TENTU kita masih ingat dengan poster Peringatan Darurat Garuda Biru yang menggerakkan massa beberapa saat lalu. Peringatan Darurat Garuda Biru itu menggema di ranah media sosial saebagai gerakan kolektif yang menyerukan masyarakat untuk mengawasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) serta proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Informasi yang dirangkum dari lembaga analis media sosial Drone Emprit, meme Garuda Biru Peringatan Darurat pertama kali dibuat oleh akun Wibu @BudiBukanIntel diunggah oleh akun kolaborasi @najwashihab, project_org, @ivooxid, dan @narasitv di Instagram. Gerakan ini bukan sekadar simbol, melainkan panggilan untuk menegakkan keadilan dan transparansi dalam sistem pemilu yang kian bergejolak dan sarat dinamika politik. Fenomena penuh semangat juang ini mengingatkan akan pentingnya media sebagai alat perjuangan rakyat Indonesia.
Semangat awal media di Indonesia dapat kita telusuri dari zaman penjajahan Belanda, dari abad ke-17 ke pertengahan abad ke-20. Dalam konteks ini, media tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk menyebarkan ide, informasi, dan budaya, juga terhubung dengan pendidikan. Hal ini mendorong generasi baru yang lebih terdidik dan kritis terhadap situasi sosial politik di Indonesia.
Pada akhir abad ke-19, pers lokal mulai bangkit dan ikut terlibat dalam penerbitan surat kabar yang memuat pandangan nasionalis. Hal ini menciptakan ruang untuk diskursus politik dan sosial yang menggugah kesadaran kolektif masyarakat. Pada awal abad ke-20, Kelompok Pergerakan mulai menggeliat dengan munculnya organisasi seperti Budi Utomo yang didirikan pada 1908, dan media menjadi alat penting untuk menyampaikan pesan-pesan perjuangan, kritis dan berorientasi pada perubahan sosial.
Secara garis besar, semangat awal media di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda merupakan faktor penting dalam pembentukan identitas nasional dan menjadi penghubung esensial antara berbagai elemen masyarakat dan alat untuk menyuarakan aspirasi dan ketidakpuasan terhadap penguasa. Nampaknya semangat dan ruh perjuangan ini masih ada hingga sekarang.
Perjuangan Melalui Media Sosial
Media sosial kini telah berkembang menjadi alat yang sangat kuat dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. Dengan sifatnya yang demokratis, setiap individu kini memiliki kesempatan untuk berbicara dan didengar oleh audiens yang luas. Platform seperti Twitter, Facebook, youtube, Instagram dan bahkan TikTok, memungkinkan pengguna untuk berbagi pandangan, memprotes kebijakan yang tidak adil, atau bahkan mengorganisir gerakan sosial.
Menurut Smith (2020), media sosial telah menciptakan ruang baru bagi partisipasi publik, di mana ide dan aspirasi dapat disebarkan dengan cepat dan efisien, tanpa terbatas oleh batasan geografis atau aksesibilitas. Selain itu, Castells (2015) menyatakan bahwa media sosial telah menjadi “jaringan komunikasi horizontal” yang memperkuat suara rakyat dalam proses politik dan sosial.
Kehadiran media sosial memungkinkan masyarakat untuk mengatasi dominasi media tradisional, yang sering kali dikontrol oleh segelintir elit, dan menawarkan alternatif bagi mereka yang ingin mengekspresikan pendapat mereka secara langsung kepada dunia. Jenkins (2016) juga menekankan bahwa, kemampuan media sosial untuk menyebarkan informasi secara viral telah meningkatkan kekuatan masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan publik dan menciptakan perubahan sosial. Dengan demikian, media sosial bukan hanya sekedar alat komunikasi, tetapi juga menjadi wadah penting bagi ekspresi kebebasan berpendapat dan partisipasi aktif dalam masyarakat modern (Smith, 2020; Castells, 2015; Jenkins, 2016).
