9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Bee Dances” : Menembus Batas, Melebur Identitas

Arif WibowobyArif Wibowo
May 3, 2024
inUlas Pentas
“Bee Dances” : Menembus Batas, Melebur Identitas

Bee Dances : Ninus menari secara tunggal di Halaman Puri Agung Kaleran, Tabanan. Foto : Amrita Dharma

SOROT layar menghadirkan sang penari, Ninus dan Karreth Schaffer, yang menarasikan gagasan koreografinya bertajuk “Bee Dances”. Masih berada dalam satu layar, pertunjukan pun dimulai dengan menghadirkan dua penari yang melakukan gerak koreografi tak beraturan. Koreografi yang ditampilkan dengan iringan musik petikan dawai doublebass yang sangat sederhana, seakan mengikuti ritme gerak para penari. Alih-alih penari bergerak mengikuti iringan musik.

Format pertunjukan yang tampil dalam rangkaian kuratorial “The (Famous) Squatting Dance : Merayakan Marya” di halaman Puri Agung Kaleran, Tabanan (Sabtu, 27/4/2024), ini cukup ekperimental. Mengingat keterbatasan dengan berbagai alasan seperti ketidak-mungikinan para penari hadir secara bersama karena alasan terbatasnya jarak dan waktu.

Pada kondisi itu rupanya Ninus dan kurator pertunjukan Wayan Sumahardika cukup jeli merajut sebuah jalinan tari dan film documenter yang disambung secara runtut dan bergantian antara rekaman audio visual pada layar yang menghadirkan enam penari dengan koreografi tunggal dalam sebuah panggung. Ninus hadir bersama para penabuh gamelan di tengah panggung yang disaksikan langsung oleh penonton.

Hingga di bagian akhir pertunjukan, audience dibawa untuk mengingat kembali Tari Oleg Tamulilingan melalui sebuah video yang menampilkan proses sang penari berhias sambil bermonolog menceritakan tarian itu. Kemudian hadirlah tari Oleg Tamulilingan yang romantis itu oleh sepasang penari laki-laki dan perempuan dari Komunitas Seni Arjuna Production.

Ekperimen ini cukup menjembatani karakter seni pertunjukan yang bersifat tak kekal (ephemeral). Melalui silang media, keterbatasan bukan lagi menjadi halangan untuk menghadirkan repertoar koreografi beserta gagasannya secara utuh.

Lahir dari keragaman latar belakang identitas budaya, bahasa, geografi dan karakter individu, Bee Dance hadir selaras dengan gagasan kuratorial “Membaca Marya”. Gagasan masa lalu laku koreografi Marya yang cukup monumental di zamannya itu dibaca ulang dalam konteks masa kini. Ketika, realitas Bali dihadapkan pada kenyataan yang tak mungkin terhindar dari pertemuan arus kebudayaan dari berbagai lokus global.

Bee Dances : Ninus dan Karreth Schaffer menyampaikan narasi dan gagasannya dalam sebuah video yang tampil pada layar pertunjukan | Foto : Amrita Dharma

Ninus berkolaborasi dengan Karreth Schaffer, koreografer yang berbasis di Berlin, Jerman. Pertemuan keduanya menggagas garapan koreografi yang berusaha mempertemukan bentuk koreografi Barat dengan Timur yaitu tari tradisi Bali. Karreth Schaffer yang memiliki basis pengalaman tubuh barat itu mempelajari tari tradisional selama di Bali. Pengalaman itulah yang kemudian mendorongnya bersama Ninus untuk mencoba kemungkinan mempertemukan bahasa koreografi dari ragam pengalaman tubuh melalui enam penari.

Tiga penari dari luar negeri di antaranya Karreth Schaffer, Tatiana Mejia dan Vilja Mihalovsky. Sedangkan dari Indonesia: Ninus, K.S Gitaswari Prabhawita dan I Putu Wibi Wicakasana. Ketiga penari Indonesia pun juga tak berasal dari identitas yang homogen.

