11 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Konser Indonesia Menyanyikan Puisi oleh Kelompok Badai di Atas Kepalanya di Kampus FBS Undiksha/ Foto-foto: FB/Yoga Permana

Konser Indonesia Menyanyikan Puisi oleh Kelompok Badai di Atas Kepalanya di Kampus FBS Undiksha/ Foto-foto: FB/Yoga Permana

Konser “Musik Salah” dari Badai Di Atas Kepalanya

Eka Prasetya by Eka Prasetya
February 2, 2018
in Ulasan
68
SHARES

NAMANYA Nanoq da Kansas. Saya biasa menyapanya Bli Noq. Meskipun kami sama-sama tinggal di sebuah desa kecil bernama Candikusuma, kami baru pertama kali bertemu pada pertengahan 2004 silam. Lokasinya, sebuah rumah tua yang nyaris roboh di Jalan Gatot Subroto, Jembrana.

Ketika itu saya sengaja mencarinya karena rasa ingin tahu. Saya ingin belajar jurnalistik. Ayah seorang kawan yang bekerja sebagai tukang foto keliling, menyarankan saya bertemu dengan Nanoq di rumah tua itu.

Pertama kali menjumpai rumah itu, saya ragu. Rumah itu benar-benar tua dan benar-benar nyaris ambruk. Banyak semak belukar. Saya meyakini rumah itu berhantu, sehingga tak sekali pun saya pernah masuk ke kamar mandi di bagian belakang rumah.

Memantapkan hati, saya masuk ke rumah itu. Berteriak “permisi” beberapa kali, Nanoq keluar dari dalam rumah. Saat itu dia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih yang lengannya dilipat hinga ke siku. Celana jeans belel berwarna biru. Wajah yang lusuh, rambut yang gondrong.

Dengan wajah bingung, Nanoq bertanya “Cari siapa dik?”. Saya menjawab memang ingin mencari dirinya dan ingin belajar jurnalistik. Nanoq mempersilahkan masuk dan meminta saya duduk.

Sekejap kemudian ia menyalakan rokok. Sikap yang saya anggap sangat absurd saat itu. Betapa tidak? Saat itu ia menghirup rokok Sampoerna. Bukan rokok Kansas, sebagaimana namanya. Saya langsung berpikir ia bukan sosok yang konsisten.

Pertemuan pertama itu seperti gayung bersambut. Nanoq menyanggupi mendidik saya sebagai seorang jurnalis. Selama beberapa tahun saya belajar mencari berita, menulis berita, hingga mengedit berita bersama Nanoq dan beberapa wartawan lain di Jembrana.

Selama bertahun-tahun pula saya mengenal Nanoq bukan hanya seorang jurnalis. Dia juga seorang penulis mulai puisi, cerpen, hingga esai. Saya menyaksikan kesibukannya kala melahirkan sebuah buku antologi puisi dan antologi cerpen pada tahun 2005 silam. Juga sebuah buku kumpulan esai setahun sesudahnya.

* * *

Nanoq da Kansas paling kanan bersama Kelompok Badai di Atas Kepalanya

NANOQ begitu mencintai musik. Hari-hari kerja di kantor, tak pernah sepi dari alunan lagu rock semacam Dream Theater atau Pink Floyd. Nanoq juga mencintai puisi. Terkadang musik di kantor berubah menu dari classic rock menjadi lagu-lagu musikalisasi puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono. Musik yang tadinya menghentak menjadi lembut mendayu-dayu.

Musik dan puisi tak bisa dipisahkan dari diri Nanoq. Dia kerap mengaransemen puisi menjadi musik. Proses itu kemudian lebih dikenal dengan nama aransemen musikalisasi puisi.

Pada tahun-tahun itu, bagi saya genre musik macam itu cukup mengganggu. Saya tak paham puisi, juga musikalisasi puisi. Bagi saya musik yang nikmat itu hanya rock atau punk.

Maka, ketika Nanoq rutin berlatih dengan kelompok Penyanyi Sakit Jiwa (Pesaji), saya menganggap itu musik yang aneh. Apalagi saat ia menggandeng beberapa teman saya bergabung dalam Pesaji. Seperti Herlyn Puspita Sari, pemain keyboard rock progresif yang kemudian menjadi vokalis. Juga Ratna Aniswati, penyanyi grup Qasidah tempat saya dulu menempuh pendidikan agama.

Lama kelamaan telinga saya bisa menerima musikalisasi puisi. Bahkan saya menikmatinya. Awal tahun 2017, Nanoq bersama Pesaji berproses menciptakan album pertama. Album berjudul Komposisi Seperti Angin itu dirilis pada pertengahan 2007 lalu. Sebuah album – yang bertahun kemudian saya pahami – bernuansa balada ala Leo Kristi.

* * *

Anak-anak Badai di Atas Kepalanya yang selalu semangat

NANOQ agaknya belum puas dengan aransemen musikalisasi puisi yang ia susun dulu. Tahun 2017 ini, dengan menggandeng tenaga-tenaga muda dia membentuk kelompok musik Badai Di Atas Kepalanya. Kali ini Nanoq tampil di belakang layar sebagai penata musik.

Pemain-pemain di atas panggung dipercayakan pada Yoga Permana dan Indra Anggita (gitar, vokal); Dinda Kristyana Dewi dan Rika Wibawanti (vokal, efek suara); Dewa Astawan Satia (vokal, perkusi, pianika, dan efek suara); serta Bobby Trenaldi (vokal, perkusi, suling, balera, dan efek suara).

