30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Rustic System dalam Perencanaan Wilayah

Gede Maha PutrabyGede Maha Putra
January 24, 2024
inEsai
Rustic System dalam Perencanaan Wilayah

Permukiman di Dalung, Kabupaten Badung, awalnya direncanakan dengan top-down kini berkembang organik | Foto: Google Earth

AKHIR-AKHIR ini muncul banyak permukiman ekslusif. Di Ubud misalnya ada proyek Hidden City, di Tabanan ada Nuanu City. Pola-pola pertumbuhan kota secara tradisional yang bersifat organik kini dianggap sudah ketinggalan jaman, bahkan di beberapa kasus mungkin dianggap sebagai permukiman liar dan dicap kumuh. Padahal, kota tradisional justru dapat menjadi gambaran demokrasi dimana negosiasi dan konsensus antar penghuninya merupakan regulator ruang yang paling efektif.

Permukiman-permukiman saat ini dibangun dengan prinsip top-down, diregulasi dari atas oleh pemerintah dan disediakan oleh pengembang. Artinya, penyediaan permukiman menjadi ranah politik dan kapital besar. Landasannya adalah kemudahan kontrol dan, tentu saja, efisiensi ekonomis.

Dengan semakin populernya pola terakhir, banyak masalah muncul, sehingga mungkin perlu kita lihat kembali pola yang lama untuk mencari nilai yang bisa diteruskan ke masa kini. Pola tradisional ini sepertinya dekat dengan sistem pertanian tradisional saat manusia masih berperan sebagai pengumpul dan peramu makanan.

Awal tahun ini, seorang kawan dari Oxford mengenalkan kepada saya apa yang disebutnya sebagai rustic system dalam pengelolaan hutan. Di dalam sistem ini, segala jenis tumbuhan dan hewan dibiarkan hidup dengan kondisi alamiahnya. Tanaman kopi tumbuh bersama semak di bawahnya dan pohon naungan di atasnya yang dipenuhi juga oleh tanaman merambat.

Tanaman-tanaman tersebut harus berjuang dan bernegosiasi untuk dapat hidup saling berdampingan di lingkungan yang sama. Binatang: serangga, reptil, burung, dan sebagainya hidup sebagai bagian dari ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi demikian tanaman kopi tumbuh dengan baik bahkan kualitasnya konon lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam dalam perkebunan.

Kawasan pusat kota Denpasar yang tumbuh organik tetapi coba dikontrol | Foto: Google earth

Pola rustic system tidak membutuhkan pestisida ataupun insectisida, juga tidak perlu pupuk buatan. Ekosistem memastikan semuanya berjalan alamiah. Serangga tertentu membantu penyerbukan sementara yang lainnya bisa menetralisir serangga atau binatang lain yang menganggu tanaman. Jasad renik menyediakan humus dan hara yang membuat tanah menjadi subur. Inilah negosiasi, kompetisi dan konsesi yang terjadi secara alamiah sehingga kontrol manusia menjadi minimal.

Kelemahannya? Sistem ini tidak mampu memenuhi skala industri, hanya mencukupi kebutuhan masyarakat setempat yang juga menjadi bagian dari ekosistem tersebut. Selanjutnya, minimnya kontrol manusia juga membuat hasil panen menjadi tidak menentu. Kadang, sangat tergantung kondisi alam yang dipengaruh oleh musim, cuaca dan kualitas udara.

Meski demikian, dengan biodiversitas yang tercipta, ia bisa menggerakkan kemandirian pangan seandainya dipraktekkan dengan tepat. Dengan demikian, jika sistem ini diberlakukan di banyak wilayah, maka semakin banyak kawasan yang bisa mandiri. 

Sistem tersebut berlawanan dengan pertanian industri dengan prinsip monokultur di mana dalam satu areal ditanam jenis tumbuhan yang sama. Di dalam monokultur, kontrol dipegang penuh oleh manusia. Bahan-bahan kimia menjadi alat pengendali kesuburan, pencegah hama, hingga membantu proses penyerbukan. Hasilnya tentu saja berskala besar karena memang dibangun untuk memenuhi kebutuhan massal, memenuhi permintaan di pasar-pasar yang jauh.

Kebutuhan manusia yang terus meningkat mendorong pertanian monokultur untuk memproduksi lebih banyak komoditas dalam waktu yang lebih pendek. Hal ini memicu dibutuhkannya lebih banyak kontrol untuk mencapai tujuan. Selain itu, seringkali dibutuhkan pula keputusan-keputusan politik untuk mengalihfungsikan lahan tertentu dan memberikan hak kepada kelompok penguasa kapital untuk melaksanakan program ini. Akibatnya, banyak kawasan yang awalnya bersifat rustic system harus beralih pola.

