17 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Crop poster Bentara Budaya Bali

Crop poster Bentara Budaya Bali

Situasi Keperempuanan dalam “Cerita Perempuan Paruh Baya”

Helmi Haska by Helmi Haska
July 4, 2019
in Ulasan
45
SHARES

Minggu terakhir bulan Juli 2019. Hari Sabtu dan Minggu. Dua malam. Mengenal lima perempuan paruh baya. Vidya Bagchi, Juliette, Glo, Umay dan Malena. Mencoba memahami tiga sosok protagonis tiga filem, dari lima filem yang ditayangkan pada layar sinema Bentara Budaya Bali, yang mengusung tema “Cerita Perempuan Paruh Baya”.

Dari pengalaman lima perempuan itu, seluruh praktik diskriminasi membekas. Pada medan kebudayaan kiwari, mengandung narasi, kontruksi besar ketidakadilan.

Film-film yang ditayangkan diantaranya : Malèna (Italia, 2000) garapan sutradara Giuseppe Tornatore, La Vie Domestique (Perancis, 2012) karya sutradara Isabelle Czajka, Kahaani (India, 2012) buah cipta Sujoy Ghosh, Die Fremde (Jerman, 2010)  disutradarai Feo Aladag, tak ketinggalan film dari Indonesia, Demi Ucok (2012).

Program ini diselenggarakan dengan konsep Misbar, mengedepankan nonton bersama di ruang terbuka yang hangat, guyub, dan akrab. Acara ini didukung oleh Bioskop Keliling Kemendikbud RI – BPNB Bali Wilayah Bali, NTB, NTT, Institut Français d’Indonésie, Alliance Française Bali, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, Goethe Institut Indonesien Jakarta, dan Udayana Science Club.

Baiklah. Saya mulai mulai dari Glo, panggilan Gloria Sinaga dari filem Demi Ucok (2012). Glo, sosok yang lincah dan cerdas. Perempuan yang diandaikan mandiri. Ia terobsesi menjadi seorang filmmaker. Ia ingin merdeka. Bebas menentukan haluan hidupnya. Namun selalu mendapat tekanan dari keluarga yang memegang teguh adat Batak. Ibunya, yang telah lama menjanda, ingin putri satu-satunya, itu segera menikah dengan lelaki Batak tulen.

Glo menentang. Ia yang tumbuh besar di kota, dan mereguk kebebasan di luar rumah, harus bersitegang dengan “orang rumah”, yang mempertahankan budaya bahwa perempuan berkedudukan di bawah laki-laki. Dialog atau celotehan ringan nan jenaka,yang bahkan dilengkapi dengan info grafis, membuat narasi menjadi cerdas dan bernas.

Ikhtiar Glo sebagai film-maker menabrak kenyataan. Bahwa industri filem ditentukan kapital. Produksi sebuah filem dihadang pajak, dan dibegal para pembajak. Ia menggempur sarang patriarki yang ada di dalam institusi kita hari ini: partai, birokrasi dan media. Pun ia menghadapi prasangka yang tumbuh dalam masyarakat, yang mengaitkan lingkaran pergaulan dalam industri filem dengan isu LGBT.

Problem klasik keluarga dalam filem yang dibesut sutradara Sammaria Simanjuntak , menghadirkan komedi siatuasi. Hubungan Glo dan sang ibu. Setengah-dungu. Setengah-angkuh. Dan saling mencurigai, siapa di antara mereka akan berkhianat lebih dulu. Konflik kian yang meruncing mengakibatkan merosotnya kesehatan sang ibu. Merosot pula ekonomi keluarga. Dalam kemiskinan, mereka tinggal satu atap, menempati kamar kos yang pengab. Seperti Kartini, kita diajak percaya bahwa habis gelap terbitlah terang.

Medan konflik antara anak dan ibu, itu sirna dengan kompromi. Sang ibu yang pada masa belianya terobsesi menjadi artis tenar, akhirnya dilibatkan dalam produksi filem putrinya. Filem sukses di pasar. Kapital yang menang dalam kisah melodrama ini. Sang ibu berubah pikiran. Ia membebaskan sang anak menentukan jodohnya.

