Seperti yang telah kita pahami bersama, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Platform ini bukan hanya sabagai sarana untuk berbagi informasi dan berinteraksi, namun memiliki peran penting dalam membentuk persepsi dan nilai-nilai sosial. (Allcott & Gentzkow, 2017).
Nah, berkaitan dengan itu, belakangan ini ada satu platform media sosial yang tengah ramai dipebincangkan yaitu X, yang dulu namanya adalah Twitter dan kemudian diakuisisi oleh Elon Musk pada akhir tahun 2022. Kemarin, pada akhir Mei 2024, Musk mengejutkan dunia dengan mengizinkan para pengguna X untuk mengunggah dan menikmati konten pornografi di platformnya itu.
Kebijakan ini kontan saja menuai kontroversi dan mengundang respon yang beragam dari berbagai kalangan, termasuk di Indonesia. Kebijakan dari X ini memicu timbulnya debat panas, seputar mengenai batasan kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial media. Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa langkah ini adalah bentuk dari kebebasan individu dan ekspresi kreatif.
Mereka yang merasa cocok dan mendukung kebijakan ini memiliki keyakinan bahwa platform media sosial harus menjadi ruang bebas di mana berbagai bentuk konten, apapun itu; termasuk yang bersifat dewasa, dapat diakses oleh orang dewasa. Dengan catatan dibarengi dengan cara yang bertanggung jawab dalam versi mereka.
Namun, di sisi lain, tak kurang pula pihak yang menentang keras kebijakan ini. Kritik utama datang dari kelompok konservatif dan pemerintah Indonesia, yang khawatir akan adanya dampak negatif dari mudah akses ke konten pornografi, terutama untuk kalangan anak-anak dan remaja.
Ancaman Kebebasan Berekspresi dan Privasi
Di Indonesia, yang kita ketahui memiliki norma dan nilai budaya yang kuat, kebijakan ini tentu dianggap sebagai suatu ancaman terhadap moralitas publik dan ketertiban sosial masyarakat Indonesia. Maka, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo) kemudian mempertimbangkan untuk memblokir akses ke platform X, jika X tidak mematuhi regulasi lokal yang ketat tentang konten dewasa.
Kontroversi ini lalu memunculkan diskusi lebih luas tentang peran media sosial dalam masyarakat, serta bagaimana platform media sosial ini harus diatur. Ada yang menekankan pentingnya regulasi ketat untuk melindungi pengguna terutama anak-anak dan remaja dalam konteks menjaga etika publik, sementara yang lain mengingatkan bahwa terlalu banyak regulasi bisa-bisa akan berdampak pada terhambatnya inovasi dan kebebasan berpendapat.
Pengguna-pengguna yang mendukung kebijakan X ini berpendapat bahwa, mereka punya hak untuk mengakses informasi dan konten sesuai dengan preferensi masing-masing, asalkan tidak melanggar hukum. (Amnesty International, 2023).
Dengan begitu, pemblokiran X dianggap sebagai tindakan sensor yang berlebihan dan bisa membatasi hak-hak digital warga negara. Mereka khawatir kalau tindakan ini bisa jadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di dunia maya. Jadi, problemnya lalu menjadi tidak sesederhana itu, ada dilema antara menjaga moralitas publik dan melindungi kebebasan individu. (ICT Watch, 2023)
Benturan Kepribadian dan Filosofi Bangsa
Banyak pihak merasa bahwa kebijakan X yang memungkinkan penyebaran konten pornografi itu dirasa tidak sesuai dengan kepribadian dan filosofi bangsa Indonesia. Paparan konten pornografi pada anak-anak Indonesia masuk urutan keempat di dunia, sehingga dirasa mengkhawatirkan (Katadata.co.id, 2023).
Kita semua tahu, Indonesia itu negara dengan mayoritas penduduknya Muslim dan budaya Timur yang kental. (BPS, 2020). Sehingga dengan demikian, wajar saja jika kita punya pandangan yang cukup konservatif berkaitan dengan konten-konten eksplisit dan pornografi.
Tentu saja, kebijakan ini tidak hanya dianggap mengancam moral dan etika masyarakat kita aja, tapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang melarang penyebaran konten pornografi di internet. (UU ITE No. 11 Tahun 2008). Jadi, kalau dibiarkan lebih lanjut, memang kebijakan X ini bisa jadi masalah serius untuk bangsa Indonesia.
Belum lagi, kebijakan ini juga dinilai tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam melindungi generasi muda kita dari paparan konten-konten berbahaya. Kita semua tahu, Indonesia itu ekstra hati-hati dalam menjaga keutuhan moral dan budaya bangsa dengan menerapkan sensor ketat terhadap konten yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat kita.
Peran Pemerintah dan Regulator
Dalam situasi yang cukup genting semacam ini, tentu peran pemerintah dan regulator jadi sangat krusial. Kominfo memang punya tanggung jawab besar untuk melindungi masyarakat kita dari dampak negatif konten-konten berbahaya. Tapi di sisi lain, mereka juga harus bisa menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan moral bangsa.
Nah, yang jadi taruhan di sini bukan hanya menyoal moralitas publik, tapi juga kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia yang kita junjung tinggi. (BPIP, 2021). Tentu kita tidak menghendaki budaya dan nilai-nilai kita tergerus begitu saja bukan?
Dengan demikian, Kominfo diharapkan bisa memberikan panduan yang jelas dan tegas soal kebijakan X ini. Mereka semestinya dapat berani mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di dunia maya, demi menjaga kepribadian dan integritas bangsa kita.
Masyarakat tentu berharap Kominfo bisa bertindak tegas dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang dianut bangsa Indonesia, termasuk nilai-nilai luhur Pancasila. Apakah kemudian Kominfo akan memblokir platform X atau mencari solusi alternatif yang lebih bijak dengan tetap memegang teguh nilai-nilai kebangsaan kita? Ini pertanyaan besar yang jawabannya masih menanti di persimpangan jalan.
Tapi satu hal yang pasti, kepentingan masyarakat Indonesia harus jadi prioritas utama Pemerintah dalam hal ini adalah Kominfo, dalam menghadapi tantangan seperti ini. Sepatutnya mereka tidak boleh lepas dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai dalam Pancasila itulah yang harus jadi pedoman dalam menyikapi kebijakan kontroversial X ini. Bukan cuma soal moralitas publik, tapi juga identitas dan jati diri bangsa yang harus dijaga.
Kita semua berharap, semoga Kominfo bisa mengambil keputusan bijak yang mencerminkan filosofi dan kepribadian bangsa Indonesia yang kita banggakan. Merdeka! [T]