Ninus berlatar budaya urban ibu kota, sedangkan kedua penari Gita dan Wibi sama-sama berasal dari Bali, namun Gita selama ini hidup di lingkungan budaya Solo-Jawa. Hanyalah Wibi yang memang merepresentasikan ke-balian-nya, karena tumbuh dan berkarya dengan akar tradisi Bali yang dominan. Keragaman biografi budaya yang membentuk pengalaman tubuh masing-masing individu penari itu menciptakan interpretasi bahasa koreografi yang beragam.

Tari Oleg Tamulilingan merupakan warisan karya I Marya sebagai pengembangan dari koreografi Igel Jongkok menjadi pintu masuk untuk menjelajahi kemungkinan koreografi Bee Dances. Oleg Tamulilingan yang dipesan oleh John Coast pada tahun 1952 itu awalnya terinspirasi tari balet berpasangan. Namun, dengan sentuhan Marya, tari pesanan itu berhasil menjadi koreografi dengan cita rasa Bali ala Marya dengan sentuhan unsur gerakan jongkok dan duduk.

Bee Dances juga terinspirasi gerakan lebah yang dikenal Waggle Dance pada Lebah madu Asia dan Eropa (Apis cerana dan Apis mellifera) ketika melakukan penyerbukan yang diteliti oleh Zoologist Jerman, Karl van Frisch. Maka, lahirlah Bee Dances sebuah interpretasi kelanjutan dari Oleg Tamulilingan yang mengibaratkan pertemuan Eropa – Asia, Timur – Barat menjadi sebuah dialog antar budaya dan geografi.

Bee Dances : Ninus menari dengan gerakan tari Bali | Foto : Amrita Dharma

Transfer Teknik Koreografi Lintas Tubuh yang Beragam

Pada konteks Indonesia, kebaragaman masyarakat kita memang tak bisa terhindarkan dengan dunia tari yang menjadi simbol masing-masing etnis. Bahkan tari telah menjadi simbol kebanggaan yang sangat menonjol bagi masyarakat karena akan mengikat kesadaran identitas kebudayaanya melalui bahasa koreografi.

Sadar atau tidak, individu yang lahir dari etnis tertentu akan merasa “aneh” jika menikmati tarian dari etnisnya ditarikan oleh orang yang tumbuh di luar lingkungan budaya dimana tarian itu berasal. Misalnya, Orang Jawa yang menari Bali, bahasa tubuhnya akan terlihat berbeda, begitu juga sebaliknya. Hingga kadang memunculkan kelakar, “Kurang metaksu..!” atau sebalikanya, “kurang Njawani..!”. Orang Aceh ketika menari tarian dari Papua juga akan menunjukkan bahasa tubuh yang asing bagi orang Papua, begitu juga sebaliknya. Keadaan Ini menunjukkan bahasa tubuh sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, sosial dan bahkan geografi lingkungan.

Pada saat Ninus tampil melakukan koreografi tunggal ada beberapa hal yang patut menjadi diskusi menarik tertkait tentang keterhubungan bahasa tubuh individu dengan latar belakang kebudayaannya. Ninus menjadi preseden menarik untuk memahami bagaimana cara kerja hubungan tubuh dengan latar belakang sosial budaya yang membentuknya.

Ninus merupakan individu yang tumbuh di kawasan urban sekitar Jakarta dan Bandung yang kosmopolit. Keadaan itu tentu sangat mempengaruhi bahasa tubuhnya dalam melakukan koreografi pada tarian tradisi Bali. Ia, tidak mungkin melakukan agem yang sempurna atau nyeledet secara tajam dan dinamis selayaknya gerakan teknik dasar tari Bali.

Bee Dance melalui Ninus sebagai representasinya bukan berbicara tentang teknik dan pakem sebuah tarian, tapi merupakan eksperimen dan introgasi atas kemungkinan pengetahuan koreografi bisa menyebrang, menjalar dan menyebar dari tubuh satu ke tubuh lainnya, dari etnis budaya satu dengan lainnya.

Di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang mudah dijangkau telah mendorong akses pengetahuan yang semakin demokratis. Keadaan ini menumbuhkan kemungkinan baru akan sebuah pengetahuan dan teknik koreografi bisa dipraktikkan oleh siapa pun tanpa mengenal batas budaya dan geografi.

