PAGI itu kami, 22 perempuan paruh baya tidak upacara memperingati hari kemerdekaan tetapi merayakan kebebasan kami sebagai istri, sebagai ibu, sebagai pekerja bahkan sebagai nenek dan sebagai abdi masyarakat yang mengemban tradisi.
Meski sejujurnya tidak ada belenggu yang mengekang kiprah kami sebagai wanita, baik itu dari keluarga atau lingkungan. Tetapi kebebasan tetaplah ada garis pembatas yang menjadi pedoman dalam kami menjalankan swadharma perempuan.
Bersama rombongan kami yang terbentuk dalam grup PKK Banjar melakukan perjalanan seru ke Kintamani yaitu ke The Grand Laguna. Sebenarnya di antara kami bisa saja jalan dengan keluarga atau teman kerja, atau malah berduaan dengan suami. Tetapi kami memilih jalan dengan rombongan ibu ibu yang biasanya tiap pagi bermain di dapur, mengantar anak atau cucu sekolah, lantas bekerja yang menghasilkan finansial entah dengan bekerja di kantoran atau menjalankan bisnis rumahan.
Tujuan kami memang ingin merayakan kemerdekaan kami. Bebas dari segala embel embel identitas dan juga rutinitas. Perjalanan yang murah meriah namun seru. Yang akan mempererat kekerabatan sebagai sesama perempuan dan warga banjar, merekatkan persahabatan agar terjalin kekeluargaan.
Jika hubungan baik sudah terjalin akan memudahkan menjalankan rencana kerja dan program program di grup selanjutnya.
Dengan kendaraan sewaan dari travel, kami meluncur dari Denpasar ke Kintamani. Semua terlihat gembira. Tak ada yang mabuk apalagi merajuk.
Dengan tiket seharga Rp.50.000 kami memasuki hutan pinus yang rimbun. Terlihat serakan daun daun kering yang terasa puitis dengan aroma alam yang khas aroma humus serta pemandangan jurang yang curam yang ditumbuhi tanaman pakis yang tinggi dan sulur sulur tananaman labu melambai dalam belai angin. Pohon pohon tua yang ditumbuhi lumut dan suplir, terlihat kepurbaan mereka. Ini semua terasa memanjakan penglihatan kami yang biasanya bergulat di rutinitas kota yang padat.
Kami memasuki hutan dengan gembira, tentu saja dengan membawa berbagai tentengan yang menyimpan bekal yang kami bawa dari Denpasar.
Bekal yang akan melengkapi kegembiraan serta menjadi asupan nutrisi. Yaitu berbagai macam makanan kami bawa dengan sukarela.
Bayangkan 22 ibu, tentu makanan sangat sangat banyak dan bermacam macam. Setelah digelar di gazebo, seperti dagang kue kue di pagi hari.
Di hutan pinus, tanpa suami tanpa anak, tanpa beban pekerjaan. Dengan kawan yang seirama, dengan kamera hp yang siap mengabadikan setiap momen, entah seru, entah gokil, yang pasti kami gembira.
Kegiatan kami dimulai dengan senam bersama dengan diiringi musik dari speaker mini. Setelah tiga – empat lagu sudah bikin kami merasa segar, apalagi iringan lagu dangdut koplo. Setelahnya makan siang bersama.
Selanjutnya acara bebas. Dan bagi kami berfoto adalah kegiatan yang paling menyenangkan. Baik di antara deretan pohon pinus dengan udara yang segar atau di beberapa wahana yang disediakan. Tak lupa ngemil dan ngopi.
Kami tetap aman karena didampingi pemandu, dan bisa dimintai tolong jika kami ingin foto bersama. Atau saat berada di suatu wahana. Tentu untuk mengabadikan momen saat bersama teman.
Bagi saya pribadi, sebuah tantangan ketika melintasi jembatan bergoyang di ketinggian. Karena selama ini saya paling enggan berfoto jika medannya membahayakan. Tetapi ada teman yang menjadikan saya lupa pada ketinggian dan menuruni tangga curam. Yang pasti di mana pun tempatnya tetap harus hati hati dan waspada.
Setelah puas bergembira, makan makan, kami kembali ke Denpasar dengan setumpuk kenangan. Kembali ke rutinitas semula, sebagai istri, sebagai ibu dan tentu saja sebagai rumah, di mana dengan hadirnya kami membuat keluarga tenang, roda kehidupan di keluarga kami berjalan.
Inilah catatan perjalanan kami, para ibu dengan seabrek kesibukan. “Kami benar benar menikmati kebebasan di hari kemerdekaan” [T]
BACA artikel lain dari penulis WINAR RAMELAN