23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Foto: Putik

Foto: Putik

Mabuk di Dalam Puisi – Ulasan Buku “Montase” Wayan Jengki Sunarta

Putu Dessy Savitri Dewi by Putu Dessy Savitri Dewi
February 2, 2018
in Ulasan
119
SHARES

Judul: Montase (Kumpulan Puisi) # Penulis: Wayan Jengki Sunarta # Penerbit: Pustaka Ekspresi # Tahun: 2016 # ISBN: 978-602-7610-73-6

PUISI bisa jadi apapun, apapun bisa jadi puisi. Maka judul “Montase” yang digambarkan dalam pengantar buku karya Wayan Jengki Sunarta sebagai : “komposisi dari berbagai unsur” sangatlah tepat. Montase seperti menggabungkan potongan-potongan peristiwa, rasa, kenangan dan renungan manusia dalam satu jilid yang tebalnya 72 halaman.

Membaca 55 puisi Jengki seperti membaca catatan kehidupan seorang manusia yang seutuhnya. Manusia yang kadang baik, kadang buruk; manusia yang kadang sadar, kadang mabuk. Ya, mabuk. Kata-kata mabuk, suasana mabuk, bahkan Tuhan yang mabuk ada di dalam buku ini. Tapi mabuk Jengki adalah mabuk yang berkelas terbukti mabuknya membuat pembaca mau tidak mau ikut larut dan ikut mabuk. Mabuk realita dalam kata-kata.

Dalam himpunan puisi yang ditulisnya antara tahun 2010 hingga 2016 ini, Jengki menunjukkan bahwa puisi tidak melulu digunakan sebagai ungkapan cinta atau kepedihan karena ditinggalkan cinta (walaupun ada beberapa judul tentang hal tersebut). Jengki meracik sebagian besar puisinya menjadi kritik sosial dan perenungan spiritual, yang dibungkus dominan dalam judul tempat/lokasi, nama orang atau peristiwa yang tampaknya ingin dikenang.

Kritik yang dimaksud contohnya pada judul “Negeri Jerebu” : jerebu mengepung negeri kami / lebih mengerikan dari tentara atau polisi / sama memuakkan dengan politisi / dan para pelaku korupsi. Tersurat pula pada “Pralaya Mantra” yang cukup pedas menampar : Erawan, beribu-ribu sesaji dihaturkan di tanah Bali / tapi para penghuninya makin kehilangan jati diri.

Ada pula kritik yang sekaligus menjelma menjadi bentuk pernyataan sikap sang penyair pada keadaan terkini seperti pada judul “Telok Benoa”: namun jika kau paksa mengubur laut / daerah istirahatku nanti / jika kau paksa bikin pulau buatan / bersiaplah aku akan terus gentayangan.

Tentu masih banyak judul yang lainnya yang tak akan bosan untuk dibaca kembali seperti “Ubud, Gerimis Menyapa”, “Di Kedai Kopi Fort Rotterdam” “Menuju Baleendah” dan lainnya yang bisa membuat pembaca bergumam : Ya! Fenomena-fenomena sosial yang tersirat semua adalah realita dan puisi-puisi ini mengajak kita meneguknya satu-persatu untuk kemudian menjadi teler.

Sekali-sekali mabuk (atau berkali-kali, terserah) tak mengapa. Toh dunia ini mungkin benar hanya persingahan seperti tertuang pada judul “Aku Menemukanmu” : jangan tanya dari mana / aku hanya pasasir / yang mampir / setelah beratus tahun terlunta / dalam rimba rahasia. Dari sana, maka mabuk Jengki bisa disimpulkan juga demi menemukan diri sendiri.

Kerinduan akan diri dituangkan dalam “Cikini”: di Cikini / aku tersedu merindui-Mu / sembari mereguk sisa bir / dari botol terakhir; dan banyak judul lain yang mungkin merupakan hasil perenungan spiritual ataukah meditasi yang dalam seperti “Perjalanan”, “Kau Mengukur Jiwamu”, “Pelabuhan Sunda Kelapa” dan lainnya. Adanya nuansa spiritual melengkapi Buku Montase menjadi “montase” dengan potongan suasana magis.