Berkaca pada bahasa tubuh Ninus dan koreografinya, Bee Dances membawa kita memahami eksperimen teknik dasar tari Bali menyebar dan mengarungi raga di luar batas ruang budaya dan geografi Pulau Bali. Jika Marya berhasil “melokalkan” koreografi balet yang berasal dari tanah Eropa itu menjadi koreografi Bali yang membumi.

Maka, Bee Dances mencoba mengulang metode Marya, dengan cara menukar arah dengan “mengekspor” koreografi Bali keluar dari habitat ruang budayanya. Sehingga, koreografi Bali juga memiliki daya tawar tidak hanya sebagai objek penerima, namun juga sebagai subjek yang bergerak menembus batas dan berdialog dengan ragam tubuh, budaya dan geografi.

Tari Oleg Tamulilingan pada akhir pertunjukan Bee Dance oleh Komunitas Seni Arjuna Production | Foto : Amrita Dharma

Sebagai catatan, sepanjang pertunjukan Bee Dance menghadirkan pengalaman lintas dimensi ruang dan waktu yang unik, antara koreografi dan gamelan tabuh Gong  Kebyar yang hadir di panggung dengan film-tari yang menghadirkan koreografi lengkap enam penari. Gagasan-gagasan karya banyak dihadirkan melalui monolog-monolog pertanyaan, pernyataan dan introgasi yang gamblang dan menajamkan perspektif kita mengenai bagaimana koreografi menjadi medium pertukaran budaya.

Ditengah menariknya gagasan yang ditawarkan koreografi Bee Dances, durasi pertunjukan yang cukup lama perlu menjadi catatan khusus bagi koreografer dan kurator pada saat pertunjukan malam itu. Di tengah keberagaman audience, menampilkan bahasa koreografi yang asing dan berjarak dengan kesehariaan masyarakat akan mengurangi kemampuan audience menangkap pesan dan gagasan utamanya. Alangkah baiknya film-tari dengan bahasa koreografi yang asing pada layar itu  porsinya disesuaikan secara berimbang dengan pertunjukan koreografi di atas panggung yang sesungguhnya.

Sekali lagi, Bee Dance menghadirkan cara pandang baru bagaimana pengetahuan koreografi berbasis tradisi bisa menyebar, menjalar dan memasuki tubuh-tubuh yang memiliki latar belakang yang beragam. Mengulang semangat dan metode kerja Marya yang berhasil melokalkan balet berpasangan dengan bahasa dan kosmologi tarian Bali. Maka, Bee Dance membaliknya dengan menebar dan mendialogkan koreografi Bali hingga menembus batas-batas ruang identitas budaya yang beragam. [T]

BACA artikel ULAS PENTAS atau artikel lain dari ARIF WIBOWO

Menyuarakan Isu Lingkungan melalui Tari Kontemporer “Sambil Menyelam Minum Plastik”
Menjelajahi Laku Jongkok dalam Koreografi “The (Famous) Squatting Dance : Jung Jung te Jung” di Teater Salihara
Ritus Tari Seblang di Olehsari : Menari Bersama Leluhur dan Merayakan Dialog Antarbudaya Bali-Blambangan
Seni Memahat Diri | Catatan Workshop Gerak “Tubuh Setengah Jadi”
Tags: I Ketut Maryakesenian baliKetut MarioMerayakan MaryaOleg Tamulilinganseni tari
Previous Post

Sehat atau Kuat?

Next Post

Hari Buruh Sedunia: Kerja Keras Seorang Juru Parkir

Arif Wibowo

Arif Wibowo

Lulusan Sarjana Arsitektur yang tertarik dengan isu-isu ketimpangan sosial dan lingkungan perkotaan sehingga lebih memilih untuk terlibat pada praktik arsitektur lansekap yang berfokus pada perancangan ruang publik dengan harapan semakin banyak ruang hijau di kawasan kota. Selain itu ia juga gemar menikmati seni tari, pertunjukan dan musik tradisi khususnya di Jawa dan Bali.

Next Post
Hari Buruh Sedunia: Kerja Keras Seorang Juru Parkir

Hari Buruh Sedunia: Kerja Keras Seorang Juru Parkir

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co