30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Anomali Bahasa Putu Wahya Santosa Dalam Novelet ”Aji Kecubung”

I Wayan ArtikabyI Wayan Artika
April 9, 2024
inUlas Buku
Anomali Bahasa Putu Wahya Santosa Dalam Novelet ”Aji Kecubung”

DI mana kekhasan sastra Bali di tengah-tengah relasi sastra yang luas? Hal ini dapat dibahas pada dikhotomi sastra yang sudah sangat konvensional dan tidak terbantah: apa kandungan sastra dan bahasa yang digunakan oleh pengarang.

Bahasa-bahasa tertentu memiliki konvensi formalisme yang kuat. Di sini bahasa memegang kendali dan para sastrawan menaruh hormat yang setinggi-tingginya. Sastrawan-satrawan pada periode yang panjang tetap sujud di bawah konvensi formalisme itu. Tapi pada kasus lain, terjadi dekonstruksi-dekonstruksi formalistik. Konvensi bahasa dirusak oleh penyair yang baru. Aturan berbahasa dalam sastra yang digubah dibuat dan dijadikan kredo. Maka karya yang lahir pun menyampaikan perubahan, minimal pada satu karya tersebut.

Konvensi bahasa Bali dalam komunikasi sudah sangat kuat dan memadai sebagai bahasa untuk memenuhi seluruh kebutuhan fungsi komunikasi. Dari ranah rumah tangga, perjudian, pertanian, hingga ritual dan komunikasi di ranah adat. Itu semua adalah puncak kebudayaan dalam ranah bahasa.

Namun demikian, ketika bahasa Bali berdampingan dengan bahasa Indonesia, maka mau tidak mau orang Bali menjadi dwibahasawan. Sejak kemerdekaan dan kurang lebih hanya dalam 45 tahun ke depan, orang Bali telah menggunakan bahasa Indonesia menjadi bahasa ibu. Ini terutama terjadi di kota-kota urban di Bali. Namun demikian, gejala atau kasus-kasus yang jumlahnya cukup banyak dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa ibu tidak hanya ada di kota tetapi hingga ke pedesaan. Terutama pada keluarga-keluarga Bali modern. Anak-anak yang lahir berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Di sini generasi tua menyesuikan diri dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tidak tumbuh kesadaran untuk mengendalikan atau mengontrol penggunaan bahasa sehingga lebih setia pada bahasa Bali ketimbang menggunakan bahasa Indonesia.

Sementara itu, pemerintah Bali melakukan resistensi bahasa dengan berbagai peraturan dan aksi nyata yang berupa gerakan menggunakan bahasa Bali, terutama di ranah-ranah pemerintahan, perekonomian modern, dan dunia pendidikan. Resistensi ini memang berjalan dan disambut dengan baik. Namun demikian, berhadapan dengan arus kuat bahasa Indonesia. Peralihan-peralihan penggunaan Bahasa dan pemilihan bahasa Indonesia secara spontan dan praktis, terjadi secara masif dalam kehidupan sehari-hari.

Hal itu menyebabkan ranah penggunaan bahasa Bali semakin terbatas. Di sekolah misalnya praktis yang dipakai adalah bahasa Indonesia. Pelajaran bahasa Bali ternyata tidak mampu menandingi kuatnya dominasi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia ragam nonformal atau bahasa Indonesia tidak baku adalah alat komunikasi baru di hampir semua ranah kehidupan orang Bali.

Dalam dunia kesenian dan sastra pun hal ini terjadi. Namun demikian, di panggung seni pertunjukan seperti arja, topeng, barong, dan calon arang, kesetiaan pada konvensi bahasa masih sangat kuat. Hal itu terjadi karena bahasa yang sejalan dengan karakter suatu seni pertunjukan menjadi sangat terintegrasi dengan dunia pertunjukan tersebut. Maka di dalamnya konvensi bahasa Bali terjaga dan karakternya tetap hidup menjiwai seluruh komunikasi para pemain di atas panggung.

