3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Penyelamat Bapak

Oktaria AsmaranibyOktaria Asmarani
February 2, 2018
inCerpen

Ilustrasi: IB Pandit Parastu

19
SHARES

Cerpen: Oktaria Asmarani

SETIAP pukul setengah lima pagi, bapak selalu keluar rumah lewat pintu samping. Ia hendak sembahyang. Agak aneh bagiku. Sebab sepengetahuanku, mestinya kami sembahyang tepat pukul enam. Setelah itu disusul enam jam kemudian, dan enam jam setelahnya lagi. Tapi entahlah, bapak tak pernah merasa ada yang salah dengan ritualnya tersebut.

Orang-orang di rumah sudah mafhum akan kebiasaan bapak. Kami tak akan terganggu walaupun pintu samping berderit keras sekali saat dibuka. Ibu tetap pulas dalam mimpinya. Soma, anjing kurus berbulu coklat peliharaan kami juga tak terusik dari tidurnya. Ia tetap bergulung di atas keset WELCOME yang dilangkahi bapak di depan pintu. Aku pun sama, tetap mendengkur kencang.

Suatu kali pernah aku bertanya padanya tentang kebiasaannya ini. Mungkin saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Mungkin kelas tiga atau empat, entahlah, aku lupa. Tapi jawaban bapak akan pertanyaanku tak pernah bisa kulupakan.

Katanya, ia sembahyang untuk memohon keselamatan pada Dewa Indra. Semakin aneh lagi bagiku. Sebab sepengetahuanku, Dewa Indra adalah dewa hujan. Tak pernah kudengar namanya dipuja untuk meminta keselamatan.

***

Walaupun kami sebagai orang rumah tak begitu peduli lagi tentang kebiasaan bapak, itu bukan berarti kami tidak tahu seperti apa kelengkapan bapak untuk sembahyang. Ia akan membakar dupa aroma cempaka sejak dari dalam rumah. Bapak, yang kini usianya sudah enam puluh enam tahun itu, sangat suka wangi bunga cempaka. Dupa yang bertumpuk di atas lemari semuanya bergambar bunga cempaka, menandakan aroma di dalamnya. Pernah suatu hari ibu membeli dupa beraroma bunga mawar. Bapak agak marah kepada ibu.

“Bapak pikir ibu sudah tahu apa kesukaan bapak,” ucapnya pelan sambil meneliti bungkus-bungkus dupa yang bertumpuk di atas lemari. Bapak memang begitu. Kalau marah tak pernah berteriak atau menaikkan nada suaranya. Orang lain selain keluarga kami pasti tak akan mengira ia sedang marah.

“Lho bukan begitu, Pak. Tadi ibu cari-cari ke empat tempat, sampai jauh ke kota. Stok dupa bapak memang habis,” sahut ibu dari arah dapur yang mengepulkan aroma bawang yang digoreng. Ia sudah tahu kemana arah pernyataan bapak tadi.

Bapak hanya menghela nafas. “Lain kali dicari sampai ketemu,” ujarnya lagi, sambil mengambil tiga buah dupa berwarna magenta itu. Kemudian ia berlalu menuju pintu samping.

Kali ini ibu yang menghela nafas. Tak habis pikir dengan permintaan suami yang sudah dia nikahi selama tiga puluh lima tahun. “Seperti anak kecil saja. Apa-apa harus dituruti,” keluhnya.

Aku sependapat dengan ibu. Kelakuan bapak memang seperti anak kecil. Hampir semua permintaan bapak harus dipenuhi. Entah soal dupa, makanan, warna kipas angin di ruang tengah, jumlah undakan tangga yang dibelinya di toko bangunan, sampai jenis kalung yang dipakai Soma. Bapak semakin rewel saban harinya, dengan cara halus. Apalagi setelah ia pensiun delapan tahun silam. Dulu ia bekerja sebagai pegawai negeri sipil, di kantor dinas pendapatan kabupaten.

Dilihat dari postur tubuhnya, bapak terlihat sebagai orang yang tegas dan keras. Ia memang tinggi, dan masih tetap lebih tinggi dariku yang sekarang sudah mendewasa. Badannya tegap dan proporsional. Otot-ototnya tidak begitu besar, namun juga tidak begitu kecil. Rambutnya kini sudah memutih. Jika ia tersenyum, hanya sedikit sunggingan yang terlihat dari bibirnya. Itu membuatnya semakin terlihat tegas, bahkan terkesan angkuh. Padahal, bapak adalah orang yang suka berteman dan halus tutur katanya.

