10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Juni Widiantari, Gadis Pengawas Pemilu di Tigawasa: Kadang Susuri Jalan Rusak di Tengah Gelap Malam

JaswantobyJaswanto
May 30, 2024
inPersona
Juni Widiantari, Gadis Pengawas Pemilu di Tigawasa: Kadang Susuri Jalan Rusak di Tengah Gelap Malam

Juni Widiantari

SINGARAJA, puluhan kilometer sebelah utara ibu kota provinsi Bali, suatu sore di bulan Mei. “Pemilu kemarin adalah pengalaman pertama saya menjadi PKD,” kata gadis mungil yang tingginya sekitar 150-an centimeter itu. Ia menguncir rambutnya, mengenakan baju bergaris hitam-putih dan celana panjang, yang membuatnya tampak seperti boneka Barbie—boneka mainan masa kecil yang bajunya bisa dibongkar-pasang. Meski betubuh mungil, tapi bicaranya tegas dan percaya diri—walaupun sesekali tampak gugup dan terbata.

Namanya Ni Putu Juni Widiantari (23), gadis mungil dari Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, pengawas Pemilihan Umum (Pemilu) tingkat kelurahan/desa—selanjutnya disebut Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD)—pada Pemilu 2024 yang lalu, sedang bercerita tentang dirinya sendiri di Rumah Belajar Komunitas Mahima dalam acara “Cerita-Cerita dari Penyelanggara Pemilu” serangkaian Tatkala May May May 2024, Jumat (24/5/2024) sore.

Setelah dilantik bersama 148 orang pengawas di seluruh desa-kelurahan di Kabupaten Buleleng pada Februari 2023, Juni, begitu ia akrab dipanggil, memilih bertugas di tanah kelahirannya sendiri di Tigawasa, desa Bali Aga yang penuh stereotip, sebagaimana Sidetapa, Cempaga, Pedawa, dan Banyuseri, yang terletak di sekitarnya.

Tigawasa dan sekitarnya selalu dianggap sebagai daerah rawan konflik, meski tak jelas benar dasar argumentasi orang-orang yang menganggapnya demikian. Tapi barangkali karena di masa lalu, di daerah ini dan—sekali lagi—sekitarnya, pernah terjadi huru-hara yang memakan korban, menjadikan Tigawasa sebagai desa yang penuh prasangka.

Setiap perhelatan demokrasi, entah Pemilu maupun Pilkada, Tigawasa, Sidetapa, Cempaga, Pedawa, dan Banyuseri—atau yang sering disingkat SCTPB—sering menjadi sorotan media. Namun, meski demikian, Juni tak mengurungkan niatnya untuk menjadi PKD di sana.

“Waktu itu, karena bertugas di desa saya sendiri, jadi saya yakin tidak akan terjadi apa-apa. Orang tua saya juga siap membantu,” kata Juni.

Juni (paling kanan) saat bercerita dalam acara Tatkala May May May 2024 di Rumah Belajar Komunitas Mahima | Foto: Pande Jana

Bagi Juni, menjadi PKD adalah pengabdian kepada desa. Alih-alih mendaftar sebagai staf, yang lebih banyak bekerja di kantor, ia malah memilih PKD yang bersentuhan langsung dengan masyarakat—dan tentu risikonya lebih banyak daripada yang hanya duduk-duduk saja di ruangan sambil menghadap layar komputer atau telepon genggam pribadi.

Menjadi PKD sangat menyenangkan, kata Juni, sebab bisa mengenal lebih banyak orang dan seluk-beluk desa, khususnya desanya sendiri. Selama kuliah ia merasa telah menghabiskan banyak waktu di kota. Kampung halaman hanya sekadar tempat singgah pada saat liburan atau upacara agama. Oleh karena itu, pada saat menjadi petugas PKD di desanya sendiri, ia merasa bekerja di pangkuan ibunya.

“Selain itu, menjadi PKD juga melatih kemampuan saya dalam berkomunikasi dan koordinasi dengan pemerintah desa dan banyak orang. Dulu, saya ke kantor desa paling cuma sekali setahun, untuk urusan surat menyurat. Tapi, waktu jadi PKD, saya banyak berkoordinasi dengan kepala desa dan juga perangkatnya,” terang Juni seolah sedang memberi testimoni.

Pada Pemilu 2024 yang lalu, di Tigawasa terdapat tujuh belas TPS. Dengan topografi Tigawasa yang ekstrem—terjal, curam, permukiman menyebar, dan gelap ketika malam mendaulat, Juni pontang-panting ke sana-ke mari. Sebagai seorang petugas perempuan, ia kerap dikhawatirkan banyak warga. “Saya santai, tapi malah orang-orang yang khawatir,” katanya sembari tertawa.

Namun, meski menyenangkan, menurut Juni, asas keadilan terkait honorarium PKD perlu ditinjau kembali. Dalam penyelenggaraan Pemilu kemarin, setiap petugas diberi imbalan (honor) yang sama, gebyah uyah, tanpa mempertimbangkan jumlah TPS atau medan daerah tempat PKD bertugas.