Kawasan-kawasan pertanian baru ini membutuhkan bahan kimia yang banyak, mensyaratkan mesin-mesin pembajak, penanam dan pemanen skala gigantik. Diperlukan juga bibit-bibit baru yang genetikanya dimodifikasi agar mampu tumbuh dan menghasilkan lebih cepat dibandingkan yang tidak mendapat modifikasi. Akibatnya, lingkungan kehilangan biodiversitas dan ekosistemnya terganggu karena kontrol kimia dan mekanis melalui tangan manusia yang berlebihan.

Kawasan permukiman baru yang disediakan oleh pengembang/developer dengan izin pemerintah | Foto: Google Earth

Kota-kota di Asia Tenggara juga bisa dilihat dengan cara yang sama. Beberapa wilayah, termasuk di Bali, kini sedang membentuk apa yang disebut sebagai ‘enclave’, lingkungan ekslusive penuh kontrol. Di dalamnya, terdapat fasilitas dengan standar tertentu. Fungsinya sama serupa, tunggal permukiman untuk kelompok ekonomi tertentu, umumnya kelompok yang kemampuan bayarnya di atas rata-rata penduduk sekitarnya. Ketentuan membangun diatur ketat dengan alasan kenyamanan dan ketertiban. Malam hari, lampu-lampu dipadamkan, jalanan sepi, ruang terbukanya minim kehidupan meskipun didesain dengan baik. Kawasan-kawasan steril seperti ini mulai berkembang pesat, menjamur di beberapa titik kota dengan mantra: one gate system.

Peraturan membangun dan mengembangkan wilayah yang dibuat oleh pemerintah memfasilitasi permukiman-permukiman baru semacam ini. Besarnya biaya yang dibutuhkan menyebabkan hanya investor yang mampu mewujudkannya.

Jika ditelisik ke belakang, akarnya bisa kita lihat di awal abad ke-20 saat gerakan modernisme dalam arsitektur dan rancang kota melanda dunia. Saat itu, pabrik-pabrik dibangun untuk mengolah surplus material pertanian. Ini memicu terjadinya gelombang perpindahan penduduk ke kawasan industri dan membutuhkan penyediaan permukiman dalam skala besar dan waktu singkat. Standarisasi diciptakan untuk mewujudkannya.

Arsitek Swiss-Perancis Le Corbusier menjadi salah satu pioneer pemikir kota modern yang mengadopsi standarisasi dan pembagian zona wilayah menjadi fungsi permukiman, pekerjaan/usaha, pelesiran. Ketiganya dibuat steril satu sama lain. Material bangunan dibuat modular, estetika mesin sama serupa antara bangunan satu dengan yang lain, kepadatan tinggi dan dengan system layanan infrastruktur terintegrasi merupakan beberapa prinsip yang dikenalkannya.

Prinsip-prinsip tersebut ternyata sangat sesuai dengan kondisi masyarakat saat itu yang membutuhkan kecepatan dan efisiensi. Kelahiran negara-negara baru di pertengahan abad ke-20 yang membutuhkan prinsip efisiensi dalam membangun wilayahnya membuka banyak peluang.

Le Corbusier mandapat reputasi baik dan mendapat penugasan untuk membangun di banyak negara. Kota-kota tradisional, banyak diantaranya yang merupakan warisan masa kolonial, dianggap tidak akan mampu memenuhi kebutuhan manusia masa depan.

Meski prinsip kota modern menjadi norma baru pembangunan di banyak wilayah berkat efisiensi dan kemudahan kontrol yang ditawarkannya, di kawasan lain, masih banyak lingkungan yang berkarakter campuran. Tempat bekerja, tempat berbelanja, tempat bersantai, tempat orang melakukan berbagai aktivitas tersedia. Aturan dan kontrol pemerintah yang bersifat top-down tidak begitu ketat karena masing-masing memegang norma tak tertulis untuk tidak saling menganggu.

Di kawasan semacam itu, denyut kehidupan terasa lebih energik. Beberapa bangunan mungkin dirancang oleh arsitek tetapi sebagian besar dibangun dengan ketrampilan ketukangan lokal dengan material apa adanya, vernacular kata Paul Oliver. Segala kerusakan atau ketidaksesuaian yang terjadi mampu diselesaikan dengan mudah oleh para penduduk dengan sumber daya yang mereka miliki. Ketergantungan terhadap kontrol dari luar diri, termasuk dari pemerintah dan investor, sangat minim. Ini adalah lingkungan yang mandiri, mirip rustic system dalam pertanian.

