BEBERAPA hari yang lalu, teman seperjuangan saya sebut saja Desak yang sedang berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Makassar mengirimi saya pesan via WhatsApp. Bak orang yang mencari kejelasan atas pertanyaan yang menyibukkan kepalanya, ia bertanya kepada saya.
“Aku ingin bertanya terkait penggunaan bunga saat membuat banten (yadnya), apakah dalam agama Hindu diperbolehkan menggunakan bunga palsu, bunga buatan dan sejenisnya, karena saya melihat sebuah konten yang sedang viral di sebuah aplikasi video pendek (shorts) yang memperlihatkan seseorang yang membuat banten tidak menggunakan bunga asli yang didapat dari alam, melainkan menggunakan bunga replika (palsu)?” tanyanya.
Diri ini terdiam sejenak membiarkan citta menganalisis saripati dari pertanyaannya, dalam hati saya berpikir bahwa ini adalah sebuah pertanyaan yang kritis sebagai seorang mahasiswa melihat fenomena yang terjadi di lapangan. Saya berasumsi bahwa Desak sedang mengimplementasikan filsafat dalam dirinya melalui sebuah pertanyaan mendalam terhadap suatu hal yang ditanyakan kepada saya.
Sebagai seorang mahasiswa yang sedang menempuh jurusan Pendidikan Agama Hindu di sebuah Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Bali, tentu saja batin saya menuntut agar bergegas mencari jawaban atas pertanyaan Desak. Berdasarkan rujukan beberapa literatur, dalam agama Hindu bunga bukan sekadar sebagai hiasan (estetisitas) melainkan merupakan salah satu sarana penting dalam pelaksanaan yadnya yang digunakan untuk persembahan kepada Tuhan sehingga dalam pelaksanaannya tidak menggunakan bunga yang sembarangan.
Dalam lontar Yadnya Prakerti dijelaskan bahwa bunga sesungguhnya sebagai lambang dari ketulusikhlasan pikiran yang suci. Persembahan yadnya sangat perlu memerhatikan beberapa aspek dalam memilih bunga yaitu, kesucian, kelengkapan dan keharuman. Demikian juga, hendaknya tidak menggunakan bunga yang belum mekar, layu ataupun yang dihinggapi semut atau ulat serta bunga yang tumbuh di kuburan (mempengaruhi kesucian), sehingga bunga yang patut digunakan sebagai sarana yadnya adalah bunga yang bersih, mekar dan harum (I Nyoman Sudanta, Bali Express)
Penggunaan sarana bunga juga terdapat dalam sebuah kutipan kitab suci Bhagavad-gita adhyaya IX sloka 26. Disebutkan: Pattram puspam phalam toyam, Yo me bhaktya prayacchati, Tad aham bhaktyupahrtam, Asnami prayatatmanah. Terjemahan: Siapapun yang dengan kesucian hati mempersembahkan pada Ku sehelai daun, sekuntum bunga, buah-buahan atau seteguk air, persembahan yang didasari oleh cinta dan sujud bhakti dari lubuk hati yang suci aku terima.
Dari kutipan sloka di atas, diperoleh hipotesis bahwa dalam agama Hindu daun, bunga, buah-buahan, dan air yang merupakan hasil alam digunakan untuk persembahan sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Di Bali khususnya, kombinasi sarana tersebut menghasilkan bentuk sarana seperti canang, kwangen, tirta dan bija. Setiap sarana tersebut memiliki makna dan nilai spiritual yang tinggi sebagai implementasi Sradha (keyakinan) umat Hindu.
Meskipun agama Hindu memiliki konsep fleksibilitas, akan tetapi penggunaan sarana tersebut dalam pembuatan banten bukanlah kesenian bersifat dekoratif yang dapat dibuat atau digunakan sesuka hati, melainkan harus sesuai dengan anggah-ungguh yang pasti sesuai tuntunan sastra karena mengandung simbol etika dan makna yang sakral (Dr. Ni Nengah Rustini, M.Ag., Kemenag Kabupaten Gianyar)
The last but not least, sebagai generasi penerus Hindu yang memiliki nalar untuk berwiweka (memilah-milah) atau filterisasi mana yang patut dilakukan dan tidak patut dilakukan. Memberdayakan kemampuan dengan tidak hanyut dan terbuai atas kemudahan dan kemajuan teknologi yang menyebabkan degradasi moral yaitu keadaan dimana manusia melakukan segala hal tanpa mengindahkan petunjuk sastra yang ada (semaunya).
Jadi, kesimpulannya dalam pelaksanaan yadnya yang melibatkan sarana-sarana yang telah disebutkan salah satunya yaitu bunga, hendaknya kita menggunakan bunga yang berasal dari alam dengan kriteria-kriteria yang telah dipaparkan di atas. Karena bunga merupakan wujud kesucian hati kepada Tuhan dan sebagai wujud syukur dan terima kasih atas hasil alam yang dilimpahkan oleh Tuhan kepada umat manusia.
Daftar Pustaka:
- baliexpress.jawapos.com/balinese/amp/672927688/ini-arti-dan-fungsi-bunga-untuk-sarana-persembahyangan-umat-hindu-di-bali
- bali.kemenag.go.id/gianyar/berita/5006/kesucian-umat-hindu-melalui-pembinaan-serati-banten-kab-gianyar
- bali.tribunnews.com/2022/04/22/bunga-hingga-kelapa-sebagai-sarana-upakara-dan-maknanya-dalam-hindu
- jembranaexpress.jawapos.com/taksu/2234147488/tradisi-persembahan-bunga-dalam-agama-hindu-bali-filosofi-dan-pantangan-yang-ditekankan?
- kemenag.go.id/hindu/makna-filosofis-upakara-dalam-upacara-yadnyanbsp-jvj8p0