Namun demikian, konvensi bahasa Bali tidak bisa diadopsi oleh sastra Bali Anyar atau sastra modern berbahasa Bali yang pengaruhnya didapat dari sastra kolonial. Sastrawan Bali modern berkarya bentuk-bentuk sastra modern dari barat, seperti cerpen, novel, dan drama.

Gejala atau peristiwa hilangnya konvensi artistik bahasa Bali yang kaya dengan metafora dan tata kalimat yang kaya pula karena pengaruh dialek dari daerah-daerah penggunaan bahasa yang terisolasi; tidak hanya terjadi pada sastra. Hal ini juga terjadi dalam jurnalistik berbahasa Bali, pemberitaan, dan lagu pop Bali. Pada semua ranah itu, karakter bahasa Bali sama sekali semakin terancam.

Sastra Bali modern memang ditandai dengan penggunaan bahasa Bali dan huruf latin dan sejak awal adalah karya yang untuk dibaca, menjadi sastra cetak atau sastra kertas. Karena ciri modern ini, maka struktur dan aspek estetika yang dibangun di dalam sastra Bali Anyar adalah sastra Indonesia. Bahasa dalam cerpen-cerpen atau novel (terutama setelah periode Mlancaran ka Sasak atau Tresna Lebur Ajur satonden Kembang) hanyalah terjemahan dari struktur dan estetika dalam bahasa Indonesia. Ini adalah gejala yang sangat kuat dalam sastra Bali Anyar.

Kejadian ini melahirkan karya-karya sastra Bali Anyar yang sulit dibedakan dengan sastra Indonesia atau sastra asing lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Bali. Mungkin karena para pengarang sastra Bali Anyar terlebih dahulu mengenal konvensi bahasa dan estetika sastra Indonesia atau sastra yang dipengaruhi oleh sastra barat.

Kenyataanya para sastrawan Bali modern atau Bali Anyar itu pernah mengenyam pendidikan modern dan di sinilah mereka mendapat pengaruh sastra Indonesia. Dengan berbagai alasan pun akhirnya mereka berkarya dalam bentuk sastra Indonesia dalam bahasa Bali. Di luar kesadaran mereka, bahasa yang digunakan yakni bahasa Bali dinilai sudah dapat mewakili karakter bahasa Bali. Karena itu, karya-karya mereka terasa sangat miskin idiom bahasa Bali. Sebaliknya, banyak memasukkan gaya bahasa Indonesia dengan upaya untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Bali.

Padahal mereka sejatinya menulis dalam bahasa Bali terjemahan dari bahasa Indonesia. Ini adalah tantangan estetika sastra yang semakin diabaikan karena tidak sanggup kembali menggali kedalaman dan kekayaan metafora atau idiom dalam bahasa Bali. Mereka para sastrawan Bali Anyar lebih ironis lagi karena tidak pernah mendalami sastra Bali Purwa yang sangat kaya.

Kenyataan ini memang tampaknya tidak terbendung, tetapi mau tidak mau akan menjadi model dalam sejarah sastra Bali Anyar pada masa yang akan datang dengan lahirnya generasi-generasi yang baru. Maka, sudah pada ghalibnya akan tercipta suatu konvensi sastra Bali Anyar yang baru. Mungkin bunyinya: ”sastra terjemahan”. Dan, konvensi ini telah tampak dengan sangat jelas pada ketimpangan bahasa Bali dalam sastra Bali Anyar. Konvensinya mungkin tidak berlebihan dirumuskan menjadi: sastra Bali modern adalah sastra yang ditulis dalam bahasa Bali dengan metode terjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Bali. Mungkin pandangan ini tidak mengenakkan!

Dari aspek konvensi bahasa dan aspek formalisme (keindahan bahasa) terasa novel karya Putu Wahya Santosa ini menjadi anomali. Mungkin karena dia sendiri banyak mendalami sastra dari khazanah sastra Bali purwa yang sangat kaya tidak tertandingi, sebelum dirinya menulis sastra Bali Anyar. Bahasa novel ini masih dengan sangat kuat menyisakan persambungan karakter dengan alam bahasa Bali. Wahya Santosa dalam novel ini berdiri di atas formalisme dan karakter bahasa Bali yang pernah digunakan dalam khazanah sastra purwa. Hal itu memberi kesan kuat atau cita rasa original bahwa ini adalah novelet yang berhulu pada sastra Bali Purwa dan bukan pada sastra Indonesia.

