KUMPULAN CERPEN “Politik Kasur, Dengkur dan Kubur” merupakan buku yang ditulis oleh I Made Suarbawa. Sebuah buku kumpulan cerpen yang sebagian besar mengangkat cerita mengenai keluarga.
Cerpen ini mengajak pembaca untuk merasa lebih dekat dengan kehidupan pengarang. Dilihat dari apa yang menjadi landasan pengarang lebih memilih untuk mengangkat tema keluarga pada cerpen tersebut, mungkin bagi pengarang cerita-cerita buku cerpen “Politik Kasur,Dengkur dan Kubur” adalah refleksi dari gambaran keluarga yang pernah pengarang temui ataupun pengarang sendiri yang mengalami cerita tersebut.
Berbagai konflik yang dialami tokoh dalam cerpen di buku ini sangat beragam, mulai dari pertengkaran suami istri di dalam cerpen “Secangkir Kopi Pagi” yang terasa sangat dekat dengan kehidupan nyata. Bahkan beberapa cerpen yang mengandung humor seperti cerpen “Langkah Besar Suri“ yang membuat pembaca merasa terhibur dan juga heran dengan tokoh Suri yang mencoba menjadi pahlawan bagi keluarganya namun lupa akan apa yang sudah dimilikinya.
Cerita di dalam kumpulan cerpen karya Made Suarbawa ini tidak hanya sekedar fantasi semata, namun juga mengandung kisah-kisah nyata yang sering terjadi di dalam kehidupan dan juga masyarakat.
Dalam buku “Politik Kasur,Dengkur, dan Kubur” ini terdapat sebelas cerpen dengan jumlah halaman 114 lembar. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh tokoh dalam cerpen-cerpen di dalamnya pun juga banyak mengambil dari kehidupan sehari-hari.
Dalam buku ini pengarang banyak mengangkat tema keluarga serta permasalahan yang sering dihadapi oleh suami- istri. Hal yang paling menonjol adalah buku cerpen ini banyak sekali menggunakan tokoh laki-laki sebagai tokoh utamanya. Namun tidak sedikit juga Made Suarbawa menggunakan tokoh utama perempuan di beberapa cerpennya seperti cerpen yang berjudul “Langkah Besar Suri dan Kawan Tiba (Suatu) Senja” yang ceritanya sangat menarik untuk dibaca.
Cerpen dalam buku “Politik Kasur,Dengkur, dan Kubur” karya Made Suarbawa ini sangat menguras emosi pembaca, seperti halnya roller coaster yang membuat emosi pembaca menjadi naik turun. Yang pada awalnya pembaca disuguhi oleh cerita yang sedih kemudian cerpen selanjutnya dibuat lebih lucu sehingga pembaca merasa terhibur.
Bahkan ada pula cerpen yang mengajak pembaca untuk serius dan tetap fokus agar dapat memahami isi buku cerpen ini, seperti cerpen yang berjudul “Menanti Senyum Pelangi” yang membuat kita harus fokus memahami isi ceritanya.
Cerpen-cerpen dalam buku ini membuat pembaca menjadi sadar, konflik harus dibuat senyata mungkin agar bisa menggelitik pikiran serta merenungkan pesan yang ingin disampaikan oleh pembaca. Begitupun juga yang bisa membangunkan pembaca / penulisnya dari rasa nyaman itu sendiri. Di dalam buku cerpen ini, pengarang sering menggambarkan cerita yang banyak ditemui di kehidupan sehari-hari.
Penggambaran pasangan suami istri di dalam cerpen sangat romantis seolah-olah tokoh di dalam cerpen dihadiri sosok penulis, karena sebagian besar cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen ini menceritakan tentang keluarga yang tidak jauh dari cerita-cerita di masyarakat yang sering kita temui.
Seperti halnya cerpen “Secangkir Kopi Pagi” yang mengisahkan seorang laki-laki bertengkar dengan istrinya hanya karena persoalan kopi. Permasalahannya pun dibuat semakin besar dan serius hingga tokoh dibuat sangat frustasi. Sebenarnya masalahnya hanya sepele namun malah dibuat rumit oleh tokoh itu sendiri. Namun di akhir cerita istrinya menjelaskan penyebab timbulnya permasalahan tersebut seperti dalam kutipan berikut:
“Jangankan kata sayang bahkan secangkir kopi pun mulutmu tidak pernah sudi memintanya dariku.”
