28 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto: Iluh Wanda/ Model: Merry Yunithasari/ Lokasi: The House of Kopitem Sekumpul-Singaraja

Foto: Iluh Wanda/ Model: Merry Yunithasari/ Lokasi: The House of Kopitem Sekumpul-Singaraja

Nongkrong: “The Art of Doing Nothing”

Adi Kerta Yasa by Adi Kerta Yasa
February 2, 2018
in Esai
33
SHARES

NONGKRONG? Mungkin istilah ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita. Nongkrong sudah menjadi suatu kegiatan yang diklaim “menyenangkan” untuk mengisi waktu luang.

Nongkrong juga memiliki berbagai versi nama di Indonesia seperti mejeng (Sunda), nangkring, kumpul-kumpul, atau duduk bersama. Saking digandrunginya, nongkrong ini sampai memberikan celah kepada wirausaha untuk menjadikannya lahan menggelembungkan pundi-pundi rupiah.

Anak nongkrong (sebutan untuk mereka yang menggeluti hobi nongkrong) pasti familiar dengan istilah “angkringan”, sebuah tempat yang memfasilitasi anak-anak dengan makanan, minuman, meja dan kursi yang nyaman bahkan terkadang ditambah dengan fasilitias WI-FI.

Istilah angkringan sesungguhnya berasal dari kata “angkring” yang dalam bahasa Jawa berarti pikulan. Namun, ilmu cocoklogi terkini mengklaim angkringan sebagai tempat nangkring dikarenakan pengucapannya yang mirip.

Kini, di sejumlah kota, dari yang kota besar hingga kota-kota kecil juga ada kafe-kafe yang didesain khusus untuk tempat nongkrong. Bentuknya, biasa coffee house, tapi menunya macam-macam, dari kopi hingga bir. Yang penting tempatnya bagus untuk nongkrong, tak peduli menunya apa.

Lalu kenapa dengan nongkrong? Sebenarnya tidak ada yang aneh, hanya saja, semua berubah setelah saya membaca sebuah klaim dari salah satu usaha waralaba yang bertumbuhkembang di Indonesia (sebut saja Seven Eleven) di majalah New York Time yang menyatakan:

“The convenience store’s evolution was a given in a country like Indonesia, where the penchant for hanging out runs so deep that there is a word for sitting, talking and generally: nongkrong”

Atau sebuah kata untuk menggambarkan kegiatan duduk, ngobrol dan “tidak melakukan apa-apa” disebut: nongkrong. Kendati awalnya saya merasa tergelitik, benarkah kita tidak melakukan apa-apa? Mari kita telaah dulu bersama.

Berdasarkan pengalaman saya beberapa bulan berdomisili di Negeri Kangguru, jarang sekali saya melihat orang nongkrong. Kendatipun ada, biasanya hanya pada hari-hari tertentu seperti akhir pekan atau liburan. Pun, biasanya mereka anak sekolah usia 16 tahun atau kurang. Kentalnya budaya “time is money” mengajak mereka untuk menggunakan waktu luangnya untuk melakukan hal-hal produktif seperti bekerja part-time atau pergi ke GYM. Bahkan, ada yang mengisi waktu luangnya dengan mengisi diri melalui membaca buku atau membaca informasi-informasi terkini. Selama mereka mengisi waktunya dengan hal produktif, that’s fine.

Mean while, kita di Indonesia kerap didominasi dengan kebiasaan “menunda”.

Kebiasaan menunda sudah bukan rahasia lagi di masyarakat Indonesia. Ketika ada pekerjaan, kita kerap memilih untuk menunda dengan keyakinan “nanti saja, masih banyak waktu”. Padahal, jika kita tidak menunda, kita bisa mengalokasikan waktu tersebut untuk hal yang lebih penting. Bahkan, kini menunda semakin diperparah dengan istilah last minute alias menunggu deadline. Jadi, menyelesaikan sebuah pekerjaan harus menunggu hingga deadline tiba dengan meyakini adanya the power of kepepet.

Lalu, sembari menunggu deadline tiba, masyarakat kita lebih memilih melakukan kegiatan lain yang lebih artistik, apakah itu? Yap, tepat sekali: Nongkrong.