Modal diri berupa kekayaan khazanah sastra Bali purwa yang mendalam dalam dirinya menjadikan pilihan bahasa di dalam novel ini bukan sebagai karya terjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Bali dan di atas semua itu, bahasa dalam novel ini terasa sangat alamiah dan tidak dipaksakan untuk menjadi novelet berbahasa Bali.

Para sastrawan Bali modern tetap masih menghadapi tantangan semacam itu: memaksakan diri menulis dalam bahasa Bali dengan diri mereka tidak pernah meraup pengalaman dalam sastra Bali purwa. Hal ini memang dinilai sebagai pencapain atau perkembangan sastra Bali Anyar. Namun demikian, tahapan ini harus menjadi titik dimana para sastrawan Bali Anyar bersedia kembali memasuki dunia dan khazanah sastra Bali Purwa. Hanya dengan kesadaran itu, sastra Bali modern bersambung dengan hulunya dalam dinamika yang sangat hebat.

Atas dasar itulah, persoalan sastra Bali Anyar yang ada pada aspek bahasa sebagai firanti utama seni sastra; harus mendapat pembicaraan, sebagaimana di dalam kata pengantar ini dan inilah yang menjadi krusial sehingga fokus penulis dalam kata pengantar ini adalah aspek bahasa. Aspek isi sama sekali tidak disinggung. Di luar itu, sastra adalah soal cerita. Apapun yang ditulis dalam sastra tetap akan dilarutkan dalam bahasa atau menyatu dengan aspek-aspek formalnya.

Sampai saat ini, di tengah dinamika yang sangat kuat ini, perkembangan sastra Bali Anyar sangat menggembirakan; sastra Bali Anyar mengalami persoalan mendasarnya, yakni pada aspek bahasa. Dengan belajar kembali secara mendalam dan jauh ke dasar dunia sastra Bali Purwa, untuk membangun hulu sastra Bali Anyar dengan kesadaran kreatif yang tinggi-lah akan menjadikan sastra Bali Anyar bukan karya-karya beraroma sastra terjemahan (dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Bali) yang dipaksakan.

Yang perlu dicoba di luar perjalanan ke dunia sastra Bali purwa adalah para sastrawan Bali Anyar harus menggali dan memanfaatkan kekayaan dialek bahasa Bali. Karya-karya mereka harus berdasar pada bahasa Bali dialek-dialek tertentu. Sampai saat ini belum ada kesadaran sastrawan Bali Anyar yang menulis dengan menggunakan bahasa Bali dialek tertentu.

Jadi, selain dengan kembali ke dalam arkeologi sastra Bali Purwa itu, solusi dinamik yang dapat diambil oleh para pengarang Bali Anyar adalah dengan berkarya sastra Bali Anyar dengan menggunakan kekuatan dan kekayaan dialek bahasa Bali, sebagai ragam bahasa sehari-hari yang masih tetap hidup. [T]

BACA artikel lain dari penulisI WAYAN ARTIKA

Guru Bahasa Bali “Pengawi” : Kata Pengantar Buku Antologi Puisi ”Gita Rasmi Sancaya” Karya I Putu Wahya Santosa
Buku “Menafsir Realitas dan Wacana” | Epilog: Mencari Pembaca

.

Pertemuan Sejarah dan Pariwisata: Perihal Kebebasan Sejarah
Jalan Sastra Made Edy Arudi
Tags: apresiasi sastranovelsastra bali modern
Previous Post

Pesan dari Mimbar Obituari Umbu Landu Paranggi

Next Post

Karang Binangun Menjelang Lebaran

I Wayan Artika

I Wayan Artika

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. | Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

Next Post
Libur Hari Jumat

Karang Binangun Menjelang Lebaran

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co