3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Berimajinasi Bersama Repertoar “Canson” Karya Noé Clerc Trio dari Prancis

JaswantobyJaswanto
August 10, 2024
inUlas Musik
Berimajinasi Bersama Repertoar “Canson” Karya Noé Clerc Trio dari Prancis

Noé Clerc Trio dari Prancis saat pentas di Panggung Subak UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto

TEMPAT pementasan di atas sungai itu kecil saja. Bahkan nyaris tak berjarak dengan penonton. Anyaman ulatan bambu di bawah atapnya tampak seperti liukan terasering di daerah Jatiluwih dan sekitarnya. Barangkali karena itulah tempat pementasan tersebut dinamai: Subak.

Itu salah satu tempat pementasan dalam gelaran Sthala Ubud Village Jazz Festival (UVJF) 2024 yang berlangsung di Sthala Hotel, Ubud, Gianyar. Di sana ada tiga tempat pertunjukan, memang. Di dekat pintu masuk festival ada Panggung Padi; di tengah berdiri Panggung Giri; dan di paling bawah, di dekat sungai dan beringin besar itu, terpacak Panggung Subak.

Dan di Panggung Subak inilah, Noé Clerc Trio—grup musik beraliran jazz asal Prancis—membawakan repertoar berjudul “Canson”, pada hari pertama festival, Jumat (2/8/2024) sore.

Noé Clerc Trio dari Prancis saat pentas di Panggung Subak UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Son

Noé Clerc Trio adalah band beraliran jazz yang digawangi oleh Noé Clerc sebagai pemain akordeon, Clément Daldosso pemain kontrabas, dan Elie Martin-Charrière yang bertugas menjaga ritme permainan mereka bertiga dengan drum-nya.

Menurut beberapa sumber dari internet, band ini dibentuk pada tahun 2018 dan langsung memenangkan kompetisi internasional sekelas “Leopold Bellan” (2018), lalu “Jazz à St Germain des Près” (2019), dan “Prix d’instrumentiste du festival Jazz à la Défense” (2021). Sebuah lesatan yang tak main-main.

Trio ini menelurkan album perdana berjudul ”Secret Place” yang diproduseri oleh seorang maestro akordeon asal Prancis, yang dijuluki Sun King of the Accordion, Vincent Peirani. Sebagai musisi jazz international, Vincent kerap pula menggelar konser turnya di Indonesia beberapa waktu lalu.

Menurut Vincent, ia tak lagi sendirian saat menebarkan kebahagiaan dengan menarikan jari-jemari di atas tuts mutiara akordeon. “Selamat datang, Noé!” seru Vincent yang, tentu saja, membuat bungah Noé Clerc Trio.

Tahun ini, Noé Clerc Trio termasuk band yang kerap kali riwa-riwi di festival-festival jazz di Indonesia. Pada Juli kemarin, mereka petas di Jazz Gunung Bromo yang digelar di Jiwa Jawa Resort, Probolinggo. Lalu berlanjut ke Surabaya untuk menggelar workshop dan sharing session bersama musisi jazz lokal.

Setelah itu, mereka tampil pada pertemuan jazz di Jakarta yang bertajuk “Bernama Jazz Summit” yang diselenggarakan di Auditorium IFI Thamrin. Kemudian mereka terbang ke Yogyakarta untuk konser dan jamming di Jazz Mben Senen di Bentara Budaya Yogyakarta.

Konser mereka ditutup dengan sangat menyenangkan sekaligus menenangkan di dalam suasana pedesaan di UVJF kemarin—yang membuat saya terdiam dan membayangkan banyak hal.

Interpretasi “Canson”

Noé Clerc memainkan harmonikanya—yang memiliki tuts seperti akordeon. Dia berdiri. Clément dan Elie terpaku menunggu momentum.

Suara alat musik yang baru kali pertama saya lihat itu, melengking, melambat secara tiba-tiba, merintih, dan tak jarang mendayu panjang. Suara instrumen tersebut saya pikir sangat cocok dengan suasana sore dengan paduan arus sungai, angin yang berkesiur, dan senja yang keemasan yang mendaulat Lodtunduh.

Noé Clerc saat memainkan harmonikanya | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Ada perasaan yang belum ternamakan sebelumnya yang tiba-tiba saya rasakan saat mendengar Noé Clerc Trio membawakan repertoar mereka, “Canson”—salah satu dari sekian repertoar yang mereka bawakan di UVJF hari itu.

Bersama sore yang hangat, suara-suara setiap instrumen Noé Clerc Trio itu mengalir bagai mengikuti suatu garis penunjuk, tapi mereka juga seperti tidak betul-betul selalu mengikuti garis itu, kadang-kadang mereka berbelok entah ke mana—kontrabass ke mana, drum ke mana, dan harmonika ke mana.

Tiba-tiba harmonika, kontrabass, dan drum menghilang lantas kembali lagi, meloncat-loncat, menari, jungkir balik—semuanya tampak seperti improvisasi tapi tidak saling merusak. Bila tiba saatnya harmonika ditonjolkan, ketika Noé Clerc mendemonstrasikan kepiawaian individualnya, yang lain secara otomatis tahu diri untuk tidak mengacaunya.

Sebagaimana kata Seno Gumira Ajidarma, tentu saja permainan dengan kekacauan ini hanya bisa dilakukan para musisi yang sudah beres urusannya dengan ketertiban, tapi yang merasa segenap kaidah musikal tak cukup menyalurkan kebutuhannya untuk bicara lewat instrumennya.