Entah dengan bujuk rayu seperti apa, Nanoq bisa menggandeng mereka dan mempertemukannya dalam sebuah kelompok musik. Selama beberapa bulan mereka berproses, sebelum akhirnya diajak konser ke sejumlah tempat. Konon Nanoq tidak menjelaskan bahwa mereka akan bermain musikalisasi puisi. “Aku bilang ke mereka, kalau mereka menyanyikan puisi,” katanya setengah berbisik.

Malam itu, Rabu, 14 Juni 2017, Nanoq memboyong Badai Di Atas Kepalanya pentas di Singaraja. Pementasan dikemas dalam tajuk Indonesia Menyanyikan Puisi, dan digelar di Wantilan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja. Ini pementasan kedua Badai Di Atas Kepalanya – di luar Jembrana, setelah sebelumnya sempat pentas di Mataram.

Malam itu anak asuh Nanoq tampil out of the box dalam konteks musikalisasi puisi. Mereka tidak berpijak pada genre balada sebagaimana biasanya musikalisasi puisi dimainkan ketika lomba-lomba digelar. Mereka justru lebih liar dalam bermusik.

Badai Di Atas Kepalanya saya terjemahkan sebagai keliaran Nanoq dalam menggarap aransemen musikalisasi puisi. Ia seolah tidak ingin musikalisasi puisi yang itu-itu saja. Harus ada sesuatu yang berbeda, tidak biasa, anti mainstream!

Semuanya dieksplorasi. Terutama dalam memainkan alat musik. Yoga dan Indra, seolah tidak memetik gitar, namun menggosok gitar. Seperti para ibu menggosokkan sikat pada baju cucian.

Begitu juga dengan Bobby. Dia memainkan floor tom yang dimodifikasi sedemikian rupa, hingga dimainkan sebagaimana bass drum. Pedal pada bass drum dimodifikasi sehingga gerakannya naik turun, bukan maju mundur. Tentunya itu menghasilkan suara yang agak aneh, namun khas.

Sementara bass drum yang dimainkan oleh Dewa Astawan Satia, justru dimainkan dengan stik. Entah alat musik apalagi yang ia mainkan malam itu. Namun saya sempat menyaksikan jika Dewa Astawan memainkan selembar seng.

Semua itu cara yang anti mainstream dalam memainkan alat musik. Nanoq menyebutnya dengan musik salah. Salah dalam memainkan alat musik. Tetapi kesalahan itu menimbulkan bunyi-bunyi baru dan harmoni baru dalam bermusik.

Badai Di Atas Kepalanya berhasil lepas dari jebakan aransemen lomba-lomba musikalisasi puisi yang terkesan monoton. Mereka sekaligus membuktikan bahwa tanpa ruang lomba pun, mereka bisa berkembang. Mereka mampu menggelar konser, memainkan apa yang mereka inginkan, bukan apa yang ingin juri dengar. Mereka berhasil menjadi diri sendiri. Bukan mengikuti Leo Kristi, bukan juga seperti Letto, apalagi Kangen Band. (T)

Tags: jembranamusikmusikalisasi puisiPuisiSingaraja
Eka Prasetya

Eka Prasetya

Menjadi wartawan sejak SMA. Suka menulis berita kisah di dunia olahraga dan kebudayaan. Tinggal di Singaraja, indekost di Denpasar

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Gubernur Wayan Koster disuntuik vaksin dosis kedua, Kamis 28/1/2021
Hard News

Suntikan Periode Kedua

Presiden Joko Widodo sudah menerima suntikan vaksin Covid-19 dosis kedua pada, Rabu 27/1/2021 pagi di Istana Merdeka, Jakarta. Untuk itu, ...

January 28, 2021
Ulasan

“Menanam Puisi di Emperan Matamu” – Melihat Esa Menanam Kata-Kata Tak Biasa

Mengulas buku antologi puisi berjudul Menanam Puisi di Emperan Matamu karya Wayan Esa Bhaskara adalah salah satu pengalaman berharga bagi ...

November 2, 2019
Agus Wiratama
Esai

Usaha Mengenal Piranti Keaktoran

Saya ingin menjadi anak yang baik: tapi dalam proses teater, saya harus merumuskan kembali, seperti apa anak yang baik? Dan ...

February 15, 2021
Gambar ilustrasi diambil dari Google
Opini

Perlu “Orang Gila” di Pilkada Tabanan

Para pembaca yang budiman, sejak awal harus diingatkan, tulisan ini adalah opini. Bukan berita. Opini adalah ide yang muncul dari ...

September 2, 2019
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha
Esai

Memaknai Kata “Terserah” Dari Kacamata Kesehatan Jiwa

Belakangan ini, kata yang cukup favorit terdengar dan dibaca di media massa adalah “terserah”. Banyak yang kemudian bereaksi terutama tenaga ...

May 22, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Suasana upacara ngusaba kadasa di Desa Kedisan, kintamani, Bangli
Khas

“Ngusaba Kadasa” ala Desa Kedisan | Dimulai Yang Muda, Diselesaikan Yang Muda

by IG Mardi Yasa
April 10, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gde Suardana
Opini

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

by Gde Suardana
April 10, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1455) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (342)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In