11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup”: Relasi Antara Pangan, Tubuh, dan Higienitas

JaswantobyJaswanto
November 1, 2023
inUlas Pentas
“Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup”: Relasi Antara Pangan, Tubuh, dan Higienitas

Jacko dan Wail dalam pertunjukan "Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup" / Foto: Medy

DI ATAS dua karung berisi beberapa jagung, Wail duduk dengan santai. Ia membawa kitab bersampul oranye tanpa judul. Kupluk dan sarung yang ia kenakan seolah menegaskan ia berasal dari mana. Dan sesaat sebelum Wail membuka kitabnya, di samping kanan lantai pertunjukan, Jacko sedang memperagakan gerakan mencuci tangan, seperti orang sedang mengambil wudhu.

Sementara Jacko masih melakukan gerakan tersebut, Wail mulai membuka dan membaca isi kitab yang dibawanya. Suaranya melengking, merdu, menyayat, penuh nasihat. Kitab itu berbahasa Madura.

Potongan adegan di atas berasal dari pertunjukan bertajuk Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup karya yang dipentaskan Jacko Kaneko, Mohammad Wail, dan Ninok Sulistyowati. Karya ini digelar di Black Box Studio 1 Produksi Film Negara pada Kamis (26/10/2023) sore dalam program Laku Cipta pada gelaran Pekan Kebudayaan Nasional 2023.

Di dalam karya ini, Jacko dkk. bekerja dengan Akbar Yumni (fasilitator); Tony Broer (dramaturg); Moch. Zam Zam Mubarok (penata cahaya/artistik); Heri Windi Anggara (musik); Palapa Cahaya Bintang (kru produksi); Medy Mahasena (dokumentasi); dan produser, yakni Agus Wiratama.

Secara teknis, dalam pandangan awam, jika Anda berkesempatan menonton pertunjukan Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup, barangkali Anda sepakat bahwa pertunjukan tersebut seolah menampilkan dua pertunjukan yang berbeda dalam satu panggung. Mohammad Wail, dengan segala kemampuannya mengolah suara dan tubuhnya, menampilkan isu pangan (jagung) di Madura, pulau kelahirannya, sedangkan Jacko Kaneko dan Ninok Sulistyowati menyuarakan tentang isu higienitas dan bagaimana riwayat pangan diolah langsung oleh tubuh—Jacko memberi contoh kedelai yang diproses menjadi tempe.

Jacko Kaneko dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Jacko, sebagai seorang koreografer, merepresentasikan gerak tubuh orang-orang mengolah tempe dan menjaga kebersihan diri (personal hygiene). Selama pertunjukan ia tak bergumam sedikit pun. Hanya saja, tubuhnya terus bergerak. Apa yang dilakukan Jacko sedikit banyak dijelaskan oleh monolog panjang Ninok Sulistyowati. Dan itu menarik. Ninok bukan pemain teater, ia seorang ibu pemilik rumah makan di Bali yang dekat, dan bersentuhan langsung dengan isu higienitas.

Pada karya Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup, sebagaimana telah di jelaskan dalam narasi pengantar pertunjukan, Jacko dkk. berangkat dari pembacaan atas pangan dan tubuh, yakni persepsi orang-orang terhadap tubuh yang kerap disejajarkan dengan simbol kekotoran, noda, dan materi.

Akibatnya, persepsi tersebut membentuk anggapan bahwa makanan yang bersentuhan langsung dengan tubuh dianggap telah tercemar—meskipun pada kenyataannya, tubuh berkaitan erat dengan pangan. Bahkan, kaitan tersebut, dalam proses pengolahan makanan secara tradisional, misalnya, tubuh menjadi ukuran, dan kebersihan bukan semata-mata tentang yang materi atau yang fisik.

Jacko Kaneko dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Alhasil eksplorasi ini menjadi satu refleksi yang baik. Jacko dkk. menantang stereotip negatif yang eksotis atas apa yang disebut keterbelakangan dan higienis-tak higienis, modern-tradisional, serta layak-tak layak. Mereka memilih jagung dan tempe sebagai representasi atas stigma tersebut. Kedua benda (baca: makanan) yang telah disebutkan, selama ini dipandang sebagai keterbelakangan di satu sisi, dan tidak higienis jika diolah secara tradisional, di sini lainnya.

Sebuah Keganjilan

Mengenai pangan, makanan pokok di suatu daerah dipengaruhi oleh hasil alamnya. Jika alamnya lebih banyak menghasilkan jagung, maka jagung menjadi makanan pokok. Seperti Madura, misalnya. Dulu, orang Madura menjadikan jangung sebagai makanan pokok di samping umbi-umbian, sesekali, sebagai penggantinya. Selama bertahun-tahun, lidah mereka telah menyatu dengan rasa nasi jagung yang khas.