“Di Tigawasa ada 17 TPS. Sedangkan di Desa Tampekan, misalnya, hanya ada 3 TPS. Terus gaji kami disamakan,” ujar Juni, membandingkan. Syahdan, saat ia mengatakan hal tersebut, orang-orang yang mendengarnya tak dapat membendung tawa.

Juni (tengah) | Foto: Pande Jana

Sebagai petugas yang belum memiliki pengalaman dalam penyelenggaraan Pemilu, Juni mengaku lebih banyak bertanya kepada rekan-rekan sesama PKD, PPS, maupun Panwascam. “Saat dinyatakan lolos, saya bangga sekaligus cemas. Saya perempuan, apalagi saya masih muda,” akunya. Di Kecamatan Banjar, ia menjadi satu-satunya petugas yang paling muda di antara PKD yang lainnya. “Di Banjar ada 17 PKD. Tiga perempuan, tapi saya yang paling muda.”

Singaraja terasa gerah dan panas akhri-akhir ini. Matahari bersinar sepanjang waktu, nyaris tak ada awan yang sanggup menutupinya, meski hari hendak berganti. Sore itu, Juni duduk di kursi besi beralas kayu, diapit tiga lelaki yang duduk di samping kanan-kirinya. Ia, sebagaimana telah disampaikan di atas, sedang menceritakan pengalamannya saat menjadi PKD bersama salah satu komisioner KPU Buleleng dan seorang mahasiswa yang pernah menjadi petugas PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) pada Pemilu 2024.

***

Pada saat Juni mendaftar menjadi PKD dan dinyatakan lolos, ia masih tercatat sebagai mahasiswa akhir di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Di sela-sela menyiapkan berbagai hal untuk ujian skripsi, Juni menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa pada Pemilu 2024. Beruntung, kata Juni, pada saat itu dirinya tinggal menunggu jadwal sidang skripsi saja. “Jadi, saya bisa fokus menjadi pengawas.”

Tahun 2022, pada saat duduk di bangku semester enam ilmu hukum Undiksha, Juni magang di kantor Bawaslu Kabupaten Buleleng selama tiga bulan. Bersama dua orang temannya dari Panji dan Mengwi, ia ditunjuk prodi tempatnya menambang ilmu untuk magang di kantor pengawas Pemilu itu. Ini bukan kemauannya sendiri, memang. Tapi Juni mengaku tak menyesal sama sekali. Justru ia merasa mendapat banyak ilmu dan pengalaman selama magang.

“Waktu itu kami membantu Bawaslu saat pendaftaran Panwascam dan stafnya. Juga membantu verifikasi faktual di lapangan—verifikasi data meninggal. Kami juga diminta untuk membuat form A, namanya. Nah, form inilah yang membantu saya saat menjadi PKD,” jawab Juni saat ditanya mengenai apa saja yang ia lakukan pada saat mejadi anak magang.

Sampai di sini, pengalaman dan pengetahuan yang Juni dapatkan selama magang di Bawaslu, telah membantunya saat menjadi PKD. “Karena pernah magang di Bawaslu, jadi saya sudah punya gambaran sedikit-sedikit,” sambungnya sembari tersenyum.

Manjadi PKD tak semudah seperti yang banyak orang pikirkan, apalagi bertugas di desa-desa terpencil dengan medan terjal, curam, naik-turun, dan pola permukiman yang jauh dari pusat keramaian, seperti tempat Juni menjalankan tugas. “Banyak orang bilang, kalau menjadi PKD itu gampang, tugasnya hanya mengawasi saja. Padahal, kenyataannya lebih sulit daripada itu,” ujar gadis penyandang gelar sarjana hukum (SH) itu.  

Seorang PKD, sebagaimana tertulis di laman Bawaslu, setidaknya memiliki tujuh tugas dan lima tanggung jawab yang harus dijalankan. PDK, selain bertugas mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan di wilayah kelurahan/desa, juga menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan pemilihan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilihan.

Tak hanya menerima laporan, petugas PKD juga harus meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran tersebut kepada instansi yang berwenang, lalu menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti.

PKD juga bertugas memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsur tindak pidana pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan, sampai melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.

Di lapangan, menjelang Pemilu, pada saat musim kampanye, Juni mengaku harus bekerja keras. Setiap ada kampanye di Tigawasa ia harus hadir—untuk memastikan tidak ada kecurangan selama kampanye, katanya. Waktu musim kampanye, ia memang sangat sibuk. Di Tigawasa, sehari bisa dua sampai tiga caleg yang menggelar kampanye. Bahkan ada dua caleg yang kampanye pada waktu bersamaan. “Saya kelabakan,” akunya.

Pernah, suatu kali, kegiatan kampanye dilakukan pada malam hari. Undangan jam tujuh malam, selesai pukul sembilan malam. Pada saat hendak pulang, sebagaimana telah disinggung di atas, banyak warga yang mengkhawatirkan Juni. Di Tigawasa jalanan terjal, curam, dan gelap seperti masa lalunya.