Tidak demikian dengan Umay. Protagonis dalam filem Jerman, Die Fremde (When We Leave) karya Feo Aladag (2010). Pada sosok Umay, segala tragedi hadir. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga migran keturunan Turki di Jerman. Ia yang dijodohkan keluarga. Ikut suami bermukim di Istambul. Mereka dikaruniai seorang putra. Sang suami bengis. Pemukul. Pun ia harus submisif dalam seks. Menyadari biduk rumah-tangga yang remuk.

Umay kabur ke Jerman. Kepada ibunya, ia ceritakan semua deritanya. Ia memohon agar diterima kembali di tengah keluarganya. “Kau bisa tinggal di sini tiga hari. Kau harus kembali ke suamimu,” ujar saudara lelakinya dengan dingin, ketika jamuan makan malam. Umay menatap ibunya dengan dalam. Memohon dukungan. Ibunya hanya diam menunduk.

Hanya sang ayah, sebagai kepala keluarga yang dapat memutuskan. “Apa yang terjadi sesungguhnya?” tanya sang ayah menyelidik. Umay mengadu. Tak dapat hidup kembali dengan suami yang bengis. Hari-hari hanya menerima tonjokan dan tonjokan. Dengan suara lantang, sang ayah berkata bahwa Umay harus kembali. Terima saja perlakuan suamimu. Titik. Habis perkara.

Seorang isteri yang kabur dari suami adalah aib bagi keluarga perempuan. Bahkan keluarga sang suami mencemooh, menjuluki Umay sebagai,”German whore”. Pelacur, jalang. Umay telah bulat tak mau kembali ke Istambul. Ia membakar pun paspornya. Akibatnya, ia mendapat hukuman dari keluarga. Harus menjalani pingitan. Hingga sang suami datang menjemput. Umay pun berusaha minggat dari rumah. Ia menelpon polisi, minta perlindungan. Hukum Jerman melindungi warganya yang menjadi korban kekerasan domestik.

Polisi membawa ibu dan anak itu ke sebuah rumah singgah, save house. Di rumah perlindungan, Umay mulai menata hidupnya. Bekerja sebagai staf bakery dan melanjutkan sekolah. Dengan bekerja dan menempuh pendidikan yang lebih tinggi, ia berkeyakinan dapat melanjutkan kehidupan mandiri sebagai orangtua tunggal. Walau negara telah menjamin perlindungan dan kesetaraan dalam ekonomi dan pendidikan, perempuan masih mendapatkan diskrimanasi dan ditindas budaya komunal.

Umay memiliki putera yang senantiasa merengek ingin bertemu dengan ayahnya, ingin bertemu kakek-neneknya, ingin bertemu dengan paman dan bibinya. Umay pun galau. Setelah kehilangan keluarganya, pantaskah puteranya yang sedang bertumbuh mengalami hal yang sama. Kehilangan keluarga. Umay berusaha menjalin tali silaturahmi. Demi sang anak. Memohon dibukakan pintu maaf. Permohonan ditolak di depan pintu.

“Bukankah ayah pernah berkata kepadaku. Bahwa darah dalam keluarga lebih kental dari air. Terimalah maafku. Demi anakku,” pinta Umay.

Sang ayah menatap kosong, lalu menutup pintu rumah. Umay pun menuntun anaknya terseok pergi. Umay adalah aib, yang merusak kehormatan keluarga. Nilai kehormatan keluarga yang tumbuh dalam suasana patriarkis, feodalistik dan doktriner. Dan diakhir cerita, kehormatan keluarga pun ditegakkan. Dengan rencana melenyapkan Umay.Pembunuhan yang dilakukan saudara kandungnya, itu justru merenggut nyawa anaknya.

Di adegan akhir, Umay menggendong jasad anaknya yang berlumur darah. Berjalan menyusuri jalan raya. Pergi menuju nun. Sedangkan dalam filem Prancis, La Vie Domestique (2012), menyelami kehidupan Juliette. Ia perempuan kulit putih. Menikah. Punya dua anak. Hidup mapan. Ia berpendidikan dan berpengalaman hidup di perantauan. Pernah cukup lama bermukim di Amerika. Karena suami harus pindah pekerjaan.

