7 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Ilustrasi dipotong dari poster

Ilustrasi dipotong dari poster

Calonarang di Zaman Milenial – Dari Diskusi, Pemutaran Film, dan Pameran Watercolor, di Littletalks Ubud

Agus Wiratama by Agus Wiratama
March 23, 2019
in Khas
34
SHARES

Odalan di Pura Dalem biasanya paling ditunggu-tunggu oleh anak muda, termasuk saya. Di Pura inilah biasanya pertunjukkan Calonarang digelar. Tidak hanya Pura yang di desa saya, Pura-Pura di desa lain pun tak ragu disasar. Toh, di Instagram sudah gampang mencari informasi pementasan calonarang.

Beberapa bulan yang lalu misalnya, di Sekitaran Klungkung, ada pementasan Calonarang dengan penawaran bahwa bangke matah akan dikubur. Saya tak ikut karena jauh, tetapi di media sosial, teman-teman saya sudah sibuk mengunggah foto-foto dengan penonton yang memadati pertunjukkan itu.

Saya dan teman-teman tentu merasa bangga masih banyak orang yang suka menonton pertunjukkan ini, tidak melulu soal film atau soal nonton youtube. Kami cukup bangga masih tersimpan selera itu dan berkata “Ne mara ngelestariang Budaya Bali!”.

Suatu hari, saya menonton Calonarang ke daerah yang cukup jauh dari tempat tinggal dengan beramai-ramai. Kami seperti pemburu Calonarang. Keesokan harinya, paman saya yang kira-kira berumur 65 tahun bertanya dengan wajah yang santai dan datar seolah-olah menguji, “Apa cerita yang diangkat kemarin?”.

Saya bingung. Lalu saya jawab, “Bagus, rangda sangat metaksu, suasana seram sekali. Orang kerauhan di mana-mana.”

Mungkin karena merasa tidak puas, paman saya bertanya lagi, “Siapa patihya?”.

Saya jawab dengan secukupnya, “Pokoknya bagus, Rangda yang dipandung patih sangat bagus. Saya sangat suka, seharusnya desa kita juga punya yang seperti itu.”

Karena sesungguhnya saya tidak terjawab apa-apa, paman saya langsung menohok. “Keto be mebalih nak kerauhan dogen, satua sing tawang! Salihan isine. Arek-arek jani iteh ngalih nak kerauhan gen pang ada satuang manine! (Anak muda sekarang sibuk mencari orang yang kerasukan tanpa tahu cerita! Apalagi nilai-nilainya. Mereka hanya sibuk mencari orang kerasukan biar ada topik pembicaraan esoknya!)

Paman saya mungkin tak tahu, anak-anak di zaman milenial ini memang lebih suka sensasi, lebih takjub pada sesuatu yang seram dan berani, ketimbang hirau pada nilai-nilai. Mungkin karena itu juga anak-anak zaman milenial pun masih suka menonton film horror yang gambarnya lebih banyak gelap dan tokohnya lebih banyak teriak-teriak.

Tapi saya tersinggung juga dengan tuduhan paman saya itu.  Karena itulah, pada tanggal 22 Maret 2019 dengan sengaja saya menuju ke Littletalks Ubud. Di sana diadakan pameran watercolour, pemutaran film documenter, dan tentunya diskusi dengan topik yang diangkat “Kasuksman Calonarang” sebagai pembukaan pameran yang dimulai 22 Maret hingga 22 April 2019.

Karya yang dipajang di sana adalah karya watercolor dari Gede Pebri dan Satya Bhuana.

Saya ingin tahu lebih banyak nilai-nilai sehingga tidak hanya menonton Calonarang dari segi mistisnya saja. Namun, saya merasa agak kaget ketika menonton film dokumenter tersebut.

Seorang pelaku dalam pertunjukkan ini yang sudah menggelutinya dalam kurun waktu yang cukup panjang, yaitu Wayan Sukra berkata bahwa menonton dari sudut pandang itu sah-sah saja, sebab sifat tontonan salah satunya adalah untuk menghibur.

Seniman Wayan Sukra membuat saya kagum dengan kata-kata yang tidak serta merta menghakimi itu. Selain itu Wayan Sukra juga berkata bahwa sesungguhnya yang ingin disampaikan dalam calonarang adalah bagaimana kita sebagai manusia tidak menafikan keburukan, sebab kebaikan dan keburukan seperti kisah dalam Calonarang adalah suatu yang menciptakan keseimbangan. Tidak melulu soal baik, atau sebaliknya.

Tiba-tiba saya teringat dengan simbol yang sering saya lihat dalam film “Avatar the Legend of Ang” yaitu, simbol Yin dan Yang. Hitam dan Putih membentuk lingkaran dan saling memenuhi.