Tak pernah rasanya kuingat bapak memarahiku dengan keras. Apalagi sampai memukul, seperti apa yang bapak teman-temanku lakukan pada mereka jika ketahuan berkelahi dengan kesebelasan sepak bola dusun sebelah. Bapak hanya marah sebatas ucapan saja. Kadang kata-katanya menusuk. Lebih menyakitkan daripada dipukuli rotan. Tapi itulah bapak. Pria sederhana yang begitu taat akan agamanya.

***

Berbeda denganku, bapak sangat rajin sembahyang. Tak pernah ia lupa untuk Tri Sandhya tiga kali sehari. Biasanya, ia akan bangun dari duduknya di depan televisi jika tayangan sudah menggemakan Puja Tri Sandhya. Sambil pelan-pelan menggulung ke bawah bagian atas sarungnya, ia belitkan di atas pusarnya selendang merah yang tersedia di atas lemari. Lemari itu adalah lemari tempat peralatan sembahyang disimpan. Tingginya hanya sebatas perut orang dewasa. Di atasnya juga terdapat dupa yang akan bapak bakar. Jumlahnya tergantung apa jenis sembahyangnya. Saat sembahyang biasa seperti Tri Sandhya, ia akan membakar tiga buah. Tapi, saat ia sembahyang jam setengah lima pagi, ia akan membakar enam buah.

Entah dari mana bapak menemukan sabda yang menuntut untuk menggunakan enam buah dupa saat sembahyang. Entah dari mana pula bapak mendapatkan perintah untuk memohon keselamatan pada Dewa Indra. Yang jelas, ia tetap melakukannya tanpa pernah absen seharipun.

Ia akan berjalan menggunakan sandal jepit karetnya ke arah Padmasana. Kemudian ia guncangkan kakinya agar lepas dari sandal tersebut dan mulai memijakkan kakinya satu per satu di atas tangga padmasana. Di sana, ia akan menaruh satu per satu dupanya pada tempat dupa yang berbahan keramik. Pelan saja, tak tergesa-gesa. Kemudian ia duduk bersila dan diam beberapa saat. Matanya sudah terpejam tanpa gerakan apapun. Bahunya naik turun dengan teratur, menandakan irama nafasnya. Kira-kira hening itu akan berlangsung selama lima menit. Setelahnya, ia menangkupkan tangannya tepat di depan kening. Tak pernah terlihat bibirnya bergerak untuk melafalkan mantra. Ia diam saja, tenang. Setelah sekitar tiga menit seperti itu, ia akan mengusap wajahnya. Seperti gerakan membasuh muka. Saat itu pulalah ia membuka matanya perlahan. Dan kembali lagi, tanpa tergesa, ia akan turun dari padmasana. Soma tetap tak bergeming saat kaki bapak melangkahi dirinya untuk masuk ke dalam rumah.

***

“Rugi saja bapak minta keselamatan sama Dewa Indra. Toh setiap musim hujan tetap saja kita ketimpa masalah,” ceplosku di suatu pagi. Saat itu bapak hendak melaksanakan ritualnya dan aku sedang menyaksikan pertandingan piala dunia sepak bola di televisi.

Bapak berhenti sejenak di ambang pintu, membelakangiku. Aku yang sedari tadi fokus ke layar kaca kemudian melempar pandanganku ke arahnya. Diam beberapa saat, ia akhirnya berjalan keluar rumah.

Mungkin aku agak lancang mengatakan hal tersebut. Tapi sudahlah. Memang itu faktanya.

Setiap musim hujan, rasanya ada saja kemalangan yang menimpa diriku atau keluargaku. Dua kalung emas ibu pernah raib diberangus maling yang membobol jendela kamar tidur bapak dan ibu. Kebun singkong milik bapak di kampung terbakar (padahal musim hujan, aneh bukan?). Sekolah swasta tempatku mengajar dulu terancam bangkrut sehingga terpaksa memecatku dan beberapa guru lain untuk efisiensi dana. Soma hampir mati karena diracun entah siapa. Dan masih banyak kemalangan lain yang semuanya terjadi di musim hujan.

