“WAKTU TIDAK BISA DIPUTAR”. Ya, begitulah kata-kata bijak yang sering saya dengar dan baca di beberapa buku atau quotes di sosial media. Dan beberapa dari kita kadang selalu menyesali apa yang kita lakukan di masa lalu, sehingga kita akan merasa bahwa kehidupan hari ini adalah kesalahan.
Pernahkah Anda overthinking tentang masa depan? Pertanyaan-pertanyaan penting tidak penting tentang masa depan pasti pernah terlintas, entah saat sedang melamun, atau tak jarang saat sedang berkendara.
Tentang pekerjaan apa yang diambil setelah lulus kuliah; tentang kelanjutan pendidikan (bisakah sampai lanjut S2?), atau tentang, sanggupkah membanggakan orang tua nanti? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering sekali muncul di kepala overthinker seperti saya.
Terkadang saya heran dengan diri saya sendiri, bagamaimana tidak, yang hari ini saja belum selesai, saya sudah sibuk memikirkan masa depan yang masih abu-abu.
Atau jangan-jangan, manusia memang cenderung hidup di masa lalu dan masa depan? Kehidupan di bawah bayang-bayang masa lalu dan kehidupan yang sibuk khawatir dengan masa depan.
Lantas, di antara dua kehidupan itu, Anda hidup di mana? Atau justru Anda tidak tahu sedang menjalani hidup di bawah bayang-bayang masa lalu atau khawatir tentang masa depan?
Baiklah. Saya jelaskan sedikit terkait hal tersebut:
Hidup di masa lalu
Orang-orang yang masih hidup di masa lalu tanpa sadar akan melakukan bebarapa hal, seperti sulit memaafkan kesalahan orang lain atau terus mengenang kemenangan-kemenangan di masa lalu secara berlebihan, sehingga semua yang dilakukan saat ini menjadi tidak maksimal
Selain itu, orang yang masih terjebak masa lalu cenderung pesimis dengan tindakan dan usahanya sendiri karena kegagalannya di masa lalu.
Padahal, masa lalu baiknya memang cukup dijadikan pelajaran untuk memperbaiki diri di masa sekarang, bukan malah menghambat masa depan, dan tidak membuat kita berkembang.
Hidup di masa depan
Orang-orang yang mengkhawatirkan masa depan pasti memiliki banyak rencana yang akan dijalankan di masa mendatang. Namun, tanpa disadari orang-orang yang sibuk mempersiapkan masa depan, justru mengabaikan masa sekarang yang memiliki peran penting untuk kehidupannya.
Orang-orang seperti itu pada kenyataannya justru tidak menyiapkan apa-apa untuk kehidupan di masa depan. Ya, sebab mereka terlalu sibuk memikirkan kemungkinan terburuk, sehingga lebih memilih tidak menyiapkan apapun.
Padahal, apapun yang menjadi masa depan, sudah menjadi takdir kita. Artinya, yang bisa kita lakukan saat ini hanya berproses sebaik mungkin, agar tidak menyesalinya di masa depan ketika kesempatan itu sudah menjadi masa lalu.
***
Tetapi sekarang, jika ada yang bertanya kepada saya, lebih memilih hidup dalam bayang-bayang masa lalu atau penuh khayalan masa depan? Saya akan memilih hidup di waktu ini, detik ini, menit ini, di saat ini, di masa sekarang ini, di hari ini.
Seperti nasihat kura-kura tua, Grand Master Oogway, kepada Po dalam film Kung Fu Panda: “Yesterday is history, tommorow is mystery, but today is a gift, thats why its called present.”
Dan tentu saya tidak ingin hidup dalam bayang-bayang masa lalu karena penyesalan, apapun itu, saya akan berusaha bersyukur. Seperti pesan dalam filsafat Stoik Yunani kuno melalui salah satu tokohnya, Zeno dari Citium berpandangan bahwa “manusia harus mampu mengontrol emosinya agar bisa bersyukur atas apa yang terjadi”.
Menurut pandangan filsafat Stoik, bahwa dengan mensyukuri usaha kita, maka kita akan jauh lebih bahagia dalam menjalani kehidupan.
Lalu, apakah pandangan Stoik di atas mengajarkan kita untuk pasrah? Terima nasib saja? Tentu saja tidak, karena ada beberapa poin penting yang harus dipahami dalam filsafat ini, di antaranya adalah:
“Kita hanya bisa mengendalikan apa yang ada dalam kendali kita, yakni pikiran dan tindakan kita sendiri. Selain itu merupakan hal eksternal di luar kendali kita. Oleh karenanya, yang dapat kita kendalikan adalah penilaian kita terhadap hal eksternal seperti peristiwa, situasi, pikiran, dan pendapat orang lain terhadap kita.”
“Mengharapkan yang terbaik tapi juga mempersiapkan skenario terburuk yang mungkin akan terjadi.”
“Memahami bahwa di hidup ini tidak ada yang permanen (apa yang kita miliki bisa rusak atau hilang. Tak terkecuali orang tercinta, kekusaan, reputasi). Tidak ada kepastian.
“Menghargai apa yang ada di sekitar kita dengan tidak menyia-nyiakannya.”
Sesuai pandangan tersebut, sekarang saya akan mensyukuri segala usaha dan tidak akan menyesal sampai berlarut-larut ketika usaha saya tidak memenuhi ekspetasi. Saya akan selalu bersusaha maksimal dalam segala tindakan, setiap hari.
Jadi, jika kalian merasa galau, karena hidup di dua keadaan, bayang-bayang masa lalu dan khawatir masa depan, ayolah mulai hidup di masa sekarang. Masa lalu tidak akan bisa kita rubah, masa depan tidak akan bisa kita buat, tapi di masa sekarang kita bisa melakukan banyak hal.[T]
*Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.