Media sosial dalam Kondisi indonesia Saat Ini
Media sosial di Indonesia saat ini telah menjadi medan tempur baru bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat, protes, dan bahkan sarkasme terhadap berbagai isu. Di negara dengan populasi digital yang terus tumbuh, Twitter, Instagram, dan TikTok telah menjadi senjata andalan bagi warganet untuk beraksi. Mulai dari kritik terhadap kebijakan pemerintah, hingga kampanye sosial yang kreatif. Media sosial menjadi panggung di mana suara kecil bisa menggema besar.
Menurut Rokhayah (2021), media sosial di Indonesia telah menciptakan ruang di mana masyarakat dapat “berdiskusi” dengan pemerintah, meski kadang dengan penuh emosi, kadang dengan meme yang menggelitik. Media konvensional seperti Tempo dan Detik berhasil mempertahankan eksistensinya dengan bersuara kritis dan independen di platform digital, baik dalam bentuk tulisan maupun audio visual.
Di era digital ini, mereka tidak hanya mengandalkan format cetak, tetapi juga beradaptasi dengan menyediakan konten dalam versi online yang mudah diakses. Beberapa lagi, sebut saja @NarasiNewsroom, @NajwaShihab, @tirtoid dan tentu masih banyak lainnya. Akun-akun ini memastikan bahwa suara kritis mereka tetap relevan dan menjangkau audiens yang lebih luas, tanpa harus kehilangan esensi jurnalistik yang kuat.
Selain itu, Nofrima (2022) dan Jamil (2016) pernah menyoroti bagaimana gerakan sosial seperti #GejayanMemanggil dan #SaveKPK berhasil menarik perhatian nasional berkat kekuatan media sosial. Tidak hanya menjadi alat untuk menyebarkan informasi, media sosial juga berfungsi sebagai “tembok curhat” di mana masyarakat dapat mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Dalam kondisi Indonesia yang penuh dinamika ini, media sosial ibarat panggung teater besar di mana segala bentuk ekspresi, dari yang serius hingga yang jenaka, dapat berkontribusi pada perubahan sosial. Ambil contoh adalah akun media sosial @Ecko Show dan @skinnyindonesian24yang menggunakan lagu-lagu bergenre rap mengajak masyarakat dengan cara yang unik dan kreatif untuk kritis dan turut mengawal situasi sosial politik di Indonesia.
Tetap Kritis dan Konsisten
Media sosial di Indonesia menjadi sebuah platform yang melebihi sekadar sarana komunikasi namun telah bertransformasi menjadi medan perlawanan yang memerlukan pendekatan strategis yang cerdas dan berdampak. Tantangan utamanya adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mengedukasi masyarakat untuk memilah, memilih, menyampaikan konten yang tajam dan mendidik, namun berlandaskan fakta yang kredibel.
Penggunaan data dan referensi yang solid dalam setiap konten bukan hanya memperkuat argumen, tetapi juga mengajak audiens untuk berfikir kritis agar dapat membedakan mana fakta dan mana opini yang tidak terverifikasi.Pelibatan audiens dalam diskusi juga merupakan aspek penting dalam membangun pergerakan yang berarti. Hal ini akan menciptakan ruang dialog di mana masyarakat dapat berbagi pandangan dan pengalaman mereke untuk menciptakan suara kolektif sehingga akan lebih kuat dibandingkan dengan suara secara individual.
Bagaimanapun keberanian untuk menantang ketidakadilan dan mengkritik kebijakan yang merugikan rakyat kecil sangat diperlukan. Meski tidak jarang menghadapkan individu dengan kekuasaan yang lebih besar, namun strategi kreatif dalam penyajian konten dapat menjadi senjata ampuh untuk mengemas isu-isu serius menjadi lebih menarik dan mudah dipahami.
Dengan pendekatan yang berani, kreatif, dan konsisten dalam penyampaian pesan, media sosial di Indonesia dapat terus berperan secara konsisten sebagai arena yang mendukung perlawanan terhadap ketidakadilan. Melalui ketajaman analisis dan kejelasan penyampaian, kita bisa memanfaatkan potensi media sosial sebagai alat untuk menyebarkan kesadaran dan membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat.
Jangan remehkan media sosial, sejarah telah menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali lahir dari upaya panjang yang mungkin tampak remeh di awal. Selamat berjuang! [T]
ACA artikel lain dari penulisPETRUS IMAM PRAWOTO JATI