan seorang gadis Mesir berpantun dalam bahasa Indonesia. Kalau orang Malaysia atau orang Thailand selatan berpantun, saya tidak heran. Di kedua negara yang saya sebut itu ada bahasa Melayu dan ada budaya berpantun Melayu.
Dalam sebuah acara Festival Handai Indonesia (FHI) 2024 yang diadakan di Bali, 25–31 Agustus, terselip Lomba Berpantun pada tanggal 28 Agustus. Saya menyimak dan mencermati pantun-pantun mereka. Mereka adalah warga negara asing (WNA) yang merupakan pemelajar atau siswa Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dari berbagai belahan dunia yang sedang berlaga beradu kebolehan berpantun setelah sekian lama belajar bahasa Indonesia.
Sejumlah 13 orang pria dan wanita dari 9 negara mengikuti babak final Lomba Berpantun serangkaian FHI 2024. Selain Lomba Berpantun, FHI tahun ini menyajikan Lomba Berpidato, Lomba Bercerita, Lomba Berpuisi, Lomba Membawakan Reportase, dan Lomba Bernyanyi. Menurut panitia lomba, dalam babak penyisihan dari keseluruhan mata lomba tercatat 549 orang WNA dari 78 negara ikut serta. Seluruh peserta mengirimknan video dan surat kepada panitia.
Salah satu peserta lomba berpantung pada Festival Handai Indonesia di Bali | Foto: Dok. pantia
Setelah dilakukan penjurian di babak penyisihan, sebanyak 105 orang peserta dari 44 negara masuk ke babak final. Untuk Lomba Berpantun, babak penyisihan diikuti oleh 30 orang peserta.
Sejumlah 13 orang yang masuk babak final Lomba Berpantun terdiri atas peserta dari negara Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Timor Leste, Thailand, Kamboja, Malaysia, Mesir, dan Sudan. Luar bisa, dari berbagai belahan dunia, mereka berpantun dalam bahasa Indonesia.
Penampil pertama, peserta dengan nomor undi 1 dari Amerika Serikat. Perserta ini mengenalkan diri dan menyebutkan motivasi mengikuti lomba dengan bahasa Indonesia yang lancar. Selanjutnya, keluarlah pantun demi pantun dengan tema romantis. Pantun diawali dengan pantun pembuka, isi, dan diakhiri dengan penutup.
Semua yang hadir dalam lomba ini bertepuk tangan. Dewan juri yang terdiri atas Adnyana Ole (Komunitas Mahima), Made Sudiana (BRIN), dan Firman Susilo (Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa) menyimak dengan seksama satu demi satu pantun yang dilatunkan peserta pertama. Demikian selajutnya sampai peserta terakhir, yaitu peserta dari Rusia.
Peserta dari Rusia ini tampil bersahaja dengan gayanya yang khas. Ternyata peserta dari Rusia ini juga seorang wartawan dan juga penulis puisi. Peserta terakhir tidak kalah menarik dengan peserta pertama.
Apa yang menarik dari Lomba Berpantun ini?
Banyak hal tentunya yang menarik.
Yang pertama, peserta dari berbagai negara dengan budaya yang berbeda. Mereka sama-sama belajar bahasa Indonesia. Dalam belajar bahasa Indonesia, mereka juga belajar tentang pantun.
Dalam mengikuti lomba FHI 2024 ini mereka juga harus mengikuti kisi-kisi lomba dan kriteria penilaian. Kriteria penilaian terdiri atas (1) isi yang meliputi struktur pantun dan kualitas gagasan; (2) kebahasaan yang meliputi pelafalan, kosakata, dan penerapan tata bahasa; (3) performa yang meliputi pembawaan dan penampilan; serta (3) spontanitas yang meliputi kemampuan berinteraksi.
Yang kedua, peserta adalah WNA yang belajar BIPA di negara mereka masing-masing atau yang mengikuti kelas BIPA di perguruan tinggi (PT) maupun lembaga BIPA di Indonesia. Mereka sungguh-sungguh belajar bahasa Indonesia dengan berbagai alasan.
Yang ketiga, peserta belajar budaya Indonesia secara luas terbukti dari beragam tema yang disampaikan dalam lomba. Tema lingkungan merupakan tema yang banyak disampaikan oleh peserta, selain cinta.
Para peserta dan dewan juri Lomba Berpantun pada Festival Handai Indonesia 2024 | Foto: Dok. panitia
Yang keempat, sebagian besar peserta membuat pantun sendiri. Hanya satu orang yang mengaku dibuatkan pantun oleh pengajarnya. Salah seorang peserta mengaku membuat sendiri pantunnya dengan bantuan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sebagaian lagi membuat sendiri dan diperiksa oleh orang lain. Hal ini sangat menarik, ini membukatikan mereka serius belajar budaya Indonesia dan sungguh-sungguh pula belajar bahasa Indonesia. Ini terbukti dari pantun yang dibawakan yang tidak memulu pantun dengan kata “jalan-jalan” atau “buah-buahan”.
Serta yang lainnya.
Kalau Anda menonton penampilan mereka, Anda pasti juga terkesima seperti kami.
Perhatikan salah sebuah pantun berikut ini. Sebuah pantun yang sempat saya catat dari peserta berkebangsaan Thiland.
Sungguh berkilau sendok logam
walau sudah dimakan usia
Negeri ini penuh beragam
nuansa keindahan budaya nusantara
Walau secara umum, pantun peserta sudah luar biasa. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya, suku kata terakhir baris pertama dan ketiga sudah pas, tetapi tidak demikian dengan bunyi suku kata terakhir baris kedua dan keempat. Jumlah suku kata dalam setiap baris kadang kurang diperhatikan. Akan tetapi, secara keseluruhan luar biasa. Karena mereka memang belajar bahasa Indonesia, aturan kebahasaan mereka taati dengan baik.
Mengenai persamaan bunyi ini, ada hal yang bisa saya kutip dari buku Pantun Melayu terbitan Balai Pustaka sebagai berikut.
Persamaan bunyi cinta dan lintah tiadalah benar.
Pantun:
Dari mana datangnya lintah?
dari sawah turun ke kali
Dari mana datangnya cinta?
dari mata turun ke hati
Pantun ini dicela oleh orang Melayu dan dan dikatakan bukan pantun Melayu. Pantun Melayu begini bunyinya.
Dari mana datangnya lintah?
dari sawah turun ke kali
Dari mana datangnya cinta?
dari mata turun ke hati
Saya ingin mengatakan bahwa sebuah pantun yang baik semestinya megikuti aturan jumlah suku kata dalam tiap baris, dan bunyi suku kata tarakhir yang sama atau mirip dari sisi bunyi bahasa.
Dengan melihat antusias pemelajar BIPA di seluruh dunia yang mengikuti FHI 2024 ini, saya yakin bahasa Indonesia bisa mendunia. Semoga pantun sebagai warisan budaya Indonesia dan bahasa Indonesia mendunia. [T]