Akhirnya tinggal di pinggiran kota Paris. Wilayah yang Sepi. Membosankan. Sebagai ibu rumahtangga, ia menjalankan tugas rutin: memasak, bersih-bersih rumah, memandikan anak-anak, mengantar ke sekolah, dan membacakan dongeng untuk anaknya menjelang tidur, melayani suami yang selalu pulang larut malam dari kantor. Ego suami yang kembung. Asyik omong tentang hasratnya. Percakapan dengan suami penuh perintah. “jangan lupa ini… jangan lupa itu…”

Itulah gambaran kehidupan sehari-hari Juliette. Garing. Pun di luar rumah, ia harus menghadapi budaya dominan patriakhis. Di kantor, ia dipermainkan boss, yang laki-laki. Serta dilecehkan oleh kolega laki-laki, yang merendahkan kualifikasi pekerjaannya. Pun para kenalan perempuan, para ibu rumahtangga, yang acap ditemuinya ketika di pekarangan sekolah ketika antar-jemput anak ke sekolah, hanya asyik berkutat memuaskan hasrat para suami mereka. Mulai dari urusan mengurus rumah, pakaian dan tutur kata.

Dengan apik filem yang dibesut sutradara Isabelle Czajka,secara realis, itu mampun menukik pada konflik psikologis, sekaligus menyelusuri ruang batin Juliette. Sebagai pribadi , ia terbelah. Mengerjakan apa yang ia tak sukai. Menerima apa yang tidak ia maui. Dalam gejolak amarah yang ia bungkam sendiri itu, Julliette hanya menatap kekosongan sambil menghisap sigaret. Ia cemas.

Filem ini mengajak kita masuk dalam situasi keperempuanan. Kecemasan eksistensial seorang perempuan. Peradaban telah berbuat curang kepada separuh umat manusia, hanya karena ia bukan laki-laki. Pada perempuan melekat seluruh jenis ketidakadilan: ekonomi, politik, seksual, hokum, kultur, teologi. Dari sinisme sehari-hari hingga kebijakan publik. [T]

Tags: Bentara Budayafilmfilm layar lebarPerempuansinema
Helmi Haska

Helmi Haska

Sastrawan

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
9 perempuan book launch
Essay

Still We Rise | Balinese Women Movements: 2 Empowering Projects, 21 Inspiring Women

2021 - A New Year for More Female Voices “Still I rise”. Lecturer, writer, and feminist activist Sonia Kadek Piscayanti...

by Irina Savu-Cristea
December 24, 2020

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Ketut Sugiantara/Foto-foto: Nugraha Hardiyanta
Khas

Masa Depan Menunggumu, Ketut! – Berjalan 2 Jam ke Sekolah Lintasi Hutan itu Soal Kecil

JANGAN gundah, Ketut, masa depan yang nun jauh di sana, kini sedang menunggumu. Jika kamu harus bangun dinihari, lalu berjalan ...

February 2, 2018
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Opini

Pesan Toleransi dari Dapur dan Toilet Umum

Bayangkan sebuah hutan hujan tropis dengan vegetasi yang hanya terdiri dari satu jenis pohon, atau sebuah partitur musik yang notasinya ...

February 2, 2018
Oka Sudarsana, Ari Wicaksana dan Marlwe Bandem dalam workshop animasi di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Kegagalan Belajar Animasi: Semangat Hanya Seminggu, Setelah itu Jenuh…

  Konsistensi dan ketekunan merupakan tantangan anak muda untuk terjun di industri animasi. Padahal konsistensi dan ketekunan merupakan modal terjun ...

February 2, 2018
Gamelan kontemporer yang dibawakan oleh rOrAs Ensemble Kota Denpasar dalam ajang Festival Seni Bali Jani 2019 di Wantilan Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (31/10) sore.
Kilas

Yudane Ajak Penonton Berpikir Sains dalam Gamelan Kontemporer rOrAs Ensemble

Seni kontemporer tidak dimaknai dengan bagaimana cara memadukan seni tradisioal seperti gamelan kemudian ditambah beberapa alat musik modern seperti gitar, ...

October 31, 2019
Ilustrasi internet
Esai

Memimpin Atas Dasar Tri Ulahing Budhi

Balaya sriyai yasase abhisicami - (Yajurveda XX. 3) Wahai pemimpin, engkau dinobatkan untuk memberikan kekuatan, kemakmuran, dan kemahsyuran kepada rakyat. ...

November 18, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan di atas kardus. Karya ini diberi judul “Pariwisata Macet Jalan Raya Lancar”.
Esai

Pariwisata Macet, Jalan Raya Lancar

by Doni Sugiarto Wijaya
January 16, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1347) Essay (6) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In