21 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha

ILustrasi tatkala.co / Nana Partha

Apa yang Paling Penting dalam Lontar Bali? Lontar Pangleakan?

Sugi Lanus by Sugi Lanus
August 20, 2020
in Esai

— Catatan Harian Sugi Lanus, 20 Agustus 2020.

Kalau pertanyaan ini harus saya jawab, maka jawaban saya: Nilai-nilai kemanusiaan.

Sebelum menjelaskan “nilai-nilai kemanusiaan” yang saya maksud tersebut, ijinkan saya sedikit bercerita kalau saya juga membaca selintas ilmu pangleakan, aji wegig, kawisesan, bahkan menyimpan lontar-lontar tersebut karena diberikan oleh mereka yang takut atau tidak mau menyimpannya. Dengan membaca cepat lontar-lontar itu, saya merasa hati saya tidak tertarik pada deretan lontar ini, sehingga ada beberapa lontar yang saya berikan ke orang lain yang ingin menekuni atau menyimpannya. Ada tidak kurang dari 100 lontar jenis ini yang saya dapat di sebuah galeri antik yang tutup, masih saya simpan.

Kenapa kurang tertarik pada lontar-lontar jenis pangleakan, aji wegig, kawisesan? Alasannya sederhana: Perlu waktu panjang harus saya habiskan untuk “bermain perasaan” jika menekuni lontar deretan ini. Lagi pula, muncul pertanyaan sangat personal: Jika kita bisa menjadi manusia yang biasa-biasa saja, bersahaja dan berbahagia, kenapa harus menjadi “manusia jadi-jadian” (atau manusia luar biasa) yang belum tentu terpuaskan dengan pencapaian berbagai kesaktian dalam lontar-lontar tersebut? Ini bukan berarti saya menganggap enteng isi lontar-lontar tersebut. Kompleksitasnya luar biasa mendalam. Terutama bagaimana kita harus siap “terjun bebas tanpa parasut”, entah kalau kita ingin berubah wujud menjadi berbagai wujud dan kekuatan yang diarahkan menjadi targetnya. Banyak perasaan dan emosi yang harus diletakkan di sana.

Singkatnya, saya tidak cocok untuk deretan lontar ini. Rasanya, ketika membaca lontar-lontar ini, seperti memasuki barak atau pelatihan khusus kopassus yang skillnya terbatas dan punya keahlian khusus yang sangat spesifik, yang bisa dipakai dalam situasi tempur yang sangat spesifik pula. Rasanya, kalau dibayangkan, seperti berlatih mengasah pedang dan tombak, memahami pikiran dan badan sendiri, melatih menggunakannya, lalu saya juga tidak mengerti pertempuran apa yang akan dihadapi setelah menguasai ilmu-ilmu tersebut. Saya pikir di masa kerajaan dahulu skill tersebut dibutuhkan sebagaimana halnya para kopassus atau telik sandi dan pasukan kerajaan dalam mempertahankan kerajaan atau desanya, dari berbagai kemungkinan marabahaya kehidupan, dan atau untuk penguasaan kelompok lain, orang lain, dan membangun relasi kemanusiaan batiniah yang sangat penuh bayang-bayang mistis.

Kalau ada yang mencoba menekuni deretan lontar pangleakan, aji wegig, kawisesan, sekalipun saya tidak mendalami hanya sekedar sambil lalu membaca, saya senang mendengar pengalamannya. Saya juga akan mempersilahkan membaca koleksi saya, dan tidak berkeberatan mendiskusikannya, tentunya sebagai obrolan literatur, atau sebatas bacaan, karena saya awam atau tidak mengerti praktek nyata atau tidak punya pengalaman langsung dengan isi lontar-lontar tersebut.

Bagaimana dengan lontar-lontar kepanditaan yang berisi lontar mantra, puja, seha, sesontengan, darani, kawaca?

Nah, ini saya sangat tertarik. Bukan karena ada kekuatan gaib di dalamnya. Saya suka terjemahan dari mantra, puja, seha, sesontengan, darani, kawaca. Di dalam teks-teks ini terkandung banyak kalimat-kalimat yang membentangkan sisi psikologis manusia. Ada harapan, relasi dengan diri dan alam, pertautan dengan keluarga-masyarakat dan antar manusia secara umum. Paling menyentuh adalah teks-teks ini adalah kumpulan harapan dan cita-cita kemanusiaan manusia dari berabad-abad silam. Membuka teks-teks ini seperti berjumpa bentang harapan luas dan pengalaman historis-psikologis bagaimana manusia membangun peradaban, bagaimana manusia meneguhkan dirinya menghadapi derita, wabah, bencana alam, dan peperangan.

Lontar-lontar pengobatan herbal?

Lontar usada atau pengobatan herbal dan pengobatan tradisional menarik perhatian saya. Setelah membaca cepat 110 lontar jenis ini, saya mendapat pelajaran besar bahkan dalam sejarah perjalanan manusia tidak bisa terpisah dengan tumbuhan, air dan berbagai variable alam lainnya. Teks-teks usada menunjukkan manusia tidak bisa sendiri membangun atau mempertahankan kewarasan dan kebugarannya, manusia bergantung pada alam, khususnya tumbuhan dan air. Sangat bergantung. Dengan pemahaman yang selaras akan alam, pemahaman baik anasir alam dan kandungan dalam berbagai tumbuhan, manusia bisa melanjutkan perjalanan sejarahnya. Ada persoalan kemanusiaan mendalam dalam teks usada ini bagaimana manusia mesti saling membantu mencari penyembuhan bagi orang lain. Bagaimana tatanan masyarakat mesti dibuat “lurus, waras dan selaras” dengan perangai cuaca, bulan, perubahan musim dan berbagai wabah yang tidak terduga.

Lontar-lontar usada, menurut pembacaan saya sejauh ini, tidak bisa dilepaskan dari kalender Bali. Secara umum teks-teks wariga. Dari wariga ini kita melihat bagaimana manusia “membawa sakit berdasarkan pengaruh hari lahirnya”. Dari wariga ini kita melihat bagaimana manusia “punya kecenderungan sifat dan perangai” yang pada akhirnya membawa pengaruh simptomatik dan psikologis dalam pertumbuhannya sebagai manusia. Juga, dari wariga ini kita melihat bagaimana turun sakit berdasarkan bulan atau musim — “gering manut sasih”. Singkatnya, musim dan cuaca, pengaruh konstelasi alam dan perbintangan, gelagat gravitasi dan persentuhannya dengan manusia dalam tatanan kosmis, bukan hanya mempengaruhi jagat sadar manusia, tapi juga jagat non-sadar manusia. Bisa menjadi variable baik dan buruk perjalanannya, menjadi faktor pembuka dan penghalang gerak-geriknya, menjadi hal-hal sekala-niskala yang mempengaruhi secara terduga dan sering tiada terduga.

Lontar apa yang betul-betul menarik tapi sering dianggap remeh?

Saya melihat “gaguritan” (atau bisa ditulis “geguritan”) adalah peninggalan manusia Bali abad 16—20 yang sangat menarik untuk diselami. Di dalamnya berbagai persoalan kemanusiaan yang sangat bersifat psikologis terbentang. Jeritan duka, gejolak bingung, amukan perang dan bencana, gereget rindu dan nafsu jasmaniah yang murni manusia biasa, hayalan halusinasi dan mimpi realis, bercampur baur dalam peninggalan “jejak-jejak kemanusiaan” yang bisa kita baca dalam ratusan geguritan Bali.