Dalam kesempatan itu, Sukanda Arimbawa yang juga berpendapat dalam film hadir pada diskusi di Littletalks Ubud. Dalam film, seseorang sempat berkata tentang Taksu.

Saya teringat dengan teman-teman yang dengan gampang berkata “Barong to metaksu sajan”, “Rangda to metaksu”, dan yang paling saya ingat adalah ketika seseorang pekerja di pariwisata berkata bahwa Bali diramaikan wisatawan karena taksunya.

Kemudian saya bertanya, “Apa Taksu itu?” lalu Sukanda Arimbawa dengan rendah hati menjawab bahwa jawaban yang diberikan adalah pendapat, dan mungkin saja berbeda dengan yang lain. Menurutnya Taksu akan muncul dari pengulangan dan keiklasan dalam bekerja. Seperti seniman tradisi yang selalu saja latihan berulang-ulang tanpa niat untuk mendapatkan sesuatu. Bekerja dengan iklas, dari sanalah cikal bakal taksu itu.

Pada konteks pariwisata, Sukanda Arimbawa memberi contoh mengenai desanya, yaitu Ceking. Dulu, di terasering yang kini diramaikan pengunjung itu, para pendahulu desa bekerja mengurus sawah dengan iklas tanpa kepentingan Pariwisata atau kepentingan uang. Ya, bekerja untuk hidup, iklas. Kini, tempat itu diramaikan pengunjung dan saya menyimpulkan bahwa itulah yang disebut Taksu oleh Sukanda.

Hujan kian deras dan reda, berulang-ulang berkali-kali. Angin di tebing sesekali menyentuh peserta. Di tempat yang menarik ini, diskusi tetap berlangsung dan banyak yang berpartisipasi dalam diskusi.

Bagi saya sendiri, diskusi seperti ini menjadi hal yang sangat penting. Bahasannya adalah sesuatu yang sering kita lihat dan jumpai sehingga seolah-olah setiap orang sudah paham. Untuk mengenali seberapa paham dan dari sudut yang berbeda inilah diskusi mengenai sesuatu yang terasa dekat yang tidak disadari bahwa itu ternyata bias, perlu dilakukan.

Satya pun berkata bahwa alasannya mengangkat calonarang disebabkan kegelisahannya dengan nilai yang kian kabur dari pandangan Calonarang Hunter. Tetapi saya setuju juga dengan Wayan Sukra yang mengatakan itu juga sah-sah saja.

Dan terakhir ketika seorang bertanya, “Jadi, yang harus diperbaiki sebenarnya penonton apa pertunjukkannya?” Satya berkata bahwa keduanya harus diperbaiki. Penonton juga pelakunya.

Hampir tengah malam, saya pun pulang ke kampung saya di Pejeng. Saya pulang dengan perasaan lain seperti ketika saya baru pulang dari menonton Calonarang. Bukan takut, tapi lebih pada rasa gelisah, entah oleh sebab apa. [T]

Tags: baliCalonarangfilm dokumenterPameran Seni RupaUbud
Agus Wiratama

Agus Wiratama

Bernama lengkap I Wayan Agus Wiratama. Lahir di Pejeng Kangin Pengembungan, Gianyar. Kini kuliah di Undiksha jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobinya tak karuan, tapi kini mulai senang menulis, terutama menulis status di facebook

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi: salah satu karya dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja, 7 Mei 2018
Puisi

Puisi-puisi Eny Sukreni | Lima Macam Kecemasan

by Eny Sukreni
March 6, 2021
Esai

Jalan Panjang Menuju Ada

SEJATINYA, amat bingung saya pribadi menulis perihal resolusi tahun 2018. Sebagaimana anak teater zaman now, ke-now-an ini kami sepakati untuk ...

February 2, 2018
Lafran Pane/wikipedia
Esai

Lafran Pane, HMI, dan Pahlawan Nasional

5 Februari 1922, di kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibualbuali, 38 kilometer ke arah utara dari ...

November 10, 2018
Google Image
Esai

“Nunas Baos” Boleh, Asal Jangan Sampai Berkonflik

LUH Sukerti (bukan nama sebenarnya) sudah hampir setahun ini tidak bertegur sapa dengan seorang tetangganya yang bersebelahan dengan rumahnya. Pasalnya, ...

February 21, 2018
Ilustrasi: Putik Padi
Esai

Metamorfosis Kanak-Kanak – Bukan Lelucon I Belog yang Bodoh

SUATU sore, di taman, ada seorang anak sedang asyik bermain. Ia berlarian di padang rumput, menikmati warna-warni bunga. Namun, ia ...

February 2, 2018
Google
Kiat

Niat dan Keyakinan, Dua Hal Penting dalam Menulis

  Lihatlah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. —Ali bin Abi Thalib AKU mengawali tulisan ini dengan kata-kata bijak ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (158) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (104) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In