KASUS KORUPSI tampaknya tak pernah berhenti di negeri ini. Kasus korupsi yang masih ramai karena bersisian dengan masalah politik adalah kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo yang disebut-sebut menyebabkan kerugian negara mencapai RP 8,32 triliun.
Berita terbaru yang juga masih dibicarakan adalah kasus korupsi pengadaan barang di Badan SAR Nasional.
Para koruptor tampaknya tidak takut melakukan korupsi. Hal ini dibuktikan dari semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap dan tidak tanggung-tanggung dana yang dikorupsi puluhan miliar bahkan triliunan. Ada apa dengan fenomena ini? Pemerintah telah berusaha melaksanakan tindakan preventif agar tidak melakukan korupsi.
Di sekolah diberikan pendidikan anti korupsi begitu juga di perguruan tinggi. Tindakan preventif ini dilakukan agar siswa tidak memiliki perilaku koruptif. perilaku koruptif adalah segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan dan pengetahuan seseorang atau sekelompok orang yang menjebakkan dirinya pada perbuatan korupsi.
Keberhasilan tindakan preventif sangat dipengaruhi lingkungan terdekat siswa. Keluarga sebagai lingkungan siswa sangat penting perannya untuk mencegah perilaku koruptif. Apabila dalam keluarga tidak ada kejujuran, hal ini dapat memunculkan patologi sosial termasuk perilaku koruptif.
Keluarga yang bergelimang harta dan memanjakan anak dengan kemewahan akan menyebabkan anak berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif ini memunculkan sikap yang suka fleksing. Terbiasa dengan kehidupan yang bergelimang uang, ketika dewasa dan memegang jabatan akan muncul perilaku koruptif.
Masih segar dalam ingatan, perilaku anak oknum pejabat dari Ditjen Pajak yang menggunakan mobil rubicon dan terlibat kasus penganiayaan. Kasus ini jadi sorotan masyarakat. Banyak pihak yang menganggap kekayaan ayah dari si anak yang pamer mobil rubicon itu didapat dengan cara tidak wajar.
Yang sangat mengkhawatirkan bagi generasi muda adalah banyak figur publik yang suka fleksing di media sosial. Hal ini dapat berdampak buruk bagi generasi muda. Mereka dibuat bermimpi agar bisa fleksing seperti figur publik. Sedangkan keadaan ekonomi keluarga tidak mendukung. Hal ini dapat memunculkan perilaku koruptif.
Siswa dan mahasiswa diberikan pendidikan anti korupsi agar mereka tidak berperilaku koruptif. Ini sebuah utopia. Siswa dan mahasiswa diberikan pendidikan anti korupsi tetapi para pejabat semakin banyak melakukan korupsi.
Apakah pendidikan anti korupsi sebagai program pendidikan yang dapat menciptakan pejabat yang tidak korup? Jelang tahun politik 2024 bakal calon legislatif turun ke masyarakat memberikan sumbangan. Apakah para bacaleg dan bakal calon pemimpin daerah yakin tidak korupsi mengingat mereka harus banyak berinvestasi untuk memenangkan kontestasi?
Secara sederhana kita berpikir, orang yang sudah berinvestasi pasti ingin modalnya balik atau bahkan mendapat untung. Fenomena ini tentu akan memunculkan perilaku koruptif. Sisa-sia sudah pendidikan anti korupsi diberikan kepada siswa dan mahasiswa sementara di lingkungannya banyak koruptor.
Siswa dan mahasiswa dididik agar mempunyai integritas tinggi tetapi para pejabat mempunyai sikap hipokrif (munafik). Kemunafikan itu dilakukan para pejabat karena mereka tidak konsisten dengan sumpah jabatan. Petinggi partai juga memiliki sikap hipokrif. Sudah terbukti kadernya melakukan korupsi tetapi partainya tidak dibubarkan tidak sesuai dengan ucapan yang pernah dilakukan.
Dengan analisis seperti itu, siapakah yang cocok diberikan pendidikan anti korupsi siswa dan mahasiswa atau para pejabat dan elit partai? Kita harus menunggu. Semoga pendidikan anti korupsi tidak menjadi sebuah utopia.[T]