Dilihat dari perbedaan budaya di atas, maka tidak heran jika New York Time mengklaim bahwa masyarakat kita gemar tidak melakukan apa-apa. Lalu apakah kita harus sedih akan hal itu?

Terlepas dari dampak negatif yang disebabkan oleh nongkrong, Russel menyatakan“The time you enjoy doing nothing is not wasted time” (waktu yang kita nikmati ketika tidak melakukan apa-apa bukanlah membuang waktu), bahkan, sebuah buku berjudul The Art of Doing Nothing karya Veronique Vienne (1998) menyatakan, tidak melakukan apa-apa (doing nothing) merupakan hal terbaik sebelum berkegiatan. Dengan tidak melakukan apa-apa selama 5 – 10 menit, kita dapat merasakan indahnya semesta baik itu alam, atau orang-orang di sekitar kita yang akan memberikan kita energi.

Jadi, nongkrong dengan durasi waktu yang “cukup” dapat membantu kita untuk rileks dan siap menghadapi tugas/kegiatan yang telah menunggu. Namun, jika berlebihan tentu akan mengakibatkan hal-hal yang berdampak negatif seperti pekerjaan yang menumpuk, hasil pekerjaan yang tidak maksimal atau bahkan kehilangan kepercayaan. Maka dari itu, SELAMAT NONGKRONG, (SECUKUPNYA). (T)

Tags: gaya hidupIndonesia
Adi Kerta Yasa

Adi Kerta Yasa

Bernama lengkap I Gede Made Adi Kerta Yasa. Pemuda kelahiran Tabanan, Bali. Memiliki passion dalam bidang pendidikan (TESOL dan Perkembangan anak), charity, dan entrepreneur (founder of Bimbingan belajar Prima AksaraTabanan). Seorang yang menekuni street magic.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi

Puisi-puisi IGA Darma Putra | Kematian Siapa Hari Ini?

by IGA Darma Putra
February 28, 2021
Lukisan Komang Astiari (potongan)
Cerpen

Komang

Di hadapanku berdiri bangunan megah. Demikian indah. Penuh cahaya. Perasaanku sungguh damai. Awan berarak putih seputih kapas. Wajah orang-orang yang ...

February 3, 2019
Foto-foto: koleksi penulis
Khas

“Daha-Teruna” di Bungaya: 3 Hari “Non Gadget”, Tahan Kantuk dan Dahaga

PADA zaman maya saat ini, seorang remaja tanpa menyentuh gadget atau handphone selama satu hari saja sudah termasuk hebat. Tapi ...

February 2, 2018
Personil Poleng Band, Singaraja. /Foto: Istimewa
Ulasan

Poleng Band Sudah Berani “Poleng” – Catatan Lagu “Percaya Bli”

  DENGARLAH single terbaru dari kelompok musik Bali Utara, Poleng Band. Judulnya “Percaya Bli”. Lagu terbaru ini beda dengan lagu-lagunya ...

February 2, 2018
Umberto Eco
Esai

Baca Lontar Bersama Umberto Eco

---Catatan Harian Sugi Lanus 25 Februari 2021 Ada masa di waktu saya kuliah bergaul dengan orang-orang yang suka pamer bacaan. ...

February 25, 2021
dari buku cerita anak  The Hueys in None the numbe karya Oliver Jeffers
Esai

Anak-anak Ketakutan Dapat Nilai Nol? Ketahuilah, Nol itu Sangat Berharga

SUATU siang, seorang anak datang dari sekolah membawa hasil tes dengan nilai nol. Ketika sampai di rumah, ia dengan penuh ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ilustrasi tatkala.co | Nuriarta
Khas

Nostalgia | Jalan-jalan Bawa Gelatik Pernah Ngetrend di Singaraja Tahun 1950-an

by tatkala
February 28, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Agus Phebi || Gambar: Nana Partha
Esai

Makepung, Penguasa dan Semangat Kegembiraan

by I Putu Agus Phebi Rosadi
February 27, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (156) Dongeng (11) Esai (1415) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (341) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In