DI SATU TEMPAT YANG SAMA. Buku-buku tertata di atas meja. Orang-orang saling berjompot dengan menu obrolan yang berbeda. Saya berada di salah satu jompotan di pojok utara. Kebetulan juga saya datang dari utara (Buleleng) bersama orang-orang utara. Tak banyak saya bicara. Hanya mendengar dan sesekali tertawa.
Ini pesta baca. Hari istimewa bagi Taman Baca Kesiman yang berulang tahun kelima. Pesta ini kembali dilakukan setelah vakum karena pandemi. Dari pukul 13.00 wita orang-orang mulai datang. Ada pula yang mulai pergi lalu kembali lagi. Tapi ada pula yang tak kembali.
Seperti namanya, Pesta Baca. Sebuah kegiatan untuk merayakan kesenangan dan gairah kita terhadap buku. Dalam Pesta Baca, mereka yang hadir diharapkan untuk bisa membagi tidak hanya buku-buku yang mereka baca, tetapi juga bagaimana buku-buku itu mewarnai perjalanan hidup dan cerita sehari-hari hingga saat ini.
Pesta Baca tahun ini mengambil tema “Aku Baca, Maka Aku Ada”. Melalui tema ini kita akan menghadirkan kembali diri kita melalui buku-buku yang pernah kita baca dan mempengaruhi kita secara pribadi sebagai manusia maupun Bali sebagai sebuah identitas dan lokus yang selalu menarik untuk dibaca.
Ini pesta baca. Tapi tidak seharusnya pula buku yang dibaca. Saya salah satunya. Saya memang membaca, tapi 99 persen saya membaca sekeliling. Melihat orang-orang yang belum pernah saya temui. Mengobrol dengan orang baru. Mengamati setiap jompotan dengan menu mereka masing-masing.
Tidak semuanya menu obrolan mereka adalah buku. Tapi menu mereka dimasak dari buku. Saya mendengarkan dari balik meja sambal sesekali melanjutkan membaca kumpulan cerpen “Malam Pertama Calon Pendeta”, buku baru karya cerpenis kawakan Bali, Gde Aryantha Soethama.
Pandangan saya kemana-mana. Pandang ke kiri, orang-orang sibuk tertawa dengan menu mereka. Pandang ke kanan beberapa juga sibuk dengan buku di tangan tapi mulutnya tak henti spoiler.
Peserta antusias mengikuti seni diskusi buku dengan tema Buku Yang Mengubahku | Foto: Teja Artawan/TBK
Dikutip dari jurnal lib.unj.ac.id, menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Di sisi lain, data Reportal pada awal 2023 menunjukkan pengguna internet di Indonesia meningkat signifikan hampir 213 juta dengan penetrasi 77 persen. Hampir mencapai jumlah penduduk 276 juta orang. Dan saya adalah salah satu orang yang tidak punya menu.
Ketika ajakan untuk datang ke pesta, saya berpikir menu apa yang saya punya dan bagaimana saya harus menyajikan.
Ini pesta baca. Bagi saya tidak harus semuanya soal membaca (buku). Tapi bagaimana membaca pergaulan. Mungkin yang membaca akan tertawa. Dan memang saya akui kalau saya ini kurang pergaulan dan sangat minim membaca sehingga tak bisa bertukar menu. Tapi setidaknya saya bisa mengimbangi lawan bicara ketika mereka menanyakan menu.
Dalam Pesta Baca 2023, juga ada Bincang Buku, ruang bersama untuk secara interaktif mendiskusikan buku-buku dengan tema khusus. Bincang buku dibuat dalam bentuk diskusi yang dibagi dalam dua topik, yaitu hari pertama bertajuk “Buku yang Mengubahku”. Topik ini membahas apa saja buku yang berdampak terhadap pembacanya bisa tentang perjalanan hidup, intelektualitas, atau hal-hal personal lainnya. Dibawakan oleh Sonia Piscayanti, Eve Tedja, dan Juli Sastrawan.
Juli Sastrawan, Sonia Piscayanti dan Eve Tedja | Foto: Teja Artawan/TBK
Hari ke-2 tentang “Bali dari Buku ke Buku”. Topik ini membahas bagaimana potret Bali dibahas dari buku mulai zaman kolonial hingga saat ini. Dalam tema ini kita bisa merefleksikan situasi dan tantangan yang selalu relevan tentang Bali, baik itu sosial, budaya, dan lingkungan, dibawakan oleh Diana Darling, Man Angga-Nosstress, dan Made Tom Kris.
Pesta Baca juga diisi dengan lapak buku oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar yang memamerkan buku-buku terkait jurnalisme dan karya-karya tulisan anggotanya. Ada juga Komunitas Mahima dari Buleleng yang terkenal dengan gerakan penerbitan buku sastra dan diskusi. BaleBengong, media jurnalisme warga bersama SAFEnet menunjukkan buku terkait literasi digital dan tulisan pewarta warga melalui bukunya Suara Berbeda dari Pulau Dewata.
Selain itu ada lapak Perpus Jalanan yang mendekatkan buku dengan masyarakat dengan membuat lapak di pinggir jalan dan acara komunitas. Taman Baca Kesiman dengan koleksi buku alternatif dan pemikiran kritis, serta Penerbit Partikular, komunitas baru yang menyediakan perpustakaan dan ruang diskusi buku. [T]