Permasalahan diakhiri dengan penjelasan Reni kepada suaminya Kayan yang membuat cerita makin mengharukan.
Pada awalnya, saat melihat judul buku ini pembaca mungkin akan merasa kurang minat untuk membaca cerpen ini. Sebab pengarang memilih menggunakan judul “Politik” yang membuat cerpen kurang diminati terutama pada zaman sekarang ini.
Namun, Made Suarbawa sangat berani memakai judul tersebut yang dibumbui dengan kata kasur,dengkur dan kubur yang membuat pembaca bertanya-tanya apa hubungan hal tersebut dengan politik, yang membuat pembaca menjadi penasaran.
Bahkan setelah dibaca pun, ceritanya ternyata sangat menarik seperti cerpen yang berjudul “Kisah Peniup Seruling” misalnya, pembaca seolah-olah seperti menonton orang yang sedang mendongeng. Hal itu karena cara pengarang yang menyampaikan cerpen seperti tanya- jawab hingga cerpen itu selesai.
Cerita yang sesungguhnya sederhana ini diramu dengan dialog tanya-jawab yang terkesan monoton, tetapi penulis cukup lihai menyusunnya sehingga pembaca menjadi penasaran dan membaca hingga usai.
Dalam buku cerpen ini pengarang banyak menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Bali namun pengarang membuat kata-kata itu tersusun rapi dan menarik sehingga pembaca tidak merasa bosan untuk membacanya. Bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembaca meskipun ada kata sulit dari bahasa Bali seperti pada cerpen yang berjudul “Politik Kasur dan Dengkur” namun pengarang telah menambahkan kata kunci di bawahnya sehingga makna yang ingin disampaikan oleh pengarang dapat diserap oleh pembaca.
Meski beberapa cerita memiliki tema yang sederhana, bahkan terkadang terlihat klise, misalnya pada cerpen yang berjudul “Anak Pertama Kita” yang menceritakan soal diskriminasi anak perempuan dalam keluarga di Bali, namun pengarang memiliki teknik penyelesaian sendiri yang sangat bagus dan tidak bisa ditebak.
Saat sepasang suami istri yang bahagia atas kelahiran anak pertama mereka, namun di sisi lain anak perempuan tidak membuat keluarga besar mereka bahagia karena penerus keluarga hanya berhak kepada anak laki-laki saja.
Seperti halnya sekarang, anak perempuan masih dianggap remeh yang terpenting adalah kelahiran anak laki-laki bahkan hal ini masih sering terjadi di masyarakat. Pengarang juga dapat menyelesaikan cerpen tersebut dengan santai namun juga menimbulkan keharuan dan pesan terselubung yang cukup mendalam kepada pembaca.
Secara keseluruhan buku kumpulan cerpen berjudul “Politik Kasur,Dengkur dan Kubur” karya Made Suarbawa yang diterbitkan Mahima Institute Indonesia ini sangat bagus, baik dari segi jalan ceritanya maupun penulisan dan visualisasi yang digambarkan di dalamnya.
Ceritanya sangat ringkas dan juga tidak bertele-tele dengan alur yang sederhana. Karakter tokoh yang digambarkan sudah cukup kuat disampaikan oleh penulis. Seperti cerpen yang berjudul “Langkah Besar Suri” yang ceritanya digambarkan lucu oleh penulis, akan lebih baik apabila ditampilkan dengan humor- humor yang lebih berwarna dan mendominasi.
Atau seperti cerita cerpen “Anak Kita Selamat” yang mampu menguras emosi pembaca akan lebih baik lagi bila ditambahkan dengan hal-hal yang menyimbolkan kesedihan serta kecemasan yang tidak hanya monoton itu saja. Ada beberapa cerpen juga yang diceritakan cukup panjang seperti cerpen “Balada Lumpur dan Seorang Petani” yang membuat pembaca kurang memahami isi ceritanya, sehingga para pembaca harus membaca berulang-kali agar mampu menangkap pesan yang terkandung di dalam cerpen tersebut.
Buku cerpen ini sangat menarik untuk dibaca oleh berbagai kalangan dan begitu banyak pesan yang dapat kita petik dari cerpen tersebut. Keluarga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita tentu saja cerita dalam kumpulan cerpen ini memiliki daya tarik sendiri bagi pembaca.[T]