Pertanyaan pada judul tulisan ini agaknya sudah basi ketika saya kemukakan hari ini. Pilkada Tabanan sudah selesai, pemenangnya sudah diketahui, kembali PDI Perjuangan menguasai gelanggang.
Tapi, ada yang menarik pada gelaran Pilkada serentak 2020 di Bali. Pertama, kalahnya calon petahana di Karangasem oleh PDI Perjuangan. Kedua, calon petahana PDI Perjuangan di Jembrana dikalahkan. Ketiga, PDI Perjuangan tidak terkalahkan di Tabanan.
Jika kita lihat dari pasca reformasi PDI Perjuangan di Tabanan itu sangat luar biasa. Mulai dari seorang Nyoman Adi Wiryatama menjadi bupati dua periode.
Dilanjutkan oleh anaknya, Ni Putu Eka Wiryastuti juga selama dua periode. Saat Pemilu untuk periode keduanya, saya mulai sudah bertugas di Tabanan sebagai wartawan.
Bagi saya apa yang dilakukan oleh bapak dan anak ini adalah hal luar biasa. Dinasti politik.
Lantas apakah dinasti politik itu salah. Menurut saya tidak. Kenapa? Saya menilai itu adalah semacam sistem berpikir. Secara manusiawi, manusia selalu ingin dihargai dan dijunjung. Sehingga itu mungkin menjadi salah satu faktor lahirnya dinasti politik.
Saat pencalonan kedua Eka Wiryastuti ini, wacana anti dinasti politik sangat keras. Saya ingat betul hal itu. Cuman, saya berpikir kenapa itu dinilai salah?
Dalam sebuah diskusi yang saya buat, dinasti politik itu hal wajah. Mungkin netizen yang terhormat bisa melihat keluarga Clinton, keluarga Bush, hingga keluarga Kennedy di Amerika. Mereka semua melakukan atau membentuk dinasti politik.
Ditambah lagi Korea Utara. Keluarga Gandhi atau Nehru di India. Ketika ada serah-terima jabatan bupati dari bapak ke anaknya langsung, ini mungkin sangat sedikit terjadi. Yakin lah, itu keren.
Nah, perkara bagaimana kinerja bapak dan anak (Adi Wiryatama dan Eka Wiryastuti) saya belum ingin membahasnya dalam tulisan ini, Maaf ya netizen, hahaha.
Apalagi sekarang kejayaan PDI Perjuangan dilanjutkan oleh I Komang Gede Sanjaya (sebelumnya merupakan wakil dari Ni Putu Eka Wiryastuti) bersama I Made Edi Wirawan.
Catatan sejarah Pilkada di Bali, PDI Perjuangan beberapa kali pernah keok lho. Mungkin masih segar dalam ingatan kita bagaimana Mangku Pastika berhasil menjadi gubernur Bali untuk periode kedua dan mengalahkan jago PDI Perjuangan.
Badung juga baru kembali ke pangkuan PDI Perjuangan setelah sebelumnya dipegang Anak Agung Gede Agung dari Puri Mengwi. Setahu saya beliau tokoh no-partai. Paling anyar tentu saja di Jembrana.
Kenapa di Tabanan PDI Perjuangan tetap ajeg? Ini yang menarik untuk saya kemukakan wahai kawan-kawan netizen.
Dalam sebuah wawancara dengan pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar Nyoman Subanda yang laporannya sudah diturunkan di Koran Tempo, mengalahkan PDI Perjuangan di Tabanan bisa dilakukan kok.
Kuncinya, kata Subanda, penantang PDI Perjuangan adalah figur yang mengakar. Memiliki citra yang bagus di masyarakat serta memiliki visi mewujudkan Tabanan menjadi daerah yang maju.
Apakah calon yang menantang PDI Perjuangan di Pilkada 2020 tidak memiliki kriteria yang disampaikan Subanda, sehingga kalah? Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjawab pertanyaan itu. Silahkan masyarakat yang menilai.
BACA JUGA:
Pilkada serentak sudah berakhir. Ketegangan di media sosial sudah terlihat mereda. Selain soal fenomena PDI Perjuangan, gejolak media sosial di Tabanan selama Pilkada juga menarik sich.
Adanya pembatasan interaksi karena Covid-19, sepertinya membawa energi para pendukung pasangan calon juga berpindah ke media sosial.
Menurut saya postingan para pendukung hingga partisan ini “kejam”. Sedikit sekali yang membahas soal visi dan misi. Ya, begitulah media sosial ruang dan waktunya tidak terbatas.
Saya melihat dampak dari media sosial ini nyata di Tabanan. Entah di tempat lain seperti itu, saya tidak tahu.
Misalkan soal pemetaan suara, saya kaget ketika tegur-sapa dengan seorang kader PDI Perjuangan. Saya sempat bertanya berapa persen kemenangan mereka kali ini.
Ia menduga angkanya sekitar 65 persen bahkan ada yang memperkirakan akan kalah. Saya tidak sepakat dengan hal itu. Karena PDI Perjuangan sudah sangat mengakar di Tabanan.
Para politisi PDI Perjuangan sangat piawai “memanfaatkan” kelompok masyarakat seperti banjar, kelompok subak hingga kelompok adat lainnya. Para politisi banteng ini tahu betul bagaimana harusnya mereka merawat suara di tingkat bawah ini.
Maka dari itu, saya memperkirakan kemenangan PDI Perjuangan berada di angka 70 persen lebih. Tidak bermaksud mengecilkan usaha penantangnya, tapi ini hanya analisis sederhana dari seorang wartawan biasa yang kebetulan bertugas di Tabanan.
Jika akhirnya benar, mungkin hanya kebetulan saja.
Tulisan ini saya akhiri dengan ucapan selamat bagi yang menang dalam kontestasi politik Desember 2020. Bagi yang kalah, jangan berkecil hati, masih ada lima tahun lagi dan semoga beruntung. [T]
BACA JUGA: