Lapangan besar di Desa Atolan, Donghe, Taitung, diisi lingkaran besar manusia. Saya terpukau menyaksikan hampir seluruh masyarakat Suku Amis menari dan menyanyi bersamaan. Mereka melakukan gerakan langkah kaki dan senandung nyanyian yang dilakukan sama persis satu sama lain, juga terus dilakukan berulang-ulang bersama tangan yang saling bergandengan.
Malikuda adalah sebutan tarian yang dilakukan bersamaan semua golongan. Berawal dari lingkaran kecil golongan tua di Suku Amis hingga golongan yang paling muda. Mereka membawakan tarian dan nyanyian yang saling sambung menyambung membentuk lingkaran spiral yang terus membesar menjadi energi kebersamaan.
Itulah sekilas pemandangan ritual festival panen tahunan yang disebut “Ki’lomaan”. Dalam bahasa Amis, Ki’lomaan bermakna “Rumah”. Ritual tersebut berlangsung selama tiga hari pada 15-17 Juli 2019 di Desa Atolan, Donghe, Taitung, Taiwan Timur.
Menurut data arsip dari Digital Museum of Taiwan Indigineous People, Suku Amis adalah kelompok etnis terbesar di antara penduduk asli Taiwan. Dalam bahasa Amis, kata Amis berarti utara (manusia dari utara) untuk menyebutkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Dari 16 suku asli (aboriginal) yang diakui di Taiwan, lebih dari 37 % mayoritas suku asli Taiwan ditempati oleh Suku Amis sebagai jumlah terbesar di antara suku lain.
Suku Amis telah mengembangkan berbagai langkah dan lagu tarian yang terlihat sederhana namun sebenarnya mengandung berbagai simbol makna budaya. Dalam pertunjukan musik polifonik Amis, menari dan menyanyi selalu digabungkan bersama dan memiliki implikasi ritual, juga sebagai fungsi pelatihan fisik untuk membangun solidaritas. Langkah-langkah tarian mereka sebagian besar terkait dengan tanah, perempuan, pertanian, memancing, dan berburu.
Saya tertarik mengenal Suku Amis lebih jauh saat berbincang dengan Alik Nikar, salah seorang antropolog dan dosen dari National Taiwan University. Kami bertemu dan berbincang di rumah Mbak Mini, salah seorang Pekerja Migran Indonesia asal Indramayu yang membantu memasak selama festival untuk kelompok remaja suku Amis.
Alik telah meneliti masyarakat Amis lebih dari belasan tahun, begitu intimnya dia terlibat bersama masyarakat hingga diberikan nama dalam bahasa Amis.
Dalam ritual festival panen tahunan suku Amis sebagai bagian penelitian disertasinya. Menurut Alik, hal paling menarik dari ritual tersebut adalah sistem hirarki dan pengaturan usia.
Di suku Amis terdapat organisasi yang mengatur hirarki usia untuk memimpin aktivitas komunitas tradisional suku Amis dipimpin oleh Kakita’an sebagai kepala suku. Dalam organisasi usia ini, para tetua diberkahi dengan kekuatan politik oleh masyarakat. Dapat dikatakan bahwa Amis adalah masyarakat yang menghormati tetua.
Ketika seorang anak mencapai usia delapan hingga dua belas tahun, mereka terdaftar dalam kelompok pertama di organisasi yang mengatur usia. Setiap kelompok usia juga mempunyai nama dari yang termuda hingga yang tertua.
Tiga sistem penamaan dasar ini mengacu pada nama warisan, nama kreatif yang dibuat oleh kelompok masing-masing, dan campuran dari kedua nama ini. Seperti beberapa nama kelompok yang pentas pada festival ini, antara lain Ladatong, Laliwiy, Lacingsi, Lakanca, Lakayakay, Lakangcin dan Kaying. Selain menari bersama, setiap kelompok juga membawakan tarian masing-masing berdasarkan koreografi kelompoknya untuk para tetua, disaksikan masyarakat sekitar juga turis asing.
Dengan kata lain, Ki’lomaan sebagai Festival Panen tahunan menjadi salah satu wadah untuk mengamati seberapa ketat organisasi yang mengatur usia. Setiap kelompok dengan kostum-kostum yang mencolok ini juga turut menari dan menyanyi untuk menghibur dan menghormati para tetua. Melalui sistem usia inilah, budaya Amis dapat terus diwariskan, sekaligus mereka terbuka dengan suku lain yang menikah dengan orang Amis untuk masuk organisasi usia tersebut. Di luar acara Kilo’maan, anggota dalam kelompok atau satu generasi usia yang sama adalah teman baik yang saling membantu dan menolong.
Migrasi, Kepulangan dan Kebangkitan Budaya
Penyebaran migrasi dan geografis Suku Amis menyebar ke hampir seluruh wilayah Taiwan. Oleh sebab itu, di setiap pertengahan tahun inilah acara Kilo’maan berlangsung di berbagai wilayah.
Suku Amis menjadi salah satu perwakilan dari masyarakat asli Taiwan dalam simbol bentuk artistik menari dan menyanyi. Banyak tujuan wisata di perkampungan suku asli Taiwan menawarkan tarian dan nyanyian Amis sebagai atraksi mereka. Lebih lanjut, di balik atraksi tarian dan nyanyian tradisional yang dilakukan secara serempak tersebut mengandung simbol identitas, solidaritas, penghormatan pada tetua dan kebersamaan.
Fungsi tarian dan nyanyian tersebut untuk mengikatkan kembali silaturahmi dan menghidupkan desa yang sudah satu tahun mereka tinggalkan.
“Setiap tahun, acara ini seperti memanggil kembali orang-orang Amis yang merantau ke kota besar” ucap Suming, salah seorang musisi yang berasal dari Suku Amis yang turut menggagas Amis Music Festival.
Suming menceritakan bahwa banyak anak-anak dari Suku Amis yang merantau ke kota-kota besar untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja.
Pada saat ini, migrasi suku Amis disebabkan oleh alasan ekonomi, namun sejarah migrasi suku Amis disebabkan banyak faktor dan berlangsung sejak lama. Dimulai dari konflik domestik dan ancaman antar suku, perpindahan sejumlah imigran China ke daerah Hualien dan Taitung, hingga tahun 1960-a ketika perkembangan industri perikanan meningkat, banyak dari pelaut Amis yang meninggalkan jaring nelayan dan bekerja di lokasi konstruksi atau pembangunan.
Seperti suku asli Taiwan lainnya, suku Amis memiliki sistem pemerintahan berskala kecil tetapi mandiri. Saat ini, sistem tersebut telah berintegrasi dengan sistem politik yang lebih besar. Terutama setelah masuknya imigran dan pemerintahan Kuomintang, Tiongkok yang pernah berkuasa dan bersikaf represif. Akibatnya, keberadaan suku-suku asli Taiwan semakin tersingkir dan menderita “Stigma Identitas”.
Selain gerakan-gerakan politik dan sosial yang saat ini semakin marak dilakukan, banyak seniman Amis yang menjadi lebih aktif dan ingin mengekspresikan diri mereka setelah ditekan begitu lama. Energi budaya yang dihasilkan oleh seniman Amis, bersama dengan penyebaran gerakan sosial dan politik, telah membawa efek signifikan, terutama yang berkaitan dengan identitas budaya.
Semakin banyak orang Amis telah memutuskan untuk mengganti nama Cina mereka dengan nama Amis dalam beberapa tahun terakhir. Mereka juga mulai berani menunjukan identitas mereka dalam bentuk pertunjukan tarian, nyanyian, menggiatkan kembali bahasa Amis, kuliner khas suku Amis, juga memulihkan sistem pengaturan usia.
Seluruh elemen budaya Amis dapat terlihat jelas di Ki’lomaan. Oleh sebab itu, setiap tahun, masyarakat suku Amis yang merantau ke berbagai kota besar kembali ke kampungnya untuk merayakan Festival Panen Tahunan “Ki’lomaan” sebagai simbol kebangkitan identitas budaya. [T]