2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kopi Akhir Juli

Wulan Dewi SaraswatibyWulan Dewi Saraswati
February 2, 2018
inCerpen

Ilustrasi: IB Pandit Parastu

27
SHARES

Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Gelisah di pengujung Juli semakin menjadi. Setiap pagi kegelisahan itu aku rayakan dengan segelas kopi. Gelas mungil motif Lili Merah kupilih sebagai gelas ritual ini. Tidak begitu menarik, hanya saja tradisi membuat kopi pagi hari semakin anyir sebab tiga atau lima jam setelah dihidangkan, tidak ada ampas yang terlihat. Masih utuh setengah penuh hitam bening. Tidak lagi pekat dan tidak lagi hangat.

Satu sendok kopi dan dua sendok gula. Takaran yang tepat untuk awali hari. Bukankah begitu? Aku tidak sempat memikirkan orang yang tidak suka kopi. Mereka seperti diracun waktu. Kopi bagiku adalah alasan menikmati pagi. “Kopi juga bentuk syukur,” katamu sambil melipat surat kabar.

Aku tidak sepenuhnya setuju denganmu. Mengapa kopi begitu istimewa? Hingga syukur adalah tentang kopi. Bila kopi tidak tersaji maka tidak ada puja puji. Bila tidak ada kopi tentu tidak ada kata terima kasih. Namun kau tidak menjawab. Kau larut dengan kopi yang kuhidangkan. Tentu seperti biasanya kau menuruhkan sedikit demi sedikit di cawan. Kau tidak terbiasa meneguk langsung. Cawan hijau lumut yang telah penuh kopi itu kau mengamati sebentar, seperti bercermin. Melihat diri dari kopi. Tidak lupa, sebelum siupan pertama kau mengaduknya tanpa sendok, hanya gerakan mungil memutar dengan telapak tangan. Ketika ampas sudah turun, kau meneguknya sekaligus.

“Apa perlu cawan hanya untuk minum kopi?” tanyaku sambil membuka bungkus kue basah kesukaanmu.

“Lebih nikmat saja,” jawabmu sambil menuruhkan lagi kopi ke cawan.

“Mungkin hanya alasan untuk berlama-lama menikmati pagi.”

“Hahaha..buat apa terburu-buru? Kalau sudah disediakan waktu untuk menikmati pagi, ya nikmati sajalah. Nyeruput kopi sambil lihat-lihat kamboja itu buat hatiku bahagia.” katamu dengan sederhana.

Begitulah percakapan di ruang depan setiap hari. Seolah tidak ada kata untuk terlambat kerja. Seolah waktu terhenti melihat kau menikmati kopi.

Satu sendok kopi, dua sendok gula.

Kembali kata itu terngiang. Takaran yang tepat untuk hidangan kopi. Kadang takaran itu tidak selalu menyajikan rasa kopi yang sama. Pernah suatu ketika pertengkaran itu terjadi ketika kopi dihidangkan tidak lagi panas. Bagimu suhu kopi sangat menentukan kualitasnya. Tidak peduli kopi torabika, luwak, atau banyuatis. Yang terpenting adalah suhu.

“Tidak perlu kopi mewah, aku hanya butuh kopi dengan uap mengepul penuh,” katamu sambil menahan amarah.

Ketika kau meluapkan marah, kau tidak ingin lagi bercakap-cakap kemudian bergegas pergi. Sesal kemudian juga percuma. Kudoakan saja semoga mata hatinya tetap terjaga walau kopi belum diteguknya.

Kalau mau ingat bagaimana matamu berbicara tentang hidup ya mungkin seperti ampas kopi. Matamu membaca ampas kopi seperti menikmati karya seni.

“Aku melihat ada seorang lelaki dengan senyum mutiara,” katamu.

“Siapa itu?” tanyaku penasaran.

“Mungkin seorang tuan tanah yang akan membeli tanah kita. Bisa saja seorang insinyur yang hendak memperbaiki rumah kita. Bisa jadi laki-laki yang ingin meminangmu, Nak,” katamu sambil mengelus bulat pipiku.

Aku terhenyak. Aku ingin tertawa tapi sulit. Bagaimana kau bisa mengarang cerita seperti itu? Hanya sekadar bahan canda atau itu sebuah harapan? Bisa saja itu masa depan yang terbaca dari ampas kopimu. Berselang satu bulan, aku dapatkan kekasih dengan senyum mutiara dan hangat di hatinya. Tentu kau sudah tahu itu. Apakah kau bahagia melihat diriku bersamanya?

Satu sendok kopi, dua sendok gula.

Lagi kata-kata itu melintas. Sekejap, namun berdengung di kepala. Kemudian melintas tentang tamu-tamu yang hadir setiap malam. Aku buatkan kopi sesuai keinginanmu. Mereka datang hanya untuk meminta pertolonganmu. Entah kerabat dekat atau seorang baru kau kenal, bagimu menolong adalah mulia. Namun, kopi yang kusajikan tidak mereka teguk sampai habis. Mereka terbiasa hanya mencicip, sekadar menikmati, sedikit sungkan. Mungkin itulah kebiasaan tamu minum kopi. Namun kau hanya tersenyum menyaksikan kopi yang tersaji tidak sampai batas ampas. Hanya ucapan terima kasih yang basa-basi kau telan. Sakit memang, aku bisa tahu itu.

Kopi dan gula. Satu, dua. Sendok.