Geguritan merekam cara bertutur, cara berpikir, cara menghalau kepedihan hidup, cara sembunyi dari kenyataan, cara menjawab tantangan nyata, dan berbagai hal yang sungguh-sungguh manusiawi. Geguritan merekam pesona manusia pada alam, pada perasaannya terhadap gejolak cintanya sendiri, kekagumannya akan diri dan kebodohan dirinya, sekaligus gombal-gombal pikiran-pikirannya yang kadang sekedar ngalor-ngidul seperti obrolan sebelum tidur, tapi ada juga yang hakiki mempertanyakan secar filosofis kehadirian manusia di dunia, jalan menghadapi hidup, bimbingan dan tutur petunjuk dan petuah yang bisa dijadikan cerminan dalam bertindak, bahkan kadang ngelantur bimbingan mencapai moksa dan pelepasan yang juga kadang patah di jalan seperti seperti sebuah dongeng yang tiba-tiba terhenti karena yang mendongeng tertidur atau mengakhirinya.

Teks-teks tatwa, seperti diketahui umum, cukup serius. Saya membacanya pula, tapi selingan terbesar dan kegembiraan saya sebagai penikmat susastra lontar Bali adalah teks-teks geguritan. Oleh karena saya gandrung dengan teks-teks geguritan ini, dan tidak menekuni pangleakan-aji wegig-kawisesan, maka penutup catatan singkat ini saya berikan tabel geguritan yang sudah beredar cetak di toko buku dan atau di perpustakaan, sebagai berikut:

Geguritan Ala Ayuning Dewasa

Geguritan Asta Berata

Geguritan Arya Wang Bang Pinatih

Geguritan Babad Segara Rupek

Geguritan Bagawan Dawala (Petruk)