Mendengar Canson, saya dapat membayangkan rintihan para minstrel sekuler—yang mencoba melawan “tangan besi” Katolik—Abad Pertengahan di Prancis yang keliling membawakan lagu-lagu bermuatan kisah tempat-tempat yang jauh atau tentang peristiwa sejarah.

Clément Daldosso dengan kontrabass-nya | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Saya juga membayangkan sebuah tempat di mana penjajahan dan perbudakan masih berlaku. Tapi tiba-tiba, oh, ada suatu saat saya hanya cukup mendengarkan saja tanpa berpikir macam-macam, seperti kata John Fordham: “Anda tidak usah tahu musiknya untuk memahami rasanya….”

Menurut orang-orang yang bergelut di jazz, ini bukannya saya sok tahu, selain improvisasi, interpretasi adalah unsur penting dalam jazz. Dan Canson tentu saja sangat multitafsir. Bisa saja saat mendengar repertoar ini saya membayangkan seorang seniman musik tua Abad Pertengahan yang membawakan sebuah nyanyian atau musik narasi (balada) sambil keliling Prancis. Tapi bisa jadi bayangan Anda tidak demikian. Dan itulah jazz.

Canson bagi saya merupakan repertoar yang berkisah—entah apa, tergantung imajinasi masing-masing itu tadi. Ia seperti musik balada (ballad) berbentuk puisi yang mengisahkan sebuah cerita. Aspek repetisi bunyi yang terwujud dalam bentuk nada-irama sangat kuat dan terdapat banyak unsur refrain seperti pada sebuah nyanyian.

Berdialog Tanpa Kata

Jika diperhatikan betul suara instrumen Noé Clerc Trio  satu per satu, maka kita akan mendengar betapa akordeon dan harmonika Noé Clerc saling kejar-mengejar dengan double bass (kontrabas) Clément Daldosso dan drum-nya Elie Martin-Charrière.

“Dengarkanlah apa saja dalam jazz maka kita akan mendengarkan instrumen yang berdialog. Itulah beda jazz dengan jenis musik lain. Jazz adalah suatu percakapan akrab yang terjadi dengan seketika, spontan, dan tanpa rencana,” kata Seno Gumira dalam salah satu roman urbannya.

Elie Martin-Charrière dengan drum-nya | Foto: tatkala.co/Jaswanto

Noé Clerc Trio seperti tidak ingin memainkan sebuah repertoar, tapi ingin mengungkapkan kata hatinya. Tapi karena bahasa kata seolah tak pernah cukup mewakili kata hatinya itu, maka dengan terampil mereka menyampaikan kata hati itu lewat suara instrumennya—seperti kata Seno Gumira tentang musisi jazz pada umumnya.

Ya, berbicara musik jazz, sekali lagi dalam sebuah roman metropolitan berjudul Jazz, Parfum, dan Insiden (2017) yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, terdapat sebuah kutipan yang menarik. “Jazz isn’t music. It’s language. Communication.” Kutipan tersebut disampaikan Enos Payne—musisi asal Brooklyn, New York.

Apa yang dikatakan Enos tentu saja bukan sekadar cuap-cuap kosong yang nyaring bunyinya. Coba buka lembaran sejarah musik jazz, maka Anda akan menemukan riwayat kemanusiaan orang Afrika-Amerika yang tertindas. Dan inilah yang membuat penulis F. Scott Fitzgerald menyatakan datangnya Abad Jazz pada tahun ‘20-an menjabarkan suatu sikap.

Mengenai hal tersebut, Seno Gumira menulis, “… tentu Fitzgerald menyatakan pendapatnya dalam konteks pembebasan sebuah sub-kultur dari rasa rendah diri, yakni sub-kultur budak-budak hitam dari Amerika keturunan Afrika.”

Jazz, bagi sastrawan penulis Sepotong Senja untuk Pacarku itu, seperti hiburan, tapi hiburan yang pahit, sendu, mengungkit-ungkit rasa duka. “Selalu ada luka dalam jazz, selalu ada keperihan. Seperti selalu lekat rintihan itu—rintihan dari ladang-ladang kapas maupun daerah lampu merah.”

Lagu “Berta, Berta” dalam album Branford Marsalis, I Heard You Twice The First Time, tulis Seno lagi, sebuah nyanyian bersama tanpa iringan instrumen, tanpa bermaksud menjadikannya suatu paduan suara yang canggih, diiringi suara rantai terseret.[T]

BACA artikel lain tentangUBUD VILLAGE JAZZ FESTIVAL

Editor: Adnyana Ole

Lampion-lampion Harapan dari Nara Devintha dan Nadin di UVJF 2024
Es Krim Sore Hari dan Kegembiraan Collective Harmony dalam Jazz Klasik “When the Saints Go Marching In”
Rason Wardjojo, Gitaris Cilik, dan Bagaimana Ia Mengenal Jazz
Merayakan Jazz, Mencipta Kenangan, dan Mendengar Rasa dalam Bahasa Suara
Tags: festival musik jazzjazzmusik jazzNoé Clerc TrioSthala UbudUbud Village Jazz FestivalUVJF 2024
Previous Post

Sisi Artistik dan Aspek Naratif yang Berbeda pada Pameran Tunggal Made Palguna di Komaneka Gallery

Next Post

Catatan Pentas “Maha Wasundari” Intur 2024: Perayaan dan Refleksi Keagungan Bumi

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Catatan Pentas “Maha Wasundari” Intur 2024: Perayaan dan Refleksi Keagungan Bumi

Catatan Pentas "Maha Wasundari" Intur 2024: Perayaan dan Refleksi Keagungan Bumi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co