Aku tak mengerti. Mungkinkah ada hubungan antara pemujaan bapak pada Dewa Indra dan segala musibah yang menimpa keluargaku di musim hujan? Apakah ada yang salah dengan cara bapak memuja Dewa Indra? Apakah Dewa Indra marah karena kesalahan itu? Entahlah. Semua dewa memang banyak maunya. Maka dari itu aku tak begitu peduli pada mereka. Tapi tidak dengan bapak.

***

Bulan ini Bulan Juni. Seperti murid-murid yang kuajar di salah satu sekolah negeri di kota, aku juga menikmati hari libur panjang. Dengan begitu, aku bisa menikmati waktu seharian di rumah tanpa harus menilai pekerjaan mereka yang penuh angka dan tanda matematika. Aku bisa membantu mengerjakan pekerjaan rumah untuk meringankan beban ibu. Tak mengapa jika aku disuruh menyapu, menjemur pakaian, atau memasak. Pekerjaan ini adalah pekerjaan orang dewasa, bukan pekerjaan wanita, batinku. Aku juga membantu bapak memanjat pohon mangga di belakang rumah yang sudah puluhan tahun usianya. Biasanya untuk memotong ranting-ranting yang mengganggu. Soma yang senang dengan air juga tak lupa kumandikan.

Hujan masih turun di bulan ini. Aneh sekali. Jadwal munculnya dua musim yang kupelajari saat SD dulu tampaknya mesti dikaji ulang. Hujan dan kemarau kini sudah berteman baik sehingga bisa bertemu di bulan apapun.

“Halo, selamat siang,” ucapku sambil menempelkan gagang telepon di telinga kananku. Telepon rumah berdering di siang hari yang berhujan. Tumben sekali.

“Halo, apa betul ini kediaman Bapak Darsana?” sahut seseorang di seberang. Seorang perempuan.

“Iya benar, saya anak Bapak Darsana. Ada apa ya?”

“Bapak Anda baru saja mengalami kecelakaan di Jalan Arjuna,” jawabnya lagi.

Aku bergegas bersama ibu untuk pergi ke rumah sakit. Jaraknya memang agak jauh, sekitar sepuluh kilometer dari rumahku.

Bapak ternyata tertabrak sebuah truk berkecepatan tinggi dari arah berlawanan. Bapak yang memang seorang pengendara motor yang lamban, tak bisa menghindar ketika truk tersebut malah melaju ke arahnya. Akibatnya, kini tangan kanan bapak harus digips karena beberapa bagian tulang yang retak.

“Saya heran, Bu. Tadi tabrakannya keras sekali. Saya sudah takut suami ibu kenapa-kenapa,” suara perempuan yang bercakap dengan ibu sama dengan suara yang kudengar di telepon. Sepertinya ia saksi mata kejadian bapak tadi.

Kudengar dari percakapan mereka, bagian depan truk tadi hancur. Motor tua bapak juga sudah tak karuan bentuknya, sudah kutengok tadi. Tapi keparahan itu tak terjadi pada bapak. Ia masih terlihat seperti orang tua yang sehat bugar, hanya ditambah gips di tangan. Tak masuk akal.

“Bapak selamat karena Dewa Indra menyelamatkan bapak,” ucap bapak sambil memperhatikan gipsnya. Aku diam saja.

“Di jalan raya tadi, setelah bapak ditabrak, bapak melihat seorang tampan yang menunggangi gajah putih. Bercahaya. Itu pasti Dewa Indra,” sambungnya lagi.

Aku diam mematung. Mungkinkah Dewa Indra benar-benar menyelamatkan bapak? Dari segala kemalangan yang terjadi di musim hujan, mungkinkah Dewa Indra yang selalu menyelamatkan kami?

Baru kusadari bahwa Dewa Indra tidak pernah marah dan banyak maunya, seperti dugaanku dulu. Ternyata malah ia yang menyelamatkan kami. Ia penyelamat bapak. (T)

Tags: Cerpen
Previous Post

Kumpulan Esai Serba-serbi KKN: Cinlok, Uji Kesetiaan dan Pembuktian Kaum Jomlo

Next Post

Muhammad Husein Heikal# Perplexed, Promiscuous, Rafferty, Distracted

Oktaria Asmarani

Oktaria Asmarani

Berkuliah di Ilmu Filsafat UGM. Aktif di organisasi jurnalistik BPPM Balairung dan BPMF Pijar. Suka buku, mi instan, dan keliling kota sambil bernyanyi-nyanyi.

Next Post

Muhammad Husein Heikal# Perplexed, Promiscuous, Rafferty, Distracted

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co