FILM, yakni lakon atau cerita gambar hidup (KBBI Online). Sebut saja misalnya Get Married (2007) yang dibintangi Nirina Zubir. Kalau kita ingin haha hihi, film ini bisa jadi pilihan. Kita juga dapat menikmati persahabatan, cinta, hingga rumah tangga di dalamnya.
Namun, kali ini penulis bukan hendak mereview film tersebut. Fokus pembahasan kali ini yakni mengenai judul-judul film di negeri kita, baik yang berbahasa Inggris maupun yang berbahasa Indonesia. Pengaruh hal tersebut pada pengakuan kualitas filmnya juga akan turut jadi pembahasan.
Dalam televisi, biasanya iklan berseliweran, salah satunya iklan promosi film yang akan tayang di bioskop. Sebut saja misalnya Dear Nathan: Thank You Salma. Walau berbahasa Inggris, film ini buatan dalam negeri. Sama halnya seperti film saat penulis masih remaja dulu, ada Eiffel, I’m in Love. Diakui atau tidak, judul film dalam bahasa Inggris sudah tak asing lagi di negeri kita.
Bagaimana dengan judul film yang berbahasa Indonesia? Pada 2008 lalu, muncul film dalam negeri berlatar Mesir. Tokoh utamanya seorang mahasiswa Indonesia dengan beberapa dialog berbahasa Inggris dan Arab di dalamnya. Tak tanggung-tanggung, film ini juga fenomenal: bertemakan poligami. Tema yang umumnya membuat ibu-ibu berkerut dahi nan merasa dimadu, ternyata bisa memberi pemahaman baru. Poligami seolah solusi kehidupan.
Meski budaya dan bahasa asing tampil di film ini, tetapi judulnya tetap berbahasa Indonesia: Ayat-Ayat Cinta. Selain kena ke hati, film ini dianugerahi rekor Muri karena dianggap paling banyak ditonton (antaranews.com).
Di samping itu, film ini mendapat penghargaan dari Festival Film Bandung: Film Terpuji, Sutradara Terpuji, Pemeran Utama Pria Terpuji, Penata Musik Terpuji, dan Penata Artistik Terpuji. Sedangkan dalam Festival Film Indonesia, film ini justru tak masuk nominasi sehingga menjadi kontroversi.
Lain lagi, film aksi laga yang mengenalkan silat Sumatra Barat diberi judul Merantau. Merantau berarti pergi ke negeri lain (untuk mencari penghidupan, ilmu dan sebagainya) (KBBI Online).Dalam film ini, selain sang tokoh utama benar-benar merantau, yang mana berarti tepat guna diksi merantau tadi; ia juga benar-benar bertarung berhadapan dengan orang yang berbahasa Inggris alias mafia bule.
Rasa-rasanya wajar bila film ini diberi judul berbahasa Inggris, tetapi lagi-lagi rupanya tidak. Sampai pada bahasan ini, rasanya, kaitan kualitas film dengan pemilihan bahasa pada judulnya, menarik untuk dicermati.
***
Mari kita lihat film-film peraih penghargaan lima tahun terakhir. Kita juga akan melihat judul-judul film yang dibahasai-Inggris di masanya. Sebelumnya patutlah kita kenalkan, siapa pemberi penghargaan perfilman kita. Festival Film Indonesia adalah ajang yang memberikan piala citra dengan kata ‘terbaik’. Sedangkan Festival Film Bandung menyandingkan kata ‘terpuji’ bagi sang pemenang nominasinya.
Dikutip dari Wikipedia, pada 2021, piala citra jatuh pada Penyalin Cahaya. Tidak ada film terpuji di tahun itu. Ali & Ratu Ratu Queens (Ali dan Ratu-Ratu) danParanoia (Penyakit Gila Karena Ketakutan) menampilkan bahasa Inggris pada judulnya. Kemudian, Perempuan Tanah Jahanam mendapat piala citra dan Bumi Manusia menjadi film terpuji pada 2020.
Judul nginggris di angkatannya: Humba Dreams (Impian Humba), Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan (Ketaksempurnaan: Karir, Cinta & Timbangan), dan Susi Susanti: Love All (Susi Susanti: Sayang Semuanya).
Mundur pada tahun 2019, piala citra dinobatkan pada Kucumbu Tubuh Indahku dan Dua Garis Biru menjadi film terpuji. 27 Steps of May (27 Langkah May) tak mendapatkan penghargaan terbaik tahun itu. Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak menjadi film terbaik Indonesia pada tahun 2018. Film terpuji yakni Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. Ada Love for Sale (Cinta Buat Dijual) di angkatannya.
Terakhir, pada 2017, film terbaik akhirnya jatuh pada film yang judulnya dibahasa-inggris-kan: Night Bus. Cek Toko Sebelah menjadi film terpuji pada tahun itu. Tak ada film lain yang menggunakan bahasa Inggris di angkatannya yang masuk dalam nominasi. Ringkasnya, dalam lima tahun terakhir, hanya ada satu film terbaik yang judulnya dalam bahasa Inggris. Sedangkan tujuh judul film berbahasa Inggris lainnya, tidak. Judul film berbahasa Indonesia lebih mendominasi pemerolehan penghargaan.