Ingatan itu datang. Dia datang dengan bisikan kecil dan kata yang tidak tersusun lagi. Dia datang dengan peristiwa yang begitu cepat berubah. Kadang dengan tempo yang cepat. Kadang terbata. Aku tidak sempat mengerti arti serpihan kata yang tidak lagi membentuk makna. Aku mencoba bernapas. Aku hela dengan menyebut namamu. Aku hirup semua udara. Aku lepaskan dengan teriakan yang sampai tak bisa terdengar. Teriak sekeras yang kubutuhkan sampai mendung tergelincir menjadi tetes air mata langit.

Sendok kopi. Sendok Gula. Satu, dua.

Tiba-tiba aku terbaring. Beberapa orang mencoba memasang oksigen. Beberapa orang mencoba mencari nadiku. Beberapa orang khawtair. Selebihnya hanya menyaksikan. Aku tak sadarkan diri. Aku mencoba memanggil namaku, mencoba mengingat adegan terakhir, mencoba membuka mata. Namun, hanya hamparan Lili yang kulihat. Putih, bersih, sinar sejuk.

”Kau ingin kopi?” tanyamu.

“Ya, agar aku lekas siuman,” jawabku dengan lelah.

“Satu sendok kopi, dua sendok gula, itu rahasianya,” katamu sambil memberikanku kopi.

“Terima kasih. Lama sudah tidak meneguk kopi ini.”

“Tidak ada rasa terima kasih tanpa kopi. Itulah yang terjadi selama ini. Besok, buatkan aku kopi. Segelas kopi,” katamu dan aku perlahan pergi.

Aku tersadar.Aku terbangun dengan tali yang mengikatku di lengan dan pergelangan kaki. Mereka mengikatku. Mereka mengira aku gila. Tidak, ini tidak benar. Aku diikat seperti ayam aduan. Aku diikat seperti ingin dimaki. Mereka merasa gelisah karena kau teriak dan menangis disetiap waktu. Mereka gusar karena aku tidak bisa diam mengikuti proses upacara. Mereka tidak peduli betapa sakit hatiku melihat kenyataan bahwa kopiku tidak lagi bisa dinikmati. Mereka tidak tahu kopiku masih utuh. Warna yang pudar, suhu yang berubah membuatku terpukul. Siapa penikmat kopiku?

Segelas kopi yang kusajikan kini hanya kopi tanpa tuan. Mungkin saja kau nikmati dengan menghirup uap segar yang mengepul. Mungkin saja kau hanya ingin melihat setiap hari aku membuat kopi dengan langkah yang tepat. Satu sendok, dua gula.

Aku mencoba lepaskan kesedihan. Mengendalikan diri adalah cara yang apik untuk melihat orang-orang munafik. Mereka datang dengan sebungkus gula, dua kilogram kopi, satu ikat gula, dan beberapa gulung kain putih.

Mereka yang kini datang perlahan menyembunyikan rasa utang budi. Mereka yang menjengukmu kini datang tanpa takut. Merekalah yang tidak ingin kopimu bahkan dirimu. Mereka pun mencoba memaafkan dirimu dengan ikhlas, katanya.

“Biarkan kami berdoa untuk kebahagian beliau di alam surga. Kami ikhlaskan, kami memaafkan,” kata lelaki kumis tebal berkaca mata itu.

“Kita tentu tahu betapa hebatnya pengabdian beliau,” kata perempuan itu sembari membagikan dupa kepada yang lain.

“Ya inilah garis waktu, kita harus bersiap dipanggil Tuhan. Mari kita berdoa,” tukas lelaki itu yang selalu memakai cincin manik biru di jarinya.

Setelah doa itu, satu per satu dupa dikumpukan untuk ditaruh digelas dupa. Satu per satu mereka kembali ke ruang tamu. Aku menghidangkan kudapan. Kopi dan kue basah sudah dibagikan. Masing-masing dapat bagian. Pada menit ketiga setelah kopi dibagikan, mereka meneguk sekadar. Gelas kopi ditaruh. Menit kelima, tangan mereka gemetar sambil menyentuh dada. Mereka mencoba bersuara, tapi tak cukup tenaga. Mereka tersengal-sengal. Beberapa mencoba berteriak, beberapa mencoba mencari pertolongan. Pada menit ketujuh mereka bersujud lemah hampir tak sadarkan diri.

Orang-orang enggan mendekat karena takut ikut-ikut kena kutuk. Ketua adat juga nampak panik untuk segera mencari pemangku. Anak-anak yang ikut datang jadi menangis. Beberapa orang di pojok jalan makin sibuk mencibir.

“Kami dalang yang mohon ampun! Ampuni kami!”tiba-tiba lelaki manik biru itu berteriak. Matanya membelalak. Suara-suara itu diikuti oleh kawan-kawannya. Mereka berteriak untuk terakhir kali. Sesudah itu, tak ada lagi denyut nadinya.

Teriakan itu mengingatkanku pada pagi itu. Kau berteriak “selamat tinggal” dengan bahagia. Benarkah? Kini kesepianmu sudah kutebus. Kukirim orang-orang itu padamu. Kelak kau akan mengajarkan mereka bagaimana cara minum kopi. Bagaimana cara menikmati pagi dengan kata terima kasih.

Kau tidak sendiri lagi. (T)

Tags: Cerpen
Previous Post

Bawa Isu Positif, “All In” Australia Hentak Skena Musik Singaraja

Next Post

“Tikus Tanah Mencari Api” – Dongeng Pendidikan tentang Api, Udara, dan lain-lain

Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Penulis, sutradara, dan pengajar. Saat ini tengah mendalami praktik kesenian berdasarkan tarot dengan pendekatan terapiutik partisipatoris

Next Post

"Tikus Tanah Mencari Api" - Dongeng Pendidikan tentang Api, Udara, dan lain-lain

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co