Menurut aturan yang berlaku, sebelum melakukan kampanye, pihak calon legislatif maupun eksekutif diharuskan mengirim surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada PKD supaya petugas mengetahui bahwa hari ini, jam sekian, di tempat ini akan digelar kampanye. Namun, ada saja pihak yang tak mengirim surat—bahkan tak membuat surat. Ini membuat pekerjaan Juni menjadi sulit.

“Karena tidak ada surat, aku kan nggak tahu kalau ada kampanye. Kalau sudah seperti itu, kadang ada tim sukses lain yang protes. “Kalau partai lain boleh kampanye tanpa surat, kalau kami harus pakai surat’. Suara-suara seperti itu sering saya dapat,” terang Juni polos.

Selama menjadi PKD, kadang-kadang ia juga dipermainkan. Ada orang yang memberi informasi bahwa di Tigawasa sebelah timur sedang ada kampanye, tapi setelah ke sana, ternyata tidak ada apa-apa. Selain itu, banyak orang yang melapor ada kecurangan, tapi tanpa bukti yang jelas. Meski demikian, Juni berkata, “HP saya tak pernah mati, supaya kalau ada informasi terkait Pemilu di Tigawasa saya tidak ketinggalan.”

Tak hanya pada saat musim kampanye, Juni juga sangat sibuk pada hari pencoblosan dan setelahnya. Pada hari penting dan paling krusial itu, ia mengaku kurang tidur. Dari pagi buta Juni mengunjungi TPS terjauh di Tigawasa. Ia keliling desa untuk memastikan Pemilu berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Untuk TPS yang ia rasa sudah aman, tidak didatanginya. Cukup komunikasi lewat WhatsApp saja, katanya.

Foto bersama dalam acara Cerita-cerita Penyelenggara Pemilu di Rumah Belajar Komunitas Mahima | Foto: Pande Jana

Juni juga harus mengawasi proses penghitungan surat suara di setiap TPS di seluruh Desa Tigawasa—yang berjumlah tujuh belas itu. Ia baru bisa pulang dan tidur setelah semuanya rampung. “Tidur selalu di atas jam 12 malam. Sedangkan jam 4 pagi sudah harus ke kantor desa,” tuturnya lirih.

Namun, seakan tidak kapok menjadi PKD, yang harus berhadapan dengan tim sukses, calon, warga desa, dan birokrasi desa, atau ditipu orang-orang sebagaimana kisahnya di atas, gadis yang lahir di bulan Juni tahun 2000 ini, sambil mencari-cari pekerjaan tetap, pada Pilkada Buleleng mendatang ia siap mendaftarkan diri menjadi PKD lagi. “Tapi kalau ada kesempatan menjadi staf, sepertinya saya akan mencoba melamarnya,” terangnya, lalu tertawa.

Banyak orang tak mengetahui kisah-kisah seperti yang Juni alami. Pada saat Pemilu atau Pilkada, media-media besar, arus utama, nyaris tak pernah menulis cerita-cerita “minor” dari orang-orang seperti Juni, petugas Pemilu yang barangkali dianggap tak terlalu penting. Media-media sibuk meliput para calon, dari gimik-gimik murahan sampai kontroversi-kontroversi tak penting; atau seputar kampanye (pencitraan), koalisi, analisa-analisa politik, dan survei-survei elektabilitas.

Selain sedikit memberi ruang kepada petugas-petugas Pemilu di akar rumput, nyatanya tak banyak media massa yang menjadikan rakyat sebagai subjek politik. Nyaris semua media sama-sama menempatkan Pemilu dalam koridor elitis dan formalis—dan tak sedikit berita yang seolah hanya notulensi agenda politik elit belaka.

Dalam ingar-bingar Pemilu, orang-orang seperti Juni hanyalah liliput di antara gergasi-gergasi bernama KPU, Bawaslu, partai politik, calon presiden dan wakilnya, maupun berita-berita buruk atau baik yang membumbuinya. Tapi, meski kecil, PKD adalah ujung tombak pengawasan.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

Buleleng pun Punya Seniman Ogoh-ogoh dengan Karya yang Keren : Juni Pariawan dari Bengkala
Juni Widiantari, Mahasiswi Akhir Undiksha, Jadi Pengawas Pemilu di Desa Tigawasa
Guntur Juniarta dan Mai Kubu, Branding Anak Muda dari Anyaman Bambu Tigawasa
Jegeg Bagus Klungkung 2024: Sarat Tradisi, dari Nyegara Gunung, Lukat Geni, sampai Desa Kamasan
Tags: BawasluDesa TigawasapemiluPemilu 2024Pilkada BaliPolitik
Previous Post

Puisi-puisi Angga Wijaya | Di Canggu, Sajak-Sajak ini Untukmu

Next Post

Semangat Pagi dari Jogging Track Pantai Desa Les

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Semangat Pagi dari Jogging Track Pantai Desa Les

Semangat Pagi dari Jogging Track Pantai Desa Les

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co