Di dalam kemabukannya, Jengki sempat pula menyisipkan keindahan dengan manis. Mungkin sebagai penawar agar kepala tidak terlalu pening dan tubuh menjadi oleng. Beberapa puisi terkecap bunga romantika seperti pada judul : “Puisi Untukmu” : cintaku padamu, kangenku / seperti pepucuk bunga cengkeh / aromanya memenuhi jiwa. Dan beberapa judul seperti “Serenade”, “Kemang”, “Menyusuri Malam Braga” dan lainnya terasa begitu bergelora.

Membaca Montase, sekali lagi seperti menyaksikan potongan-potongan pengalaman mabuk yang sangat pribadi. Pada gambar sampul buku ini, tampak dua orang sedang mabuk bersama dan sebuah botol yang melayang di udara. Dari sana seharusnya pembaca sudah curiga, adakah penyair memang mengajak kita untuk mabuk bersama merasakan pengalaman, gumaman, celotehan, dan teriakan-teriakan pikirannya? Bukankah ketika mabuk beberapa orang menjadi leluasa bercerita?

Puisi-puisi dalam Montase kadang-kadang terasa sangat mencerahkan, kadang terasa seperti rekam peristiwa yang biasa, kadang terasa begitu marah dan kadang pula penuh dengan cinta. Bukankah dalam mabuk memang perasaan yang ditimbulkan bisa berbeda-beda?

Ada kemungkinan yang tidak terbatas sebagai penafsiran, ada jawaban-jawaban yang tak terbatas untuk pertanyaan apa makna puisi-puisi yang dituangkan. Penyajian bait-bait yang hanya sepotong tentu tidak akan mampu mewakili keutuhan keindahan puisi karena kata-kata itu tidak pernah berdiri sendiri. Ia rangkaian yang tak terpisahkan untuk itu sebaiknya diteguk dengan lengkap hingga tetes terakhir.

Akhir kata, seharusnya di buku ini diberikan tulisan peringatan “Hati-hati menyebabkan mabuk”. Jika dibaca dalam keadaan sadar bisa membuat mabuk, apalagi jika dibaca sambil mabuk. Selamat mabuk puisi, selamat melampaui persepsi apakah mabuk itu baik atau buruk untuk sehari-hari.  (T)

 

Tags: BukuPuisiresensi
Putu Dessy Savitri Dewi

Putu Dessy Savitri Dewi

Tinggal di Bungaya Bebandem Karangasem, Bali. Seseorang yang ingin hidup abadi lewat kata-kata. Seseorang yang akan dikenang lewat tulisan-tulisannya.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Foto ilustrasi: Mursal Buyung
Opini

Semester 7, Masa Tua Mahasiswa, Masa-masa Menakutkan…

  SEMESTER 7 itu adalah masa-masa tua bagi mahasiswa dan menakutkan. Benarkah? Semester 7 adalah semester tua. Jika semester 7 ...

February 2, 2018
Danau Buyan di Bali. (Foto: Mursal Buyung)
Esai

Bali: Utara dan Selatan #Kolom Made Metera

DALAM konteks dunia, Utara berarti negara-negara industri maju (Developed Countries). Selatan berarti negara-negara sedang berkembang, untuk tidak mengatakan terbelakang (Underdeveloped ...

October 14, 2018
Workshop tari Butoh diselenggarakan oleh Kalanari Theatre Movement bertempat di Omahkebon Nitiprayan, Jogjakarta.
Khas

Teka-Teki dari Jepang – Catatan Ikut Workshop Butoh di Yogya

25 November 2018 adalah hari pertama diselenggarakanya workshop tari Butoh bersama Katsura Kan, yang kebetulan adalah salah satu maestro Butoh ...

November 26, 2018
tatkala.co [Foto Taufiq]
Khas

Yang Tumbuh di Sela Tugu Kota | Perpustakaan Jalanan di Bali

Selayaknya tumbuhan kecil di sela tugu kota, perpustakaan jalanan di Bali tampak kecil, jarang terlihat dan dipandang lalu saja. Meskipun ...

January 7, 2021
Opini

Ajal Media Massa Cetak, Adakah Semakin Dekat?

MULAI Juni 2017, majalah remaja "Hai" menutup edisi cetaknya dan beralih ke medium digital. Satu lagi media cetak yang sudah ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In