ANEKA TRADISI masih tumbuh subur di Indonesia. Beragam pula ritual dalam pelaksanaan tradisi itu. Namun sebenarnya setiap tradisi tak sekadar ritual. Ada fungsi dan pesan komunikasi yang ingin disampaikan dalam tradisi.
Meski demikian, banyak orang melihat tradisi hanya dari sisi ritualnya; tanpa mencoba memahami pesan komunikasinya. Atau banyak juga yang melihat tradisi dari aspek mitosnya, tanpa menyelami fungsi komunikasi yang menyertai tradisi.
Tradisi senantiasa ada sepanjang kehidupan manusia dan masyarakatnya. Nyaris tak ada satu negara pun yang tak memiliki tradisi. Ada tradisi yang berasal dari warisan leluhur, ada pula tradisi yang bersentuhan dengan wilayah agama.
Tidak selamanya tradisi hidup pada masyarakat tradisional atau negara berkembang saja. Negara-negara yang dianggap maju dan modern pun memiliki beragam tradisi. Sebut saja Amerika Serikat. Peringatan hari Thanksgiving dan Halloween adalah tradisi yang hingga kini masih dilakukan masyarakat Amerika Serikat.
Begitu pula dengan Jerman yang masyarakatnya masih percaya dengan berbagai tradisi. Salah satunya adalah perayaan Octoberfest; tradisi yang berisi festival beer. Tradisi ini dilaksanakan di kota Munich, Jerman setiap bulan Oktober. Jutaan orang hadir dalam tradisi minum bir beramai-ramai ini.
Setiap tradisi muncul dengan bermacam alasan dan latar belakangnya. Banyak alasan pula mengapa sampai saat ini tradisi-tradisi itu masih dipertahankan. Salah satu alasan adalah, tradisi memiliki fungsi komunikasi yang mengandung nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakatnya.
Aneka Tradisi
Tradisi memang melekat dalam bioritme kehidupan manusia dan masyarakat. Tradisi biasanya juga kerap berkaitan dengan berbagai ritual adat, dongeng, cerita rakyat, mitos, tarian rakyat, maupun tembang daerah.
Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki tradisi yang berhubungan dengan siklus kehidupan, mulai dari proses dalam kandungan, melahirkan, tumbuh remaja, pernikahan, hingga ritual yang berkaitan dengan kematian.
Mulai dari proses kehamilan, masyarakat (Jawa) memiliki tradisi ngupati, yaitu ritual ketika wanita mengandung usia empat bulan. Tradisi ini merupakan akulturasi antara adat Jawa dengan ritual agama Islam. Ketika anak yang dilahirkan mulai belajar berjalan, dilanjutkan tradisi tedhak sinten atau turun tanah. Proses ritual hari kelahiran juga biasa dilakukan masyarakat Indonesia; yang di Bali disebut dengan otonan atau ulang tahun kelahiran berdasarkan kalender Bali.
Menginjak remaja, masyarakat (utamanya Muslim) melaksanakan khitanan sebagai pertanda seorang lelaki menginjak akil balig atau dewasa. Tradisi serupa di Bali berupa metatah atau upacara potong gigi, baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Begitu pula dengan pernikahan, masyarakat Indonesia memiliki beraneka tradisi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Saat orang meninggal dunia, prosesi pemakaman dan setelahnya juga dilakukan tradisi yang berbeda di masing-masing daerah. Semua ritual dan tradisi yang berkaitan dengan siklus kehidupan itu pada hakikatnya bermakna komunikasi; baik komunikasi kepada Tuhan, leluhur, maupun sesama manusia.
Fungsi Pesan
Setiap tradisi, ritual, dan bentuk komunikasi tradisional lain mempunyai fungsi pesan komunikasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat. William R.Bascom (dalam Nurudin,2014) menyebut empat fungsi pesan itu.
Pertama, sebagai sistem proyeksi angan-angan atau impian rakyat serta sebagai pemuas impian (wish fulfillment). Proyeksi itu biasanya muncul dalam bentuk stereotipe dongeng. Contoh dari dongeng itu adalah cerita rakyat Ande Ande Lumut dari Jawa Timur. Dongeng ini menggambarkan percintaan dan kesetiaan sosok seorang pangeran dari Kerajaan Jenggala dan putri dari Kerajaan Kediri.
Kedua, tradisi memiliki fungsi pesan komunikasi sebagai penguat adat, kekuasaan, maupun penghormatan kepada sesuatu yang transendental. Mitos tentang Nyi Roro Kidul pada masyarakat Pantai Selatan Jawa menggambarkan penguatan adat dan kekuasaan Raja Mataram, karena mampu berkomunikasi dengan “penguasa” Laut Selatan. Hal itu kemudian diikuti dengan tradisi Sedekah Laut sebagai bentuk ketaatan pada adat dan penguasa laut. Contoh lain, tarian Perang Pandan di Desa Tenganan, Bali dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Indra.
Ketiga, sebagai sarana pendidikan. Tradisi ini mendidik orang tentang kejujuran dan kesabaran, kepatuhan, dan rasa hormat kepada orang tua. Cerita rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat mengandung nilai pendidikan bagi anak. Dikisahkan, bagaimana seorang anak berubah wujud menjadi batu karena durhaka kepada ibunya. Cerita rakyat itu begitu melegenda, hingga dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Keempat, tradisi berfungsi sebagai pemaksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi. Mitos tentang Wewe Gombel atau cerita sejenis di berbagai daerah adalah upaya pemaksaan dan pengendalian sosial, agar anak-anak berada di dalam rumah ketika malam tiba.
Tradisi gotong royong atau kerja bakti juga terdapat di berbagai daerah dengan istilah yang berbeda-beda. Gotong royong merupakan media komunikasi dan kohesitas sosial. Upaya pemaksaan terhadap tradisi ini juga beragam di berbagai daerah. Mereka yang tidak melaksanakan tradisi gotong royong bisa mendapat sanksi, mulai digunjingkan di masyarakat, dikucilkan, sampai denda materi.
Modernitas acapkali menjadi alasan bagi orang untuk menghindar dari tradisi. Namun ketika modernitas ternyata tak mampu menyelesaikan masalah, orang lantas bertindak sesuatu dengan mengatasnamakan tradisi. Maka benar kata filsuf Prancis Vauvenargues, orang lebih percaya kebiasaan dan tradisi leluhur daripada akal sehat mereka sendiri. [T]
- BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU