Ada keripik pisang, ada keripik singkong,keripik sukun dan keripik keladi. Itu semua keripik dengan bahan buah dan umbi-umbian yang banyak terdapat di desa-desa di Buleleng.
Luh Wiriadi mengolah buah dan umbi-umbian itu dengan segenap jiwa dan perasaan menjadi keripik yang disukai berbagai kalangan, juga sehat. Dan, memang disukai banyak orang. Ia senang.
“Camilan ini sehat tanpa monosodium glutamat (MSG), bahan pengawet, dan pemanis buatan,” kata Luh Wiriadi.
Luh Wiriadi adalah perempuan rajin dari Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Ia sudah mengolah berbagai buah dan umbi-umbian menjadi camilan, kue dan makanan ringan sejak tahun 2014.
Camilannya itu ia beri merek “Luh Buleleng”. Artinya, perempuan Buleleng. Artinya lagi, bisa saja perempuan Buleleng yang bekerja keras menciptakan produk camilan, yang rajin memasarakan camilan Buleleng ke seluruh Indonesia.
Mungkin juga ke seluruh dunia. Kemungkinan itu bisa terjadi karena Luh Buleleng dipasarkan melalui platform digital.
Awalnya camilan Luh Buleleng memang hanya dijual atau didistribusikan langsung ke toko atau outlet secara manual. Jangkauannya juga tak terlalu jauh.
Namun dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin meningkat, ia sadar dengan kekuatan dunia digital sehingga ia memasarkan Luh Buleleng melalui platform digital. Dengan begitu, jangkauannya bisa ke seluruh Indonesia, dan dunia.
Luh Wiriadi bersama produk Luh Buleleng dalam sebuah pameran UMKM
Jadi, Luh Wiriadi, yang punya tiga anak ini, mengambil buah dan umbi-umbian di Buleleng, diolah di rumahnya sendiri di Sambangan, lalu hasil olahannya bisa terbang ke mana-mana.
Apalagi, camilan Luh Wiriadi memang khas karena dibuat dari bahan-bahan yang sebelumnya tak banyak dipikirkan orang. Mengolah pisang, keladi, singkong, kacang dan sukun sebagai camilan mungkin sudah banyak dilakukan orang. Namun ada bahan-bahan lain yang juga menjadi produk unggulan Luh Buleleng.
Ia melakukan pengolahan buah-buahan belimbing wuluh, cerme, serta kalimoko. “Nanti saya akan mencoba olahan kelor yang akan dipameran di Asosiasi Moringa Indonesia,” kata Luh Wiriadi.
Eh, ada juga yang lain. Luh Wiriadi juga memasarkan produk-produk Luh Buleleng lain yang beruapa jajanan tradisional seperti, dodol, satuh, jajan iwel dan jaja uli. Kue-kue tradisional itu dibuat lebih banyak disesuaikan dengan kriteria yang diminta oleh konsumen, yang dipesan saat hari-hari raya tertentu semisal Hari Raya Galungan untuk umat Hindu.
“Saya terus berinovasi agar olahan yang dihasilkan lebih baik, bisa diterima di masyarakat dan menyehatkan. Itu adalah tujuan utama pendirian Luh Buleleng,” kata Luh Wiriadi mantap.
Bicara soal pameran, kue dan camilan Luh Buleleng sudah dipamerkan pada beberapa pameran di tingkat daerah, nasional maupun Internasional dengan mengajak beberapa UMKM Buleleng yang tentu produknya sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.
Luh Wiriadi mengajak perempuan-perempuan di Buleleng untuk bisa lebih maju dengan olahan yang dimiliki masing-masing pelaku UMKM. “Perempuan pelaku UMKM di Buleleng bisa maju bersama-sama,” katanya. [T][*]