Geguritan Basur

Geguritan Batur Taskara

Geguritan Bharata Yudha

Geguritan Bima Swarga

Geguritan Budi Pekerti

Geguritan Brahmana Keling

Geguritan Candra Bherawa

Geguritan Cangak

Geguritan Cengceng Benges

Geguritan Darma Kusuma

Geguritan Dewi Sakuntala

Geguritan Dharma Stiti

Geguritan Dharma Prawretti

Geguritan Galungan

Geguritan Giri-Putri

Geguritan Guru Bhakti

Geguritan Hariwangsa

Geguritan I Gusti Wayan Kaprajaya

Geguritan I Japatwan

Geguritan I Ketut Bagus

Geguritan I Ketut Bungkling/Bongkling

Geguritan I Lijah-lijah

Geguritan Japatuan I

Geguritan Japatuan II

Geguritan Jayaprana

Sarining Geguritan Jejambetan I

Geguritan Kaki Manuh Nini Manuh Cakepan 1

Geguritan Kaki Manuh Nini Manuh Cakepan 2

Geguritan Kanda-pat

Geguritan Katuturan Ki Balian Batur

Geguritan Kebo Iwa

Geguritan Kebo Tarunantaka

Geguritan Lubdaka

Geguritan Lokika

Geguritan Mantri Alit

Geguritan Merga Sunya

Geguritan Megantaka

Geguritan Indik Panca Yadnya

Geguritan Pakang Raras

Geguritan Pikukuh Jagat

Geguritan Pujawali Atma Sudha

Geguritan Puputan Margarana

Geguritan Prastanika dan Swarga Rohana Parwa

Geguritan Pura Agung Besakih

Geguritan Putra Sesana

Geguritan Rama Bhodana 1

Geguritan Rama Bhodana 2

Geguritan Rare Kumara

Geguritan Sakuntala

Geguritan Sang Karna

Geguritan Sarasamuscaya

Geguritan Sastrodayana Tattwa

Geguritan Sasuluh Parikrama Agama

Geguritan Satyaning Sawitri

Geguritan Sebun Bangkung

Geguritan Sewagati

Geguritan Siva Latri Kalpa

Geguritan Sucita 1

Geguritan Sucita 2

Geguritan Sucita 3

Geguritan Sucita muah Subudhi

Geguritan Suddhamala

Geguritan Suniya-Tatwa

Geguritan Sutasoma

Geguritan Taluh Celeng

Geguritan Taluh Emas

Geguritan Tamtam

Geguritan Unuh Galih

Geguritan Wariga Diwasa

Geguritan Watugunung

Geguritan Widyasari 1

Geguritan Widyasari 2

Membaca semua geguritan tersebut terbentang “nilai-nilai kemanusian orang Bali. Perdebatan dan berbincangan, dialog dengan dirinya sendiri, dari hal-hal paling sepele sampai hal-hal hakiki. Semua dalam perbincangan yang tidak keramat atau pingit, semua dalam bingkai manusia biasa yang bersahaja, dengan pengakuan di depannya bahwa manusia punggung, belog, wimuda, atau punya keterbatasan. Justru dengan pengakuan atas keterbatasan dan bukan hal-hal gaiblah saya menemukan banyak kemuliaan manusia Bali. Sebagai manusia sahaja yang biasa, yang rindu, yang mimpi, yang penuh ragu, yang gelisah, yang tidak mengaku paling benar, dan pada sisi ini membaca geguritan terasa akrab dengan diri dan kemanusiaan kita, sebagai manusia biasa. Beda sekali sensasinya membaca teks-teks sahaja ini, jika dibandingkan membaca teks-teks pangleakan, aji wegig, kawisesan, dan sejenisnya, yang membuat perasaan di antar ke arah “tidak biasa”. Karena keterbatasan saya memilih ke arah bacaan manusia biasa, tidak cukup piawai mengarahkan perasaan dan pikiran untuk membaca teks-teks “manusia luar biasa”.

Sugi Lanus

Sugi Lanus

pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Ptu Resik, putri maestro tari dan tabuh Gde Manik, saat dikunjungi pejabat Dinas Sosial Buleleng. /Foto: Kardian
Esai

Putri Maestro Gde Manik Miskin – Apakah Tari Teruna Jaya Tak Menghasilkan Royalti?

  SIAPA yang tak tahu nama besar Gde Manik? Ia maestro tari dan karawitan asal Desa Jagaraga, Buleleng. Sudah lama ...

February 2, 2018
Khas

Bentangan Lini Masa dari Bali hingga Papua — Catatan Dialog Seni Bali Gate#1

Ada pengetahuan baru yang tersaji dalam dialog seni dan sederet permasalah yang mencuat ke permukaan pada Bali Gate #1 di ...

June 19, 2019
pementasan naskah Barabah ini oleh Teater Sadewa dan disutradarai Hendra Utay yang digelar dalam rangka Program Penyajian dan Pengembangan Seni UPTD Taman Budaya Art Center Tahun 2019, Sabtu, 20 Juli malam.  (Foto; Dok Teater Sadewa)
Ulasan

Pentas “Barabah” Teater Sadewa: Hanyut pada Pemanggungan Konteks Lama

Saya tidak tahu pasti bagaimana konteks zaman penulisan naskah “Barabah” karya Motinggo Busye. Saya berusaha melepas pikiran itu untuk menikmati ...

July 21, 2019
Suasana Desa Pejaten, Tabanan, dengan bangunan tungku dan jemuran genteng di tepi jalan. /Foto: Nurbawa
Khas

Jejak Genteng di Tanah Pejaten – Dari Era Barter hingga Zaman Pariwisata

SAYA masuk kawasan Desa Pejaten di wilayah Kecamatan Kediri, Tabanan, ketika udara agak panas. Saya masuk lewat tikungan Jalan Raya ...

February 2, 2018
Waisak
Esai

Kita Telah Melewati Waisak yang Berbeda

Bagi umat Buddha, perayaan Hari Tri Suci Waisak 2564 BE yang jatuh pada Kamis, 7 Mei 2020,  boleh dikatakan sangat ...

May 8, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Foto : Dok. Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan
Acara

Lomba Tari Bali dan Lomba Busana | Festival Budaya XI Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan

by tatkala
January 20, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Cokorda Gde Bayu Putra || Ilustrasi tatkala.co/Nana Partha
Esai

Semangat Draft RUU Pelaporan Keuangan & Kesiapan Ubud di Masa Depan

by Cokorda Gde Bayu Putra
January 21, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1353) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In