Dalam karya Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup, Wail menghadirkan adegan orang Madura memipil jagung. Ia sampai harus mengeluarkan banyak tenaga untuk menggebuk-gebukkan beberapa jagung dalam karung ke lantai pertunjukkan. Sedangkan layar di belakangnya menampilkan sosok perempuan—yang wajahnya tak terlihat—sedang memipil jagung. (Dalam beberapa pertunjukan Wail memang selalu mengangkat lokalitas Madura, seperti dalam Biografi Garam atau Tabak—pertunjukan tentang tembakau Madura.)

Mohammad Wail dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Namun, saat ini tidak semua orang Madura menjadikan jagung sebagai makanan pokok. Selain karena sudah ada beras, di daerah perkotaan, dengar-dengar, jagung memang sulit didapatkan. Apalagi ada stigma bagi masyarakat yang sehari-hari makan beras dengan makan jagung atau umbi-umbian. Masyarakat yang makanan pokoknya beras maka status sosialnya digolongkan lebih tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang makan jagung atau umbi-umbian status sosialnya dianggap lebih rendah atau digolongkan kelompok miskin.

Data Bapanas mengungkapkan, memang ada pergeseran pola pangan di Indonesia. Pada 2009, pola konsumsi pangan di wilayah timur Indonesia masih beragam. Selain makan beras, pada tahun itu orang masih dominan mengonsumsi jagung, ubi jalar, dan sagu. Namun, pada 2020 konsumsi beras dan terigu semakin mendominasi di Indonesia timur. Dan itu, mungkin, sedikit banyak dipengaruhi oleh beras-isasi pada masa pemerintahan Soeharto.

Banar. Dalam laporannya di tirtoi.d, Reja Hidayat mengungkapkan, beras-isasi pada masa pemerintahan Soeharto sedikit banyak memengaruhi sejarah keberagaman pangan masyarakat lokal di Indonesia. Beras menggusur Sorgum di Nusa Tenggara Timur (NTT), menggantikan Sagu di Papua. Diversifikasi ‘merangkak’ ini terjadi kira-kira selama dua dekade di masa Orde Baru, periode 1970 hingga 1980-an.

Mohammad Wail dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Ketika budaya beras masuk, lidah masyarakat—termasuk Madura—beralih yang awalnya biasa makan jagung kini harus nasi beras. Petani atau masyarakat pada umumnya, kalau belum makan nasi disebut belum makan—walaupun sudah makan ubi resbus sepiring.

Mengenai hal tersebut, beberapa orang menganjurkan untuk kembali mengonsumsi makanan lokal, tapi pada kenyataannya tidak mudah dilakukan. Butuh tenaga ekstra untuk mengubah cara berpikir masyarakat dan mengembalikan kepercayaan diri untuk mengonsumsi makanan lokal. Meskipun sejatinya mereka tahu, makan pangan lokal bukan berarti status sosialnya lebih rendah dibandingkan makan nasi.

Tetapi, bagi Wail, anjuran untuk kembali mengonsumsi pangan lokal ini adalah sebuah keganjilan. Hal itu menurutnya aneh. Dulu masyarakat seolah ‘dipaksa’ untuk mengonsumsi beras, sekarang, saat lidah orang desa sudah familiar dengan nasi putih, malah dianjurkan untuk kembali mengonsumsi pangan lokal. Ia merespon keganjilan tersebut dengan membaca dan menjelaskan isi kitab yang berbahasa Madura—yang bersampul oranye tanpa judul—dalam pertunjukan Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup.

Pangan, Tubuh, dan Higienitas

Seperti yang sudah disampai di awal, bahwa Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup merupakan pembacaan atas pangan dan tubuh, yakni persepsi orang-orang terhadap tubuh yang kerap disejajarkan dengan simbol kekotoran, noda, dan materi. Persepsi tersebut, sekali lagi, membentuk anggapan bahwa makanan yang bersentuhan langsung dengan tubuh dianggap telah tercemar—meskipun pada kenyataannya, tubuh berkaitan erat dengan pangan.

Mohammad Wail dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Relasi antara pangan dan tubuh sebenarnya sangat erat. Makanan atau pangan sangat mempengaruhi tubuh manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makanan merupakan bahan utama untuk mengatur seluruh proses dalam tubuh, mulai dari pembentukan energi hingga penggantian jaringan dalam tubuh. Meskipun begitu, tak semua makanan baik bagi tubuh manusia. Apalagi kalau makanan tersebut diolah tanpa mengindahkan aspek higienitas.