Ada pula film dalam negeri yang masuk kancah internasional. Apakah judulnya pasti dalam bahasa Inggris? Mari kita lihat. Dilansir dari grid.id, ada 15 film Nusantara yang mendapat perhatian luar negeri dari ajang film seperti Tokyo International Film Festival, Asia-Pacific Film Festival, Hawaii International Film Festival, Asian Film Awards, Vesoul International Film Festival, Busan International Film Festival hingga Melbourne International Film Festival.
Apa saja filmnya? Daun di Atas Bantal (1998), Pasir Berbisik (2001), Berbagi Suami(2006), Laskar Pelangi (2008), Sang Pemimpi (2009), 3 Doa 3 Cinta (2009), Merantau (2009), The Raid (2011), Modus Anomali (2012), Jalanan (2014), Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak (2017), Turah (2016), Sekala Niskala (The Seen and Unseen) (2017), Humba Dreams (2017), dan Battle of Surabaya (2017).
Dari keseluruhan film ini, hanya ada tiga judul dengan bahasa Inggris: The Raid, Humba Dreams,dan Battle of Surabaya. Sedangkan Sekala Niskala yang diterjemahkan menjadi The Seen and Unseen tak dianggap menggunakan judul berbahasa Inggris karena judul asli filmnya dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan 12 judul film berbahasa Indonesia lainnya ada yang memenangkan penghargaan, ada pula yang hanya masuk nominasi. Ahli perfilman akan lebih mumpuni menjelaskan apa saja kualitas 15 film dalam negeri tadi. Namun, kembali pada maksud tulisan ini, kita hendak mencicipi rasa bahasa judul-judul film go internationl tersebut.
Lihat saja, Daun di Atas Bantal.Apakah pemandangan daun di atas bantal ini suatu yang sering terjadi? Tidak bukan? Namun bisa saja, judul film tahun 1998 ini menandakan seseorang benar-benar pernah melihat daun di atas bantal.
Kemudian ingatan itu direkam dan disusun menjadi kata-kata. Tak ubahanya seseorang yang membaca apel yang jatuh. Lalu ia sibuk berpikir dan bertanya mengapa. Kejadian apel yang jatuh ini menginspirasinya. Terciptalah teori gravitasi pada1665 oleh Isaac Newton.
Pasir Berbisik bermajaskan personifikasi. Mana mungkin pasir dapat meniru manusia yang berbisik. Namun sang penentu judul film bisa saja seorang yang peka. Ia barangkali sedang berada di suatu pantai. Pantai mungkin sekadar tempat berwisata bagi banyak orang. Namun baginya, ia mendapatkan hiburan, ketenteraman. Begitu hal itu bersatupadu, ia merasa seolah pasir sedang berbisik padanya.
Berbagi Suami,tidakkah ini menggelitik. Mana ada wanita yang rela berbagi suami. Mungkin ada, tetapi seperti jarum dalam tumpuk jerami. Padahal dalam Islam, poligami diperbolehkan dan justru tak menyelisihi agama. Berbagi Suami tentu menawarkan perspektif yang tidak biasa hingga memikat mata internasional.
Film dengan judul Penyalin Cahaya bukan suatu yang lazim. Cahaya bukan tulisan yang dapat disalin. Tentu ada maksud lain di sana. Sebagai seorang yang sama sekali belum pernah menonton film ini, mungkin kita bisa terpancing untuk membaca sinopsis atau bahkan mencoba mengakses filmnya.
Perempuan Tanah Jahanam juga sama memancingnya. Adakah tempat yang lebih jahanam selain neraka yang dimaksudkan film ini? Apakah itu peperangan ataukah suatu lingkungan sosial yang amat sangat gelap? Serta apa yang terjadi dengan perempuan di tanah jahanam tersebut.
Bagaimana dengan Kucumbu Tubuh Indahku?Lagi-lagi memancing tanya. Biasanya cumbu adalah suatu interaksi antara dua manusia. Mesum bagi yang belum menikah dan rahasia bagi yang sudah menikah. Lalu bagaimana dengan seseorang yang mencumbu dirinya sendiri. Apakah dia tak waras ataukah dia kesurupan?
Demikianlah kiranya, betapa bahasa Nusantara kita, bahasa Indonesia, amat sudah mumpuni sebagai judul film. Justru akan sangat memancing untuk disimak. Terlebih bila judul tersebut menggunakan gaya-gaya bahasa. Justru judul film Nusantara dengan bahasa Inggris, malah sedikit saja yang mendapat penghargaan.
Judul film dengan bahasa Indonesia tidak menghalangi kualitas filmnya. Justru judul-judul tersebut membuat mata-mata asing penasaran. Apa gerangan arti kata tersebut? Kemudian mereka mencari sendiri artinya. Tidakkah ini juga termasuk bangga sekaligus mempromosikan bahasa Indonesia ke kancah dunia?[T]