Permukiman di Dalung, Kabupaten Badung, awalnya direncanakan dengan top-down kini berkembang organik | Foto: Google Earth

Permukiman-permukiman tradisional yang tumbuh organik sering dianggap lebih humanis dan memberi dukungan bagi terciptanya kehidupan sosial yang lebih baik. Ide kota modern dengan prinsip efisiensinya dianggap mematikan inti kehidupan perkotaan yang berakar dari negosiasi, asimilasi, adaptasi serta konsesi dari warganya.

Dalam kota modern, ide dan pendapat didominasi oleh pemerintah dan investor sedangkan di kota organic justru masyarakatlah yang memiliki ide. Suara-suara penghuni memiliki pengaruh kuat dalam kota tradisional sehingga dipandang jauh lebih demokratis.  

Pandemi Covid-19 yang baru saja berlalu merupakan tes yang baik bagi kedua jenis lingkungan ini. Pada kondisi dimana terjadi penguncian wilayah, lockdown, permukiman yang serba terkontrol memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kehadiran pemerintah. Mereka membutuhkan layanan kesehatan dari lembaga penyelenggara kesehatan formal. Makanan yang biasanya diperoleh dari grocery store berjejaring harus disediakan oleh pemerintah. Gangguan terhadap jalur distribusi bisa menyebabkan pukulan penderitaan berat bagi kelompok ini.

Pada permukiman campuran, rustic system, hal tersebut mungkin bisa diatasi karena diversitas penghuni dan aktivitasnya. Penduduk di kawasan tersebut mungkin ada yang berprofesi sebagai dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lain yang bisa memberi layanan bagi tetangganya.

Selain itu, bisa jadi di kawasan tersebut masih ada warung yang memiliki supply makanan yang berasal dari pertanian skala rumah tangga dan bisa dibeli oleh masyarakat tanpa harus keluar wilayah akibat pemberlakuan penguncian wilayah. Kepedulian wilayah yang terbentuk dari ikatan sosial sehari-hari dapat membantu menciptakan rasa nyaman dan aman yang secara psikologis membantu proses pemulihan.

Kawasan seminyak, penghuni terseleksi hanya mereka yang memiliki dana banyak | Foto: Google Earth

Dengan kata lain, permukiman dengan tingkat heterogentitas tinggi ini memiliki resilience yang lebih baik dibandingkan dengan yang homogen.

Kondisi di atas adalah saat pandmi terjadi. Apakah sistem campuran bisa diterapkan untuk mencegah terjadinya penyebaran virus? Mampukah sistem ini menghindari tumbuhnya virus yang berbahaya?

Jika kita melihat dari sistem yang sudah diterapkan dalam kasus agroforestry rustic system dimana setiap komponen berperan menjaga keseimbangan ekosistem, maka bisa jadi ada solusi tersembunyi yang belum mampu kita ungkapkan. Tentu saja, kita masih membutuhkan riset mendalam soal ini.

Sir Terry Ferrel, arsitek dan perencana kota terkemuka, sebenarnya pernah mendorong para perencana dan arsitek untuk mengikuti para ahli biologi—melihat, belajar dari, dan, tentu saja, mengapresiasi sifat dari kekuatan-kekuatan yang mendorong perubahan alam, dan kemudian dengan kerendahan hati dan rasa hormat, bekerja bersama mereka untuk mendorong, mengantisipasi, dan bersiap menghadapi apa yang akan terjadi terhadap kota-kota di masa depan.

Tidak ada sistem yang sempurna dalam hal perkembangan wilayah. Masih ada peluang jika kita tidak berhenti memikirkan jalan keluar dengan cara belajar dari cara kerja alam. Sayangnya, kapitalisme saat ini sudah sangat menggurita tanpa lawan. Berpilin dengan kepentingan politik, ia membidani kelahiran kota-kota dan permukiman monokultur yang abai terhadap pola tradisional yang terlebih dulu ada dan berkembang. [T]

BACA artikel-artikel lain dari penulisGEDE MAHA PUTRA

Invisible City, Penghuni Kota yang Tidak Terlihat
Sebuah Pelajaran dari Ekowisata di Delta Sungai Mekong, Vietnam
Proyek-proyek Besar (di Bali) Dimana Arsitektur Merupakan Alat untuk Mengakumulasi Kapital
Siasat Singapura Membangun Gedung Megah Tanpa Boros Energi
Eksperimen Arsitektur di Tengah Pasar Wisata Bali yang Makin Besar
Tags: arsitekturKotakota baliKota Denpasarperencanaan wilayahRustic System
Previous Post

Desa Marga Dauh Puri, Tabanan, “Melamar” Sebagai Desa Binaan Fakultas Pertanian Unud

Next Post

Gamelan (Bukan) Musik

Gede Maha Putra

Gede Maha Putra

Dosen arsitektur di Universitas Warmadewa

Next Post
Gamelan (Bukan) Musik

Gamelan (Bukan) Musik

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co