Upaya hygiene dan sanitasi makanan pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makanan, penyimpanan makanan, dan penyajian makanan.

Makanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar oleh penjamah makanan, bagi beberapa orang, dapat menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia, mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi. Faktor kebersihan penjamah atau pengelola makanan yang biasa disebut hygiene personal merupakan prosedur menjaga kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat.

Sebagai orang yang secara langsung mengelola makanan, penjamah makanan akan sangat memungkinkan menjadi perantara masuknya suatu penyakit ke dalam makanan. Peran penjamah makanan sangat penting dan merupakan salah satu faktor dalam penyediaan makanan/minuman yang memenuhi syarat kesehatan. Personal hygiene dan perilaku sehat penjamah makanan harus diperhatikan.

Ninok Sulistyowati dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Narasi di atas barangkali hanya dipahami dan diperhatikan oleh orang-orang kelas menengah ke atas. Orang-orang desa-tradisional tak terlalu mengindahkan soal-soal demikian. Urusan higienitas adalah urusan ke sekian. Maka dari itu, dalam mengolah makanan, orang-orang di desa kadang masih menggunakan tubuh secara langsung, tanpa alat, tanpa mesin.

Dalam pertunjukkan Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup, Jacko menggunakan tempe sebagai objek laku ciptanya. Saya tidak paham betul atas pilihan tersebut, yang jelas, dalam konteks higienitas, produksi tempe, bagi sebagian orang, memang masih memiliki masalah tersendiri.

Benar. Pada kenyataannya, masih sedikit pengusaha tempe yang melakukan proses produksi dengan menggunakan peralatan secara modern dan bersih. Bahkan masih banyak proses produksi tradisonal yang, sekali lagi bagi sebagian orang, dilakukan secara tidak sehat seperti kedelai diinjak dengan kaki agar kulitnya terkelupas—dalam hal ini Jacko menampilkan gerakan menginjak-injak kedelai dengan artistik ke dalam pertunjukkanya.

Namun, menurut kacamata awam saya, dalam pertunjukkan ini Jacko seolah tak mau langsung membenarkan asumsi atau persepsi tersebut. Alih-alih ikut mengatakan bahwa hal tersebut tidak higienis, ia justru membuka ruang percakapan atas nilai sosial dan kultural yang melekat pada tubuh dan pangan. Seolah ia mengajukan pertanyaan yang sulit untuk dijawab: Apa benar kedelai yang diinjak-injak itu otomatis tidak higienis? Bukankah dengan hadirnya mesin pengupas kulit kedelai justru kemudian menimbulkan  isu baru seperti segregasi antara modern-tradisional, layak-tak layak, atau higienis-tak higienis?

Ninok Sulistyowati dalam pertunjukan “Pangan dan Kata-Kata yang Tak Cukup” / Foto: Medy

Atau, siapa yang tahu jika makanan/minuman yang disajikan di restoran atau hotel bintang lima lantas diolah secara higienis? Bukankah, menurut cerita Ninok dalam pertunjukan, ia memiliki seorang teman yang pernah meludahi makanan yang hendak disajikan untuk tamunya? Lalu, siapa yang bisa menjamin higienitas?

Alih-alih memberi jawaban, dalam pertunjukannya Jacko seolah hanya melemparkan isu semata; hanya menjadi pemantik belaka. Sebagai penonton kita diajak untuk merefleksikan, merenungkan, dan menemukan jawaban sendiri atas pertanyaan tersebut. Meski pada akhirnya, mungkin, kita tahu bahwa persoalan higienitas adalah urusan masing-masing. Namun, terlepas dari itu, yang jelas, sekali lagi, dalam sejarah peradaban manusia, pangan dan tubuh memang memiliki hubungan yang erat—bahkan tak bisa dipisahkan, sekalipun ada mesin yang siap menggantikannya.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana

BACA artikel lain terkait PEKAN KEBUDAYAAN NASIONAL 2023 atau artikel lain yang ditulis JASWANTO

“Gema Ladang”: Nyanyian Ladang dan Ratapan dari Flores Timur
“Dapur Bangsa”: Eksplorasi Kekayaan Kuliner Nusantara
“Nge-GLITCH?”: Pertempuran antara Tubuh Digital dan Tubuh Manusia
Tags: pekan kebudayaan nasionalseni pertunjukan
Previous Post

Riwayat dan Prestasi Tim Bola Voli Padang Bulia Serta Persoalan yang Dihadapinya

Next Post

Teater dan Oleh-Oleh dari Jogja

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Teater dan Oleh-Oleh dari Jogja

Teater dan Oleh